A.
Pengertian Kurikulum
Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan
perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat
mengenai pengertian kurikulum maka secara teoritis agak sulit menentukan
satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Namun, pemahaman
konsep dasar mengenai kurikulum ini tetaplah penting adanya. Berikut ini
adalah beberapa pengertian kurikulum ditinjau dari beberapa sudut
pandang.
1. Pengertian Kurikulum Secara Etimologis
Webster’s Third New International Dictionary menyebutkan kurikulum
berasal dari kata curere dalam bahasa latin Currerre yang berarti :
a. Berlari cepat
b. Tergesa-gesa
c. Menjalani
Currerre dikatabendakan menjadi Curriculum yang berarti :
a. Lari cepat, pacuan, balapan berkereta, berkuda, berkaki
b. Perjalanan, suatu pengalaman tanda berhenti
c. Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan
Menurut satuan pelajaran SPG yang dibuat oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang berarti “jarak
yang ditempuh”. Semula dipakai dalam dunia olahraga. Pada saat itu
kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali atau
penghargaan.
2. Pengertian Kurikulum Secara Tradisional
Pertengahan abad ke XX pengertian kurikulum berkembang dan dipakai dalam
dunia pendidikan yang berarti “sejumlah pelajaran yang harus ditempuh
oleh siswa untuk kenaikan kelas atau ijazah”. Pengertian ini termasuk
juga dalam pandangan klasik, dimana disini lebih ditekankan bahwa
kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah yang
mencakup pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di
sekolah, itulah kurikulum.
Pengertian tradisional ini telah diterapkan dalam penyusunan kurikulum
seperti kurikulum SD dengan nama “Rencana Pelajaran Sekolah Rakyat”
tahun 1927 sampai pada tahun 1964 yang isinya sejumlah mata pelajaran
yang diberikan pada kelas I s.d. kelas VI.
3. Pengertian Kurikulum Secara Modern
Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya
“Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha
sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman
maupun diluar sekolah”.
Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua
pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”.
Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan
belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau
mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi
suatu lembaga pendidikan”.
Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa
kurikulum ditinjau dari pandangan modern merupakan suatu usaha terencana
dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa
dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai
suatu tujuan.
4. Pengertian Kurikulum Dari Berbagai Ahli
George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculum is a
written document which may contain many ingredients, but basically it is
a plan for the education of pupils during their enrollment in given
school”.
Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai
suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses
pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang
mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences
children have under the guidance of teachers.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988)
mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi,
yaitu:
a. Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan
penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
b. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari
kurikulum sebagai suatu ide; yang di dalamnya memuat tentang tujuan,
bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
c. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek
pembelajaran.
d. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan
kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu
dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam
bagian :
a. kurikulum sebagai ide;
b. kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan
panduan dalam melaksanakan kurikulum;
c. kurikulum menurut persepsi pengajar;
d. kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh
pengajar di kelas;
e. kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik;
dan
f. kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu”.
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam
implementasi kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang
tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih
lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai
dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. Peningkatan iman dan takwa;
b. Peningkatan akhlak mulia;
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. Tuntutan dunia kerja;
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. Agama;
i. Dinamika perkembangan global;
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian
peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat
dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan
tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan
permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan
menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada
setiap jenjang pendidikan.
B. Kurikulum Sebagai Suatu Sistem
Beberapa pandangan ahli mengenai Sistem :
Menurut Ludwig Von Bartalanfy, “Sistem merupakan seperangkat unsur yang
saling terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut
dengan lingkungan.”
Menurut Anatol Raporot, “Sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan
perangkat hubungan satu sama lain.”
Menurut L. Ackof, “Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau
fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung
satu sama lainnya”.
Dari ketiga pendapat di atas, satu makna yang bisa di ambil, yaitu
komponen yang mempunyai fungsi masing-masing. Seperti yang kita tahu,
kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau
tujuan dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling
berkaitan dan menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di
sebutlah kurikulum sebagai suatu system.
Ada beberapa ahli mengemukakan tentang komponen-komponen yang ada di
dalam kurikulum, yakni :
1. Herrick (1950 dalam Taba, 1962:425), mengemukakan 4 elemen
kurikulum, yakni Tujuan, Mata pelajaran, Metode dan Organisasi, dan
evaluasi.
2. Zais (1976:295) mengatakan empat komponen dasar kurikulum, antara
lain (1) aims, goals, and objective, (2) content, (3) Learning
activities, (4) evaluations
3. Nana Sy. Sukmadinata (1988:110) mengemukakan empat komponen
kurikulum, yaitu tujuan, isi atau materi, proses atau system
penyampaian, serta evaluasi
C. Landasan Kurikulum
Dalam buku ajar Teori Belajar dan Pembelajaran, Landasan setidaknya
mempunyai makna berikut:
1. Landasan adalah sebuah pondasi yang di atas di bangun sebuah
bangunan.
2. Landasan adalah pikiran-pikiran abstrak yang dijadikan titik tolak
atau titik berangkat bagi pelaksanaan suatu kegiatan.
3. Landasan adalah pandangan –pandangan abstrak yang telah teruji , yang
yang dipergunakan sebagai titik tolak dalam menyusun konsep,
pelaksanaan konsep dan evaluasi konsep.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lan.das.an n] (1) alas; bantalan;
paron (alas untuk menempa, terbuat dr besi); (2) lapangan terbang:
pesawat kami mendarat di ~ dng selamat; (3) ki dasar; tumpuan: ~ hukum
negara kita ialah Pancasila dan UUD 45.
Menurut Hornby c.s dalam “The Advance Learner’s Dictionary of Current
English” (Redja Mudyahardjo, 2001:8) mengemukakan definisi landasan
sebagai berikut: “Foundation … that on which an idea or belief rest; an
underlying principle‟s as the foundations of religious belief; the basis
or starting point…”. Jadi menurut Hornby landasan adalah suatu gagasan
atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari,
contohnya seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak.
Dengan demikian landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai
suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau
titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting,
sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung
yang tidak menggunakan landasan atau fundasi yang kuat, maka ketika
diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut akan
mudah rubuh dan rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila
tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan
mudah terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah manusia
(peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri.
Ada empat landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
Landasan Filosofis, landasan Psikologis, landasan Sosiologis dan
landasan Organisatoris.
1. Landasan Filosofis
Filosofis artinya berdasarkan filsafat. Sedangkan Filsafat itu sendiri
berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata “philos“ dan “sophia“.
Philos, artinya cinta yang mendalam, dan sophia adalah kearifan atau
kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah dapat diartikan
sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Filsafat sangat penting
karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang aspek
kurikulum. Untuk itu tiap keputusan harus ada dasarnya. Jadi filsafat
adalah cara berfikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai akar-akarnya
tentang hakikat sesuatu.
Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang
apa yang mereka junjung tinggi. Terdapat berbagai aliran filsafat yang
masing-masing dengan dasar pemikiran sendiri, berikut adalah beberapa
aliran dalam filosofis pendidikan:
a. Aliran Perennialisme
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui
pengetahuan yang abadi, universal dan absolut atau perennial. Kurikulum
yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas subyek atau mata pelajaran
yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti
IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat
mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia,
biologi yang diajarkan, sedangkan yang berkenaan dengan emosi dan
jasmani seperti seni rupa, olah raga sebaiknya dikesampingkan. Pelajaran
yang diberikan termasuk pelajaran yang sulit karena memerlukan
intelegensi tinggi. Kurikulum ini memberi persiapan yang sungguh-sungguh
bagi studi diperguruan tinggi.
b. Aliran Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari dunia
supra-natural dari tuhan. Boleh dikatakan semua agama menganut filsafat
idealisme.filsafat ini umumnya diterapkan disekolah yang berorientasi
religius. Semua siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama, menghadiri
khotbah dan membaca kitab suci. Biasanya disiplin termasuk ketat,
pelangggaran diberi hukuman yang setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari
sekolah.namun pendidikan intelektual juga sangat diutamakan dengan
menetukan satandar mutu yang tinggi.
c. Aliran Realisme
Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui
pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Mutu
kehidupan senantiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tujuan hidup ialah memperbaiki kehidupan
melalui penelitian ilmiah.
d. Aliran Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan
berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarakan
pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif
(sementara) dan dapat berubah. Tugas guru bukan mengajar dalam arti
menyampaikan pengetahuan, melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk
melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah. Pengetahuan yang
diperoleh bukan dengan mempelajari mata pelajaran, melainkan karena
digunakan secara fungsional dalam memecahkan masalah.
e. Aliran Eksistensialisme
Filsafat ini mengutamakan individu sebagai aktor dalam menentukan apa
yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan
ditentukan masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan
menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan
diri, merealisasikan diri. Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme
mendidik anaka aggar menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan
menolak otoritas orang lain. Ia harus bebas berpikir dan mengambil
keputusan sendiri secara bertanggung jawab. Sekolah ini menolak segala
kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dll dari pihak luar. Anak
harus mencari identitasnya sendiri, menentukan standarnya sendiri dan
kurikulumnya sendiri. Dengan sendirinya mereka tidak dipersiapkan untuk
menempuh ujian nasional.
2. Landasan Psikologis
a. Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Implikasi dari perkembangan peserta didik terhadap pengembangan
kurikulum yaitu:
Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat,
minat dan kebutuhannya. Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya
umum (Program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah,
disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga
menyediakan bahan ajar yang nersifat akademik. Bagi anak yang berbakat
dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang
pendidikan selanjutnya. Kurikulum memuat tujuan–tujuan yang mengandung
pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan
keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
b. Psikologi Belajar
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat
dikelompokkan kedalam tiga rumpun yaitu:
1) Teori Daya (Disiplin Mental).
Menurut teori ini sejak kelahirannya (heredities)anak telah memiliki
potensi-potensi atau daya-daya tertentu (Faculties) yang masing-masing
memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir
daya mencurahkan pendapat daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan
daya-daya lainnya. Karena itu pengertian mengajar menurut teori ini
adalah melatih peserta didik dalam daya- daya itu, cara mempelajarinya
pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2) Teori Behavorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu teori Koneksionisme atau
teori Asosiasi, teori Kondisioning, dan teori Reinforcement (Operent
Conditioning), Rumpun teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa
individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu
ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat) Teori
Koneksionisme atau teori Asosiasi adalah kehidupan tunduk kepada hukum
stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya merupakan
hubungan antara stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk
hubungan stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk
hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3) Teori Organismik atau Gestalt
Teori ini mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna
dari pada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian.
Manusia dianggap sebagai mahluk organisme yang melakukan hubungan timbal
balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh
stimulus dan respon.
3. Landasan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala
sosial hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial
atau masyarakat. Di dalam kehidupan kita tidak hidup sendiri, namun
hidup dalam suatu masyarakat. Dalam lingkungan itulah kita memiliki
tugas yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai bakti
kepada masyarakat yang telah memberikan jasanya kepada kita.
Tiap masyarakat memiliki norma dan adat kebiasaan yang harus dipatuhi.
Norma dan adat kebiasaan tersebut memiliki corak nilai yang
berbeda-beda, selain itu masing-masing dari kita juga memiliki latar
belakang kebudayaan yang berbeda. Hal inilah yang menjadi pertimbangan
dalam pengembangan sebuah kurikulum, termasuk perubahan tatanan
masyarakat akibat perkembangan IPTEK. Sehingga masyarakat dijadikan
salah satu asas dalam pengembangan kurikulum.
Ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan
kurikulum dalam masyrakat, antara lain ;
a. Kebutuhan masyarakat
Kebutuhan masyarakat tak pernah tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh
karena itu lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik
yang terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan
masyarakat.
b. Perubahan dan perkembangan masyarakat
Masayarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan
berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat
sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya pendidikan
diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi.
c. Tri pusat pendidikan
Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat pendidikan
dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain itu mass
media, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga dapat
berperan sebagai pusat pendidikan.
4. Landasan Organisatoris
Landasan ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Dalam pengembangan
kurikulum perlu di susun suatu desain yang tepat dan fungsional. Dilihat
dari organisasinya ada tiga tipe bentuk kurikulum:
a. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang
terpisah-pisah(separated subject curriculum)
b. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis di
hubung-hubungkan(Correlated curriculum)
c. Kurikulum yang terdiri dari peleburan semua/ hampir semua mata
pelajaran(integrated curriculum)
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat
landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2)
psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan
teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara
ringkas keempat landasan tersebut.
1. Landasan Filosofis
2. Landasan Psikologis
3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai
suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan.
Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta
didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya
untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai
perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik
formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi
kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus
acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul
manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya,
tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan
mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi,
maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi,
karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya
tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota
masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah
tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para
warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama,
budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga
masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan
perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa
melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta
dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya
mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial –
budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun
global.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang
tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai
masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum
yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk
berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam
mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi
yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam
bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan
kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat
mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.
D. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan
kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan
menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat
menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan
sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh
karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan
sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan
kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan
ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu
pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke
dalam dua kelompok :
1. prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas,
praktis, dan efektivitas;
2. prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan,
prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan
dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan
pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan
pemilihan kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi;
Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara
komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan
evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen
tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan
teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik
(relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan
masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas;
Yaitu dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan
memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan
kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan
latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas;
Yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun
secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan
kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat
kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan
jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi;
Yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat
mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara
optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas;
Yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan
tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan
belajar yang di desain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan
yang berupa proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus
dimiliki. Kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan
arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar.
Kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau
tujuan dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling
berkaitan dan menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di
sebutlah kurikulum sebagai suatu sistem.
Terdapat empat landasan kurikulum yang dapat di jadikan patokan, anatara
lain landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis dan
landasan organisatoris. Selain itu terdapat pula landasan sosial budaya
dan landasan ilmu teknologi.
Pengembangan kurikulum haruslah memperhatikan prinsip-prinsip
kurikulumnya yang terdiri dari tujuh prinsip pengembangan kurikulum
antara lain : relevansi, efektivitas, efisiensi, fleksibilitas,
kontinuitas, objektifitas dan demokrasi.
B. Saran
Kebutuhan pendidikan kini semakin kompleks, begitu puka dengan
kenbutuhan kurikulum yang ada juga semakin berkembang, maka disarankan
agar tiap sekolah atau lembag pendidikan pendidikan menerapkan suatu
sisten kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan sekolahnya,
karena sesuai dengan ketetapan pemerintah kurikulum yang digunakan saat
ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka sudah
selayaknya pihakpengembang kurikulum mengembagkan kurikulum sesuai
dengan potensi daerahnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik,
kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Siregar, Eveline dan Nara, Hartini. 2010. Buku Ajar Teori Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta : UNJ
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan
Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pengertian Kurikullum
A.
Pengertian Kurikulum
Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum maka secara teoritis agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Namun, pemahaman konsep dasar mengenai kurikulum ini tetaplah penting adanya. Berikut ini adalah beberapa pengertian kurikulum ditinjau dari beberapa sudut pandang.
1. Pengertian Kurikulum Secara Etimologis
Webster’s Third New International Dictionary menyebutkan kurikulum berasal dari kata curere dalam bahasa latin Currerre yang berarti :
a. Berlari cepat
b. Tergesa-gesa
c. Menjalani
Currerre dikatabendakan menjadi Curriculum yang berarti :
a. Lari cepat, pacuan, balapan berkereta, berkuda, berkaki
b. Perjalanan, suatu pengalaman tanda berhenti
c. Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan
Menurut satuan pelajaran SPG yang dibuat oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang berarti “jarak yang ditempuh”. Semula dipakai dalam dunia olahraga. Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan.
2. Pengertian Kurikulum Secara Tradisional
Pertengahan abad ke XX pengertian kurikulum berkembang dan dipakai dalam dunia pendidikan yang berarti “sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk kenaikan kelas atau ijazah”. Pengertian ini termasuk juga dalam pandangan klasik, dimana disini lebih ditekankan bahwa kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah yang mencakup pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum.
Pengertian tradisional ini telah diterapkan dalam penyusunan kurikulum seperti kurikulum SD dengan nama “Rencana Pelajaran Sekolah Rakyat” tahun 1927 sampai pada tahun 1964 yang isinya sejumlah mata pelajaran yang diberikan pada kelas I s.d. kelas VI.
3. Pengertian Kurikulum Secara Modern
Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.
Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”.
Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum ditinjau dari pandangan modern merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.
4. Pengertian Kurikulum Dari Berbagai Ahli
George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”.
Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
a. Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
b. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang di dalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
c. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
d. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian :
a. kurikulum sebagai ide;
b. kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum;
c. kurikulum menurut persepsi pengajar;
d. kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;
e. kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan
f. kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam implementasi kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. Peningkatan iman dan takwa;
b. Peningkatan akhlak mulia;
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. Tuntutan dunia kerja;
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. Agama;
i. Dinamika perkembangan global;
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan.
B. Kurikulum Sebagai Suatu Sistem
Beberapa pandangan ahli mengenai Sistem :
Menurut Ludwig Von Bartalanfy, “Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.”
Menurut Anatol Raporot, “Sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain.”
Menurut L. Ackof, “Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya”.
Dari ketiga pendapat di atas, satu makna yang bisa di ambil, yaitu komponen yang mempunyai fungsi masing-masing. Seperti yang kita tahu, kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau tujuan dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di sebutlah kurikulum sebagai suatu system.
Ada beberapa ahli mengemukakan tentang komponen-komponen yang ada di dalam kurikulum, yakni :
1. Herrick (1950 dalam Taba, 1962:425), mengemukakan 4 elemen kurikulum, yakni Tujuan, Mata pelajaran, Metode dan Organisasi, dan evaluasi.
2. Zais (1976:295) mengatakan empat komponen dasar kurikulum, antara lain (1) aims, goals, and objective, (2) content, (3) Learning activities, (4) evaluations
3. Nana Sy. Sukmadinata (1988:110) mengemukakan empat komponen kurikulum, yaitu tujuan, isi atau materi, proses atau system penyampaian, serta evaluasi
C. Landasan Kurikulum
Dalam buku ajar Teori Belajar dan Pembelajaran, Landasan setidaknya mempunyai makna berikut:
1. Landasan adalah sebuah pondasi yang di atas di bangun sebuah bangunan.
2. Landasan adalah pikiran-pikiran abstrak yang dijadikan titik tolak atau titik berangkat bagi pelaksanaan suatu kegiatan.
3. Landasan adalah pandangan –pandangan abstrak yang telah teruji , yang yang dipergunakan sebagai titik tolak dalam menyusun konsep, pelaksanaan konsep dan evaluasi konsep.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lan.das.an n] (1) alas; bantalan; paron (alas untuk menempa, terbuat dr besi); (2) lapangan terbang: pesawat kami mendarat di ~ dng selamat; (3) ki dasar; tumpuan: ~ hukum negara kita ialah Pancasila dan UUD 45.
Menurut Hornby c.s dalam “The Advance Learner’s Dictionary of Current English” (Redja Mudyahardjo, 2001:8) mengemukakan definisi landasan sebagai berikut: “Foundation … that on which an idea or belief rest; an underlying principle‟s as the foundations of religious belief; the basis or starting point…”. Jadi menurut Hornby landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, contohnya seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak.
Dengan demikian landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak menggunakan landasan atau fundasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut akan mudah rubuh dan rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri.
Ada empat landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu : Landasan Filosofis, landasan Psikologis, landasan Sosiologis dan landasan Organisatoris.
1. Landasan Filosofis
Filosofis artinya berdasarkan filsafat. Sedangkan Filsafat itu sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata “philos“ dan “sophia“. Philos, artinya cinta yang mendalam, dan sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Filsafat sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang aspek kurikulum. Untuk itu tiap keputusan harus ada dasarnya. Jadi filsafat adalah cara berfikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai akar-akarnya tentang hakikat sesuatu.
Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi. Terdapat berbagai aliran filsafat yang masing-masing dengan dasar pemikiran sendiri, berikut adalah beberapa aliran dalam filosofis pendidikan:
a. Aliran Perennialisme
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang abadi, universal dan absolut atau perennial. Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas subyek atau mata pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia, biologi yang diajarkan, sedangkan yang berkenaan dengan emosi dan jasmani seperti seni rupa, olah raga sebaiknya dikesampingkan. Pelajaran yang diberikan termasuk pelajaran yang sulit karena memerlukan intelegensi tinggi. Kurikulum ini memberi persiapan yang sungguh-sungguh bagi studi diperguruan tinggi.
b. Aliran Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari dunia supra-natural dari tuhan. Boleh dikatakan semua agama menganut filsafat idealisme.filsafat ini umumnya diterapkan disekolah yang berorientasi religius. Semua siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama, menghadiri khotbah dan membaca kitab suci. Biasanya disiplin termasuk ketat, pelangggaran diberi hukuman yang setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari sekolah.namun pendidikan intelektual juga sangat diutamakan dengan menetukan satandar mutu yang tinggi.
c. Aliran Realisme
Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah.
d. Aliran Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarakan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif (sementara) dan dapat berubah. Tugas guru bukan mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah. Pengetahuan yang diperoleh bukan dengan mempelajari mata pelajaran, melainkan karena digunakan secara fungsional dalam memecahkan masalah.
e. Aliran Eksistensialisme
Filsafat ini mengutamakan individu sebagai aktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri. Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme mendidik anaka aggar menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. Ia harus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggung jawab. Sekolah ini menolak segala kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dll dari pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan standarnya sendiri dan kurikulumnya sendiri. Dengan sendirinya mereka tidak dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional.
2. Landasan Psikologis
a. Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Implikasi dari perkembangan peserta didik terhadap pengembangan kurikulum yaitu:
Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya. Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (Program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak. Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang nersifat akademik. Bagi anak yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan selanjutnya. Kurikulum memuat tujuan–tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
b. Psikologi Belajar
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga rumpun yaitu:
1) Teori Daya (Disiplin Mental).
Menurut teori ini sejak kelahirannya (heredities)anak telah memiliki potensi-potensi atau daya-daya tertentu (Faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir daya mencurahkan pendapat daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Karena itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya- daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2) Teori Behavorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu teori Koneksionisme atau teori Asosiasi, teori Kondisioning, dan teori Reinforcement (Operent Conditioning), Rumpun teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat) Teori Koneksionisme atau teori Asosiasi adalah kehidupan tunduk kepada hukum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya merupakan hubungan antara stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3) Teori Organismik atau Gestalt
Teori ini mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna dari pada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai mahluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.
3. Landasan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala sosial hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau masyarakat. Di dalam kehidupan kita tidak hidup sendiri, namun hidup dalam suatu masyarakat. Dalam lingkungan itulah kita memiliki tugas yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai bakti kepada masyarakat yang telah memberikan jasanya kepada kita.
Tiap masyarakat memiliki norma dan adat kebiasaan yang harus dipatuhi. Norma dan adat kebiasaan tersebut memiliki corak nilai yang berbeda-beda, selain itu masing-masing dari kita juga memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Hal inilah yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan sebuah kurikulum, termasuk perubahan tatanan masyarakat akibat perkembangan IPTEK. Sehingga masyarakat dijadikan salah satu asas dalam pengembangan kurikulum.
Ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan kurikulum dalam masyrakat, antara lain ;
a. Kebutuhan masyarakat
Kebutuhan masyarakat tak pernah tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh karena itu lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik yang terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat.
b. Perubahan dan perkembangan masyarakat
Masayarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya pendidikan diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi.
c. Tri pusat pendidikan
Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat pendidikan dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain itu mass media, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga dapat berperan sebagai pusat pendidikan.
4. Landasan Organisatoris
Landasan ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum perlu di susun suatu desain yang tepat dan fungsional. Dilihat dari organisasinya ada tiga tipe bentuk kurikulum:
a. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah(separated subject curriculum)
b. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis di hubung-hubungkan(Correlated curriculum)
c. Kurikulum yang terdiri dari peleburan semua/ hampir semua mata pelajaran(integrated curriculum)
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1. Landasan Filosofis
2. Landasan Psikologis
3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
D. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok :
1. prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;
2. prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi;
Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas;
Yaitu dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas;
Yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi;
Yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas;
Yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang di desain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang berupa proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar.
Kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau tujuan dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di sebutlah kurikulum sebagai suatu sistem.
Terdapat empat landasan kurikulum yang dapat di jadikan patokan, anatara lain landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis dan landasan organisatoris. Selain itu terdapat pula landasan sosial budaya dan landasan ilmu teknologi.
Pengembangan kurikulum haruslah memperhatikan prinsip-prinsip kurikulumnya yang terdiri dari tujuh prinsip pengembangan kurikulum antara lain : relevansi, efektivitas, efisiensi, fleksibilitas, kontinuitas, objektifitas dan demokrasi.
B. Saran
Kebutuhan pendidikan kini semakin kompleks, begitu puka dengan kenbutuhan kurikulum yang ada juga semakin berkembang, maka disarankan agar tiap sekolah atau lembag pendidikan pendidikan menerapkan suatu sisten kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan sekolahnya, karena sesuai dengan ketetapan pemerintah kurikulum yang digunakan saat ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka sudah selayaknya pihakpengembang kurikulum mengembagkan kurikulum sesuai dengan potensi daerahnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Siregar, Eveline dan Nara, Hartini. 2010. Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : UNJ
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum maka secara teoritis agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Namun, pemahaman konsep dasar mengenai kurikulum ini tetaplah penting adanya. Berikut ini adalah beberapa pengertian kurikulum ditinjau dari beberapa sudut pandang.
1. Pengertian Kurikulum Secara Etimologis
Webster’s Third New International Dictionary menyebutkan kurikulum berasal dari kata curere dalam bahasa latin Currerre yang berarti :
a. Berlari cepat
b. Tergesa-gesa
c. Menjalani
Currerre dikatabendakan menjadi Curriculum yang berarti :
a. Lari cepat, pacuan, balapan berkereta, berkuda, berkaki
b. Perjalanan, suatu pengalaman tanda berhenti
c. Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan
Menurut satuan pelajaran SPG yang dibuat oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang berarti “jarak yang ditempuh”. Semula dipakai dalam dunia olahraga. Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan.
2. Pengertian Kurikulum Secara Tradisional
Pertengahan abad ke XX pengertian kurikulum berkembang dan dipakai dalam dunia pendidikan yang berarti “sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk kenaikan kelas atau ijazah”. Pengertian ini termasuk juga dalam pandangan klasik, dimana disini lebih ditekankan bahwa kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah yang mencakup pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum.
Pengertian tradisional ini telah diterapkan dalam penyusunan kurikulum seperti kurikulum SD dengan nama “Rencana Pelajaran Sekolah Rakyat” tahun 1927 sampai pada tahun 1964 yang isinya sejumlah mata pelajaran yang diberikan pada kelas I s.d. kelas VI.
3. Pengertian Kurikulum Secara Modern
Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.
Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”.
Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum ditinjau dari pandangan modern merupakan suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.
4. Pengertian Kurikulum Dari Berbagai Ahli
George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”.
Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
a. Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
b. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang di dalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
c. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
d. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian :
a. kurikulum sebagai ide;
b. kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum;
c. kurikulum menurut persepsi pengajar;
d. kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas;
e. kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan
f. kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam implementasi kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. Peningkatan iman dan takwa;
b. Peningkatan akhlak mulia;
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. Tuntutan dunia kerja;
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. Agama;
i. Dinamika perkembangan global;
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan.
B. Kurikulum Sebagai Suatu Sistem
Beberapa pandangan ahli mengenai Sistem :
Menurut Ludwig Von Bartalanfy, “Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.”
Menurut Anatol Raporot, “Sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain.”
Menurut L. Ackof, “Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya”.
Dari ketiga pendapat di atas, satu makna yang bisa di ambil, yaitu komponen yang mempunyai fungsi masing-masing. Seperti yang kita tahu, kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau tujuan dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di sebutlah kurikulum sebagai suatu system.
Ada beberapa ahli mengemukakan tentang komponen-komponen yang ada di dalam kurikulum, yakni :
1. Herrick (1950 dalam Taba, 1962:425), mengemukakan 4 elemen kurikulum, yakni Tujuan, Mata pelajaran, Metode dan Organisasi, dan evaluasi.
2. Zais (1976:295) mengatakan empat komponen dasar kurikulum, antara lain (1) aims, goals, and objective, (2) content, (3) Learning activities, (4) evaluations
3. Nana Sy. Sukmadinata (1988:110) mengemukakan empat komponen kurikulum, yaitu tujuan, isi atau materi, proses atau system penyampaian, serta evaluasi
C. Landasan Kurikulum
Dalam buku ajar Teori Belajar dan Pembelajaran, Landasan setidaknya mempunyai makna berikut:
1. Landasan adalah sebuah pondasi yang di atas di bangun sebuah bangunan.
2. Landasan adalah pikiran-pikiran abstrak yang dijadikan titik tolak atau titik berangkat bagi pelaksanaan suatu kegiatan.
3. Landasan adalah pandangan –pandangan abstrak yang telah teruji , yang yang dipergunakan sebagai titik tolak dalam menyusun konsep, pelaksanaan konsep dan evaluasi konsep.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lan.das.an n] (1) alas; bantalan; paron (alas untuk menempa, terbuat dr besi); (2) lapangan terbang: pesawat kami mendarat di ~ dng selamat; (3) ki dasar; tumpuan: ~ hukum negara kita ialah Pancasila dan UUD 45.
Menurut Hornby c.s dalam “The Advance Learner’s Dictionary of Current English” (Redja Mudyahardjo, 2001:8) mengemukakan definisi landasan sebagai berikut: “Foundation … that on which an idea or belief rest; an underlying principle‟s as the foundations of religious belief; the basis or starting point…”. Jadi menurut Hornby landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, contohnya seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak.
Dengan demikian landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak menggunakan landasan atau fundasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut akan mudah rubuh dan rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri.
Ada empat landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu : Landasan Filosofis, landasan Psikologis, landasan Sosiologis dan landasan Organisatoris.
1. Landasan Filosofis
Filosofis artinya berdasarkan filsafat. Sedangkan Filsafat itu sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata “philos“ dan “sophia“. Philos, artinya cinta yang mendalam, dan sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Filsafat sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang aspek kurikulum. Untuk itu tiap keputusan harus ada dasarnya. Jadi filsafat adalah cara berfikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai akar-akarnya tentang hakikat sesuatu.
Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi. Terdapat berbagai aliran filsafat yang masing-masing dengan dasar pemikiran sendiri, berikut adalah beberapa aliran dalam filosofis pendidikan:
a. Aliran Perennialisme
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang abadi, universal dan absolut atau perennial. Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas subyek atau mata pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia, biologi yang diajarkan, sedangkan yang berkenaan dengan emosi dan jasmani seperti seni rupa, olah raga sebaiknya dikesampingkan. Pelajaran yang diberikan termasuk pelajaran yang sulit karena memerlukan intelegensi tinggi. Kurikulum ini memberi persiapan yang sungguh-sungguh bagi studi diperguruan tinggi.
b. Aliran Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari dunia supra-natural dari tuhan. Boleh dikatakan semua agama menganut filsafat idealisme.filsafat ini umumnya diterapkan disekolah yang berorientasi religius. Semua siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama, menghadiri khotbah dan membaca kitab suci. Biasanya disiplin termasuk ketat, pelangggaran diberi hukuman yang setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari sekolah.namun pendidikan intelektual juga sangat diutamakan dengan menetukan satandar mutu yang tinggi.
c. Aliran Realisme
Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah.
d. Aliran Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarakan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif (sementara) dan dapat berubah. Tugas guru bukan mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah. Pengetahuan yang diperoleh bukan dengan mempelajari mata pelajaran, melainkan karena digunakan secara fungsional dalam memecahkan masalah.
e. Aliran Eksistensialisme
Filsafat ini mengutamakan individu sebagai aktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri. Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme mendidik anaka aggar menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. Ia harus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggung jawab. Sekolah ini menolak segala kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dll dari pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan standarnya sendiri dan kurikulumnya sendiri. Dengan sendirinya mereka tidak dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional.
2. Landasan Psikologis
a. Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Implikasi dari perkembangan peserta didik terhadap pengembangan kurikulum yaitu:
Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya. Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (Program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak. Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang nersifat akademik. Bagi anak yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan selanjutnya. Kurikulum memuat tujuan–tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
b. Psikologi Belajar
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga rumpun yaitu:
1) Teori Daya (Disiplin Mental).
Menurut teori ini sejak kelahirannya (heredities)anak telah memiliki potensi-potensi atau daya-daya tertentu (Faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir daya mencurahkan pendapat daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Karena itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya- daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2) Teori Behavorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu teori Koneksionisme atau teori Asosiasi, teori Kondisioning, dan teori Reinforcement (Operent Conditioning), Rumpun teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat) Teori Koneksionisme atau teori Asosiasi adalah kehidupan tunduk kepada hukum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya merupakan hubungan antara stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3) Teori Organismik atau Gestalt
Teori ini mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna dari pada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai mahluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.
3. Landasan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala sosial hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau masyarakat. Di dalam kehidupan kita tidak hidup sendiri, namun hidup dalam suatu masyarakat. Dalam lingkungan itulah kita memiliki tugas yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai bakti kepada masyarakat yang telah memberikan jasanya kepada kita.
Tiap masyarakat memiliki norma dan adat kebiasaan yang harus dipatuhi. Norma dan adat kebiasaan tersebut memiliki corak nilai yang berbeda-beda, selain itu masing-masing dari kita juga memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Hal inilah yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan sebuah kurikulum, termasuk perubahan tatanan masyarakat akibat perkembangan IPTEK. Sehingga masyarakat dijadikan salah satu asas dalam pengembangan kurikulum.
Ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan kurikulum dalam masyrakat, antara lain ;
a. Kebutuhan masyarakat
Kebutuhan masyarakat tak pernah tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh karena itu lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik yang terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat.
b. Perubahan dan perkembangan masyarakat
Masayarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya pendidikan diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi.
c. Tri pusat pendidikan
Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat pendidikan dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain itu mass media, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga dapat berperan sebagai pusat pendidikan.
4. Landasan Organisatoris
Landasan ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum perlu di susun suatu desain yang tepat dan fungsional. Dilihat dari organisasinya ada tiga tipe bentuk kurikulum:
a. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah(separated subject curriculum)
b. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis di hubung-hubungkan(Correlated curriculum)
c. Kurikulum yang terdiri dari peleburan semua/ hampir semua mata pelajaran(integrated curriculum)
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1. Landasan Filosofis
2. Landasan Psikologis
3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
D. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok :
1. prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;
2. prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi;
Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas;
Yaitu dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas;
Yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi;
Yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas;
Yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang di desain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang berupa proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar.
Kurikulum mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tujuan utama atau tujuan dari kurikulum tersebut. Karena komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan menunjang untuk mencapai tujuan dari kurikulum maka di sebutlah kurikulum sebagai suatu sistem.
Terdapat empat landasan kurikulum yang dapat di jadikan patokan, anatara lain landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis dan landasan organisatoris. Selain itu terdapat pula landasan sosial budaya dan landasan ilmu teknologi.
Pengembangan kurikulum haruslah memperhatikan prinsip-prinsip kurikulumnya yang terdiri dari tujuh prinsip pengembangan kurikulum antara lain : relevansi, efektivitas, efisiensi, fleksibilitas, kontinuitas, objektifitas dan demokrasi.
B. Saran
Kebutuhan pendidikan kini semakin kompleks, begitu puka dengan kenbutuhan kurikulum yang ada juga semakin berkembang, maka disarankan agar tiap sekolah atau lembag pendidikan pendidikan menerapkan suatu sisten kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan sekolahnya, karena sesuai dengan ketetapan pemerintah kurikulum yang digunakan saat ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka sudah selayaknya pihakpengembang kurikulum mengembagkan kurikulum sesuai dengan potensi daerahnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Siregar, Eveline dan Nara, Hartini. 2010. Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : UNJ
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar