Pages

Oktober 19, 2013

MAKALAH PERANAN KI GEDE SEBAYU SEBAGAI PENDIRI PEMERINTAHAN DI KABUPATEN TEGALTAHUN 1585- 1625


BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penulisan sejaran tidak dapat dilepaskan dari salah satu pokok yang sangat penting yaitu politik dalam hal ini adalah pemerintahan. Polotik sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “polis” yang berarti kota atau Negara kota. Dari kata polis timbul istilah-istilah seperti polite yang artinya warga Negara, politicos artinya kewarganegaraan dan politike tachen artinya kemahiran dalam berpolitik. Dengan demikian politik dapat diartikan sebagaiinteraksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. (Ramlan Subakti,1999:1). Sedangkan menurut F. Isjwara, (1995 : 42) politik ialah salah satu perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau sebagai tekhnik menjalankan kekuasaan-kekuasaan”.Menurut Kartini Kartono (1996:64) bahwa politik dapat diartikan sebagai aktivitas perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang sah berlaku di tengah masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa politik adalah suatu proses interaksi antara warga negara dan pemerintah dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan di kota maupun negara tertentu.
Kekayaan sejarah sebuah kota atau daerah terlihat dari jejak peninggalan atau yang disebut cultural heritage dan living cultural yang tersisa dan hidup di daerah tersebut. Keduanya merupakan warisan peradaban manusia.Demikian halnya dengan daerah Tegal, wilayah yang kaya akan jejak peninggalan sejarah sebagai penanda bahwa Tegal sebagai tlatah daerah tak dapat dilepaskan dari keterkaitan garis sejarah hingga membentuk daerah ini. Di Kabupaten Tegal terdapat tokoh masyarakat yang merupakan pelopor pemerintahan, beliau adalah Ki Gede Sebayu. Tegalsendiri berasal dari kata Tegalan, yang berarti tanah subur dengan penghasilan dalam bidang pertanian yang melimpah (Dekdikbud Kabupaten Tegal, 1984). Sedangkan pendapat lain meyatakan bahwa nama Tegal berasal dari kata Tetegual. Sebutan yang diberikan oleh seorang pedangang asal portugis yaitu Tome Pires yang sempat singgah di Kabupaten Tegal pada tahun 1500 (Suputro,1955).
Identitas dari Kabupaten Tegal dipelopori oleh semangat dari Ki Gede Sebayu dalam membangun tlatah tegal. Sebagaimana dipaparkan dalam buku silsilah raja Tanah Jawa. Ki Gede Sebayu merupakan anak dari bangsawan yang bernama Ki Gede Tepus Rumput merupakan keturunan Bathara Katong Adipati Ponorogo. Kabupaten Tegal terletak sebelah pesisir utara bagian Barat Pulau Jawa. Secara geografis Kabupaten Tegal terletak diantara 108°57’6” s.d 109°21’30" garis bujur timur dan 6°50’41" s.d 7°15’30" Garis Lintang Selatan, Posisi Kabupaten Tegal berbatasan dengan Kabupaten Brebes (sebelah Barat), Laut Jawa dan Kota Tegal (sebelah Utara), Kabupaten Pemalang (sebelah Timur) dan Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas (sebelah Selatan)

1.2 Penegasan Judul
Dalam makalah kali ini penulis memilih judul “Peranan Ki Gede Sebayu Sebagai Pendiri Pemerintahan di Kabupaten Tegal Tahun 1585 – 1625”. Karena penulis ingin mengetahui mengenai sejarah dari pemerintahan di Kabupaten Tegal, terutama pada masa pemerintahan Ki Gede Sebayu yang merupakan pelopor dalam pendirian pemerintahan di Kabupaten Tegal pada tahun 1585 – 1625.

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada rincian yang telah dikemukakan sebelumnya, yang menjadi pokok penulisan pada makalah kali ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah sejarah dari perjalanan pemerintahan Ki Gede Sebayu?
2.      Bagaimanakah keadaan masyarakat setempat selama masa pemerintahan Ki Gede Sebayu ?
1.4 Tujuan
Penelitian  ini bertujuan untuk :
1.      Untuk mengetahui tentang sejarah dari pemerintahan Ki Gede Sebayu.
2.       Untuk menngetahui dan memahami keadaan masyarakat pada masa pemerintahan Ki Gede Sebayu.
1.5 Manfaat
1.      Memberikan pengetahuan baru bagi penulis tentang peranan dari Ki Gede Sebayu dalam mendirikan pemerintahan di Kabupeten Tegal.
2.      Memberikan pengetahuan baru bagi para pembaca tentang peranan dari Ki Gede Sebayu dalam mendirikan pemerintahan di Kabupeten Tegal.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah tlatah Kabupaten Tegal tidak dapat dilepaskan dari ketokohan Kigede sebayu. Namanya dikaitkan dengan trah Majapahit, karena sang ayah Ki Gede Tepus Rumput (Pangeran Onje) adalah keturunan dari Batara Katong Adipati Ponorogo yang masih memiliki kaitan dengan keturunan dinasti Majapahit (Sugeng Priyadi, 2002).
Kabupaten Tegal, Wilayah yang kaya akan jejak peninggalan kesejarahan sebagai penanda bahwa Kabupaten Tegal sebagai tlatah kawasan tak dapat dilepaskan dari keterkaitan garis sejarah hingga membentuk kawasan sekarang ini.
Penekanan pada bidang pertanian misalnya, tak dapat dilepaskan dari kondisi wilayah dan akar kesejarahan tlatah Kabupaten Tegal yang mengembangkan kapasitasnya selaku wilayah agraris. Tradisi keagrarisan dimulai dari ketokoan Ki Gede Sebayu juru demung trah Pajang. Bahkan kalau dirunut keagrarisan itu dimulai semenjak Mataram Kuno.Kesaksian ini diperkuat denga ditemukannya artefak kuno dan candi di Pedagangan. Ditambah tlatah Tegal kerapkali dikaitkan dengan kerajaan Pajang dan Mataram Islam yang cenderung kekuasaan dengan basis pada agraris ( De Graaf, 1986).
Secara historis dijelaskan bahwa eksistensi dari Kabupaten Tegal ini tidak dapat dilepaskan dari peran Ki Gede Sebayu. Bangsawan ini adalah saudara dari Raden Benowo yang pernah pergi kearah barat sampai ti tepi sungai Gung. Melihat kesuburan tanahnya, Ki Gede Sebayu Tergugah dan berniat bersama-sama penduduk meningkatkan hasil pertanian dengan memperluas lahan serta membuat saluran pengairan. Kemudian daerah tersebut dinamakan Tegal.Selain berhasil memajukan pertanian, dia juga merupakan ahli agama yang telah membimbing warga masyarakat dalam menanamkan rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian atas jasa-jasa Ki Gede Sebayu dalam membangun tlatah Tegal, oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng Panembahan Senopati Sayyidin Penata Gama Ratu Bimantoro di negeri Mataram diangkat menjadi Juru Demang setarap dengan Tumenggung di Kadipaten Tegal pada Rabu Kliwon tanggal 18 Mei 1601 Masehi atau tanggal 12 Robiul Awal 1010 Hijriyah atau 1524 Caka.(Soejiptoni, 2007).
Dari berbagai pendapat atau teori yang telah di temukan, dapat disimpulkan bahwa pendapat atau teori yang paling relevan dalam pembuatan karya tulis ini adalah pendapat dari Soejipto dalam bukunua yang berjudul Ki Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan Tegal tahun 1585-1625. Karena dalam buku ini pemaparan materi dari tema yang dibutuhkan lebih mendalam dibandingkan dengan pendapat atau teori yang lainnya.


BAB III METODE PENELITIAN
Dalam makalah ini membahas mengenai penelitian sejarah khususnya sejarah lokal, maka metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah. Menurut Louis Gottschalk metode penelitian adalah  proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan data yang diperoleh yang disebut dengan proses historiografi. Dengan menggunakan metode sejarah dan historiografi yang sering dipersatukan dengan nama metode sejarah (Nungroho Notosusanto, penterjemah. 1975:32).
Adapun langkah-langkah dalam metode sejarah diantaranya adalah Pertama Heuristik yang berarti mencari atau menemukan jejak-jejak sejarah (G.J. Reiner dalam karya I Gede Widja, 1988:19). Pada makalah penelitian kali ini sumber-suber yang digunakan adalah mengambil dari sumber tertulis berupa  buku-buku sejarah mengenai tema yang bersangkuatan dan dari web site sebagai materi penunjang, diantaranya adalah Ki Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan Tegal tahun 1585-1625, web site Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal, web site Pemerintah Kabupaten Tegal, Pengantar Ilmu Sejarah dll.
 Setelah sumber-sumber berhasil ditemukan, maka langkah kedua adalah Kritik Sejarah atau analisis sejarah adalah menilai, menguji, atau menyeleksi sumber/jejak yang benar dalam arti benar-benar diperlukan, benar-benar asli (autentik) serta benar-benar mengandung informasi yang relefan dengan subjek atau cerita sejarah yang hendak disusun. Ini menyangkut pada kredibilitas dari sumber atau jejak tersebut (Louis Gottschalk,1975:80-177 dan IG Widja, 1988:21). Dalam langkah ini terdapat dua kritik sejarah yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern terutama bertujuan menjawab tiga pertanyaan pokok yang menyangkut sumber/jejak sejarah yang dibutuhkan. Sedangkan kritik intern dilaksanakan sesudah kritik ekstern, kritik ini harus membuktikana bahwa kesaksian yang harus diberikan oleh suatu sumber itu memang dapat dipercaya. Sebelumnya sumber yang digunakan dalam pembuatan tugas karya tulis ini adalah sumber sekunder yang diperoleh dari buku-buku sejarah dan artikel dari web site. Pada langkah kritik sumber disini penulis meneliti dari berbagai sumber yang diperoleh yaittu dari sumber buku karya Soetjiptoni yang berjudul Ki Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan Tegal tahun 1585-1625pada tahun 1601 Masehi atau 1523 Caka Ki Gede Sebayu oleh utusan Panembahan Seopati dari Mataram diangkat menjadi Juru Demung atau penguasa lokal Tlatah Tegal. Dengan jabatan sebagai Juru Demung (Temenggung) Ki Gede Sebayu mulai mengatur wilayah dan rakyatnya. Sejak saat itulah di wilayah Tlatah Tegal telah berjalan sistem pemerintahan lokal yang pertama kali di bawah bendera Mataram. Komunitas masyarakat yang dulu terpisah-pisah dan tidak beraturan sekarang mulai mengkerucut  ke dalam sistem, dan struktural pemerintahan yang terpusat dibawah pimpinan Ki Gede Sebayu.” dan beberapa web site penunjang seperti web site Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal  pada tahun 1601 M atau 1523 Caka , Ingkang Sinuwun Kanjeng Panembahan Senopati Mataram mengangkat Ki Gede Sebayu sebagai Juru Demung (Penguasa Lokal di Tlatah Tegal) dengan pangkat Tumenggung setingkat Bupati.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumber yang diperoleh mengandung informasi yang relefan dengan subjek atau cerita sejarah yang akan disusun.
            Selanjutnya adalah langkah Interpretasi, merupakan langkah menarik kesimpulan dari jejak/sumber sejarah yang telah diuji kebenarannya dengan kritik sejarah. Dan proses menafsirkan fakta-fakta sejarah serta penyusunannya menjadi suatu kisah sejarah yang integral menyangkut proses seleksi sejarah. Tidak semua fakta dapat dimasukan tetapi dipilih mana yang relevan (Sugianto 2009:42). Pada langkah ini peneliti melakukan subjektifitas yang dituntut objektif.
            Terakhir adalah langkah Historiografi, merupakan kegiatan untuk menyusun hasil interpretasi fakta-fakta sejarah yang ditulis menjadi sebuah kisah yang selaras dan dapat dipertanggung jawabkan. Setelah menemukan sumber-sumber sejarah yang dibutuhkan, kemudian melakukan kritik sumber pada sumber yang diperoleh dan menginterpretasikan sumber sejarah yang diperoleh dan terakhir melakukan kegiatan menyusun dari fakta-fakta sejarah dan di imlementasikan dalam sebuah karya tulis.


BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Perjalanan Pemerintahan Ki Gede Sebayu
4.1.1 Perjalanan Ki Gede Sebayu ke Tlatah Tegal
Pada saat Kesultanan Pajang dipegang oleh Aryo Pangiri, Kesultanan Pajang porak-poranda. Raden Aryo Pangiri bertindak sewenang-wenang dan tidak bijaksana. Akibatnya dimana-mana timbul banyak kerusuhan, maling, rampok, dan pemerkosaan.Pangeran Benowo, sebagai Adipati Jipang hatinya sangat prihatin. Dia memberitahu Senopati Mataram tentang keadaan Pajang. Senopati Mataram yang mendengar keadaan di Pajang langsung ingin segera mengambil alih kekuasaan negeri pajang dari tangan Aryo Pangiri. “Panembahan Senopati memerintahkan Pangeran Benowo mengirimkan pasukan ke Pajang.” Pagi hari di desa Weru Leladan Gunung Kidul. Prajurit kedua pasukan bersorak meneriakkan kata-kata perang. Ki Gede Sebayu dan pengikutnya tampak bergabung dengan pasukan Mataram.Akhirnya prajurit Mataram dan Jipang menyerang Pajang. Prajurit Pajang mulai terdesak mundur.  Panembahan Senopati, Pangeran Benowo, Ki Juru Martani dan Ki Gede Sebayu maju memasuki Kraton Pajang. Aryo Pangiri akhirnya menyerah dan meminta ampun atas perbuatannya dan akhirnya negeri Pajang hidup tentram dan damai lagi.
Setelah membantu Senopati Mataram dan Pangeran Benowo menggulingkan Aryo Pangiri (tahun 1587) Ki Gede Sebayu dan pengikutnya kembali ke Sedayu dengan keluarganya. Ki Gede Sebayu memutuskan tidak kembali ke Pajang, tetapi berniat melakukan perjalanan ke arah barat meninggalkan tlatah Mataram. Rencana tersebut tercium oleh para pengikut Ki Gede Sebayu. Mereka bertekad mengikuti langkah Ki Gede Sebayu ke arah barat. Perjalanan Ki Gede Sebayu dan rombongannya melalui jalan-jalan yang sulit berupa hutan belukar, sungai, jurang dan tebing yang melelahkan. Ki Sura Laweyan dan Ki Jaga Sura pengikut setia Ki Gede Sebayu berada paling depan mengawal perjalanan.
Beberapa hari kemudian rombongan sampai di desa Taji wilayah Bagelan. Mereka disambut oleh Ki Gede Karang Lo dan beristirahat di padepokannya.Ki Gede Karang Lo mengingatkan bahwa dipesisir tlatah Tegal ada sesepuh bernama Ki Gede Wonokusuma, yang masih keturunan Panembahan Panggung (Pangeran Drajat). Ki Gede Wonokusuma merupakan tokoh ulama yang waskita dan bijaksana, serta mempunyai pengaruh di masyarakat sekitarnya. Keesokan harinya mereka meninggalkan padepokan Ki Gede Karang Lo menuju wilayah barat Banyumas, Kadipaten Purbalingga. Ki Gede Sebayu dan rombongannya meneruskan perjalanan memasuki Hutan Gunung Kendeng yang terkenal ganas. Di hutan itu masih banyak dihuni binatang buas dan pohon-pohon besar, tetapi pada akhirnya mereka bisa sampai di desa Pelawangan dengan selamat. Dari desa Pelawangan, mereka menyisir pantai utara ke arah barat hingga di tepi kali Gung. Ki Gede Wonokusuma dengan ramah menerima kedatangan mereka.

4.1.2 Pembangunan Tlatah Tegal
Ki Gede Sebayu menceritakan kedatangannya pada Ki Gede Wonokusuma. Kedatangan Ki Gede Sebayu dengan maksud “Mbabat Alas” membangun masyarakat Tlatah Tegal disambut gembira. Kemudian atas ijin Ki Gede Wonokusuma, Ki Gede Sebayu mulai mengatur penempatan para pengikutnya sesuai keterampilan dan keahliannya. Rombongan yang memiliki keahlian di bidang kerajinan dan pertukangan ditempatkan di pusat perniagaan dan perdagangan. Sedangkan mereka yang ahli pertanian ditempatkan di daerah pertanian. Ki Gede Sebayu sendiri bersama keluarga dan beberapa ahli keemasan serta tenun menganti  benang tinggal di Dukuh Menganti (Dukuh Karangmangu) Desa Kalisoka Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.
Pembangunan Tlatah Tegal dimulai. Para pengikut Ki Gede Sebayu bekerja membabat ilalang, semak belukar, menebangi pohon besar, meratakan gundukan tanah.Beberapa tahun kemudian tampak kemajuan di segala bidang yang dirasakan oleh masyarakat sekitarnya. Para petani tidak susah lagi memperoleh alat-alat pertanian dengan adanya hasil kerajinan pandai besi. Peningkatan taraf hidup masyarakat mulai dirasakan, rumah penduduk dibangun dan diperbaiki secara gotong-royong, mengolah tanah, membuat jalan desa, serta mengatur keamanan bersama.
Disamping melaksanakan pembangunan fisik, Ki Gede Sebayu juga mengutamakan pembangunan rohani. Diantaranya dengan membangun masjid dan pondok pesantren di Dukuh Pesantren sebagai tempat kegiatan agama masyarakat sekitar.

      4.1.3 Pembangunan Bendungan Kali Gung
Pada suatu ketika terjadi musim kemarau panjang di daerah Tegal. Sawah dan tegalan penduduk banyak yang mengalami kekeringan. Hasil panen petani dipastikan gagal. Selama ini masyarakat petani di wilayah itu masih  mengandalkan hujan sebagai usaha pengairan sawahnya (tadah hujan / tegalan). Keadaan ini membuat Ki Gede Sebayu prihatin. Dia berpikir untuk mencoba membudidayakan pertanian basah (persawahan irigasi). Untuk membudidayakan pertanian basah Ki Gede Sebayu berencana membuat bendungan. Ki Gede Sebayu disertai dua orang pengikutnya yang setia  Ki Jaga Sura dan Ki Sura Laweyan pergi mencar sumber air. Ketika perjalanan mereka sampai di lereng Gunung Salapi, Ki Gede Sebayu memutuskan di tempat ini paling cocok membuat bendungan.Rencana pembangunan bendungan air terdengar sampai ke pelosok wilayah tlatah Tegal. Berbondong-bondong masyarakat datang ke padepokan Karangmangu. Kepada Ki Gede Sebayu mereka menyatakan siap membantu.
Ki Gede Sebayu, keluarganya dan beberapa pengikut yang setia sementara waktu pindah ke desa Timbang Reja, Kecamatan Lebaksiu. Tak lama rakyat dari  pelosok tlatah Tegal berdatangan menyusul Ki Gede Sebayu ke  desa Timbang Reja. Mereka membawa bermacam-macam peralatan seperti : cangkul, sekop, garpu, linggis dan lain-lain.Pada pertengahan bulan Dul’kaidah (Bulan Apit) pembangunan bendungan dimulai, diharapkan pada bulan Sapar pembangunan bendungan sudah selesai, sehingga pada jatuhnya musim penghujan bendungan sudah mampu menampung air. Batu-batu besar digulingkan dari atas ke igir, didongkel, digotong dan ditata sedemikian rupa.
Pada malam Jum’at Pahing Ki Gede Sebayu mengadakan tasyakuran atas selesainya bendungan Kali Gung dan sekaligus berpamitan kepada masyarakat Timbang Reja untuk kembali ke Padepokan di Karangmangu bersama keluarganya.
Ki Gede Sebayu kemudian berpesan kepada masyarakat di sekitar bendungan antara lain :
a)      Di daerah ini sejalan perubahan jaman dinamakan Desa Danawarih yang berarti memberi air.
b)      Setelah Ki Gede Sebayu meninggal, dia berpesan supaya dimakamkan tidak jauh dari bendungan bersama kuburan rakyat yang meninggal pada saat membangun bendungan.
c)      Diharapkan masyarakat tiap Rabu dan akhir Bulan Sapar mengadakan tasyakuran hari jadi Bendungan Kali Gung di lokasi yang dinamakan Wangan Jimat.

Ki Gede Sebayu beserta keluarganya kemudian kembali ke Padepokan Karangmangu. Sepanjang perjalanan Ki Gede Sebayu dan rombongan mendpat sambutan meriah dari rakyat yang sempat mengharukan Ki Gede Sebayu. Semenjak ada Bendungan Kali Gung, maka tlatah Tegal banyak dibuka lahan persawahan baru yang tidak lagi mengandalkan musim hujan untuk muali tanam karena air dari Bendungan Kali Gung selalu tersedia.

      4.1.4 Pengangkatan Ki Gede Sebayu menjadi Juru Demung
Setelah kedatangan Ki Gede Sebayu di Tlatah Tegal terlihat kemajuan kehidupan masyarakat, baik berupa fisik maupun rohani. Semuanya tidak lepas dari peran Ki Gede Sebayu dan para pengikutnya.
Keberhasilan Ki Gede Sebayu meningkatkan taraf hidup rakyat tlatah Tegal terdengar oleh Panembahan Seopati Mataram. Penguasa Mataram itu kemudian mengutus Mantri Manca Praja ke Tlatah Tegal untuk menganugerahkan pangkat dan kedudukan kepada Ki Gede Sebayu. Akhirnya pada tahun 1601 Masehi atau 1523 Caka Ki Gede Sebayu oleh utusan Panembahan Seopati dari Mataram diangkat menjadi Juru Demung atau penguasa lokal Tlatah Tegal.
Dengan jabatan sebagai Juru Demung (Temenggung) Ki Gede Sebayu mulai mengatur wilayah dan rakyatnya. Sejak saat itulah di wilayah Tlatah Tegal telah berjalan sistem pemerintahan lokal yang pertama kali di bawah bendera Mataram. Komunitas masyarakat yang dulu terpisah-pisah dan tidak beraturan sekarang mulai mengkerucut  ke dalam sistem, dan struktural pemerintahan yang terpusat dibawah pimpinan Ki Gede Sebayu.


DAFTAR PUSTAKA

Soetjiptoni. 2007. Ki Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan Tegal tahun 1585-1625. Tegal: Citra Bahari Animal

1 komentar:

Unknown mengatakan...

gomawo eonni-ah....

MAKALAH PERANAN KI GEDE SEBAYU SEBAGAI PENDIRI PEMERINTAHAN DI KABUPATEN TEGALTAHUN 1585- 1625


BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penulisan sejaran tidak dapat dilepaskan dari salah satu pokok yang sangat penting yaitu politik dalam hal ini adalah pemerintahan. Polotik sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “polis” yang berarti kota atau Negara kota. Dari kata polis timbul istilah-istilah seperti polite yang artinya warga Negara, politicos artinya kewarganegaraan dan politike tachen artinya kemahiran dalam berpolitik. Dengan demikian politik dapat diartikan sebagaiinteraksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. (Ramlan Subakti,1999:1). Sedangkan menurut F. Isjwara, (1995 : 42) politik ialah salah satu perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau sebagai tekhnik menjalankan kekuasaan-kekuasaan”.Menurut Kartini Kartono (1996:64) bahwa politik dapat diartikan sebagai aktivitas perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang sah berlaku di tengah masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa politik adalah suatu proses interaksi antara warga negara dan pemerintah dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan di kota maupun negara tertentu.
Kekayaan sejarah sebuah kota atau daerah terlihat dari jejak peninggalan atau yang disebut cultural heritage dan living cultural yang tersisa dan hidup di daerah tersebut. Keduanya merupakan warisan peradaban manusia.Demikian halnya dengan daerah Tegal, wilayah yang kaya akan jejak peninggalan sejarah sebagai penanda bahwa Tegal sebagai tlatah daerah tak dapat dilepaskan dari keterkaitan garis sejarah hingga membentuk daerah ini. Di Kabupaten Tegal terdapat tokoh masyarakat yang merupakan pelopor pemerintahan, beliau adalah Ki Gede Sebayu. Tegalsendiri berasal dari kata Tegalan, yang berarti tanah subur dengan penghasilan dalam bidang pertanian yang melimpah (Dekdikbud Kabupaten Tegal, 1984). Sedangkan pendapat lain meyatakan bahwa nama Tegal berasal dari kata Tetegual. Sebutan yang diberikan oleh seorang pedangang asal portugis yaitu Tome Pires yang sempat singgah di Kabupaten Tegal pada tahun 1500 (Suputro,1955).
Identitas dari Kabupaten Tegal dipelopori oleh semangat dari Ki Gede Sebayu dalam membangun tlatah tegal. Sebagaimana dipaparkan dalam buku silsilah raja Tanah Jawa. Ki Gede Sebayu merupakan anak dari bangsawan yang bernama Ki Gede Tepus Rumput merupakan keturunan Bathara Katong Adipati Ponorogo. Kabupaten Tegal terletak sebelah pesisir utara bagian Barat Pulau Jawa. Secara geografis Kabupaten Tegal terletak diantara 108°57’6” s.d 109°21’30" garis bujur timur dan 6°50’41" s.d 7°15’30" Garis Lintang Selatan, Posisi Kabupaten Tegal berbatasan dengan Kabupaten Brebes (sebelah Barat), Laut Jawa dan Kota Tegal (sebelah Utara), Kabupaten Pemalang (sebelah Timur) dan Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas (sebelah Selatan)

1.2 Penegasan Judul
Dalam makalah kali ini penulis memilih judul “Peranan Ki Gede Sebayu Sebagai Pendiri Pemerintahan di Kabupaten Tegal Tahun 1585 – 1625”. Karena penulis ingin mengetahui mengenai sejarah dari pemerintahan di Kabupaten Tegal, terutama pada masa pemerintahan Ki Gede Sebayu yang merupakan pelopor dalam pendirian pemerintahan di Kabupaten Tegal pada tahun 1585 – 1625.

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada rincian yang telah dikemukakan sebelumnya, yang menjadi pokok penulisan pada makalah kali ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah sejarah dari perjalanan pemerintahan Ki Gede Sebayu?
2.      Bagaimanakah keadaan masyarakat setempat selama masa pemerintahan Ki Gede Sebayu ?
1.4 Tujuan
Penelitian  ini bertujuan untuk :
1.      Untuk mengetahui tentang sejarah dari pemerintahan Ki Gede Sebayu.
2.       Untuk menngetahui dan memahami keadaan masyarakat pada masa pemerintahan Ki Gede Sebayu.
1.5 Manfaat
1.      Memberikan pengetahuan baru bagi penulis tentang peranan dari Ki Gede Sebayu dalam mendirikan pemerintahan di Kabupeten Tegal.
2.      Memberikan pengetahuan baru bagi para pembaca tentang peranan dari Ki Gede Sebayu dalam mendirikan pemerintahan di Kabupeten Tegal.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah tlatah Kabupaten Tegal tidak dapat dilepaskan dari ketokohan Kigede sebayu. Namanya dikaitkan dengan trah Majapahit, karena sang ayah Ki Gede Tepus Rumput (Pangeran Onje) adalah keturunan dari Batara Katong Adipati Ponorogo yang masih memiliki kaitan dengan keturunan dinasti Majapahit (Sugeng Priyadi, 2002).
Kabupaten Tegal, Wilayah yang kaya akan jejak peninggalan kesejarahan sebagai penanda bahwa Kabupaten Tegal sebagai tlatah kawasan tak dapat dilepaskan dari keterkaitan garis sejarah hingga membentuk kawasan sekarang ini.
Penekanan pada bidang pertanian misalnya, tak dapat dilepaskan dari kondisi wilayah dan akar kesejarahan tlatah Kabupaten Tegal yang mengembangkan kapasitasnya selaku wilayah agraris. Tradisi keagrarisan dimulai dari ketokoan Ki Gede Sebayu juru demung trah Pajang. Bahkan kalau dirunut keagrarisan itu dimulai semenjak Mataram Kuno.Kesaksian ini diperkuat denga ditemukannya artefak kuno dan candi di Pedagangan. Ditambah tlatah Tegal kerapkali dikaitkan dengan kerajaan Pajang dan Mataram Islam yang cenderung kekuasaan dengan basis pada agraris ( De Graaf, 1986).
Secara historis dijelaskan bahwa eksistensi dari Kabupaten Tegal ini tidak dapat dilepaskan dari peran Ki Gede Sebayu. Bangsawan ini adalah saudara dari Raden Benowo yang pernah pergi kearah barat sampai ti tepi sungai Gung. Melihat kesuburan tanahnya, Ki Gede Sebayu Tergugah dan berniat bersama-sama penduduk meningkatkan hasil pertanian dengan memperluas lahan serta membuat saluran pengairan. Kemudian daerah tersebut dinamakan Tegal.Selain berhasil memajukan pertanian, dia juga merupakan ahli agama yang telah membimbing warga masyarakat dalam menanamkan rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian atas jasa-jasa Ki Gede Sebayu dalam membangun tlatah Tegal, oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng Panembahan Senopati Sayyidin Penata Gama Ratu Bimantoro di negeri Mataram diangkat menjadi Juru Demang setarap dengan Tumenggung di Kadipaten Tegal pada Rabu Kliwon tanggal 18 Mei 1601 Masehi atau tanggal 12 Robiul Awal 1010 Hijriyah atau 1524 Caka.(Soejiptoni, 2007).
Dari berbagai pendapat atau teori yang telah di temukan, dapat disimpulkan bahwa pendapat atau teori yang paling relevan dalam pembuatan karya tulis ini adalah pendapat dari Soejipto dalam bukunua yang berjudul Ki Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan Tegal tahun 1585-1625. Karena dalam buku ini pemaparan materi dari tema yang dibutuhkan lebih mendalam dibandingkan dengan pendapat atau teori yang lainnya.


BAB III METODE PENELITIAN
Dalam makalah ini membahas mengenai penelitian sejarah khususnya sejarah lokal, maka metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah. Menurut Louis Gottschalk metode penelitian adalah  proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan data yang diperoleh yang disebut dengan proses historiografi. Dengan menggunakan metode sejarah dan historiografi yang sering dipersatukan dengan nama metode sejarah (Nungroho Notosusanto, penterjemah. 1975:32).
Adapun langkah-langkah dalam metode sejarah diantaranya adalah Pertama Heuristik yang berarti mencari atau menemukan jejak-jejak sejarah (G.J. Reiner dalam karya I Gede Widja, 1988:19). Pada makalah penelitian kali ini sumber-suber yang digunakan adalah mengambil dari sumber tertulis berupa  buku-buku sejarah mengenai tema yang bersangkuatan dan dari web site sebagai materi penunjang, diantaranya adalah Ki Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan Tegal tahun 1585-1625, web site Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal, web site Pemerintah Kabupaten Tegal, Pengantar Ilmu Sejarah dll.
 Setelah sumber-sumber berhasil ditemukan, maka langkah kedua adalah Kritik Sejarah atau analisis sejarah adalah menilai, menguji, atau menyeleksi sumber/jejak yang benar dalam arti benar-benar diperlukan, benar-benar asli (autentik) serta benar-benar mengandung informasi yang relefan dengan subjek atau cerita sejarah yang hendak disusun. Ini menyangkut pada kredibilitas dari sumber atau jejak tersebut (Louis Gottschalk,1975:80-177 dan IG Widja, 1988:21). Dalam langkah ini terdapat dua kritik sejarah yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern terutama bertujuan menjawab tiga pertanyaan pokok yang menyangkut sumber/jejak sejarah yang dibutuhkan. Sedangkan kritik intern dilaksanakan sesudah kritik ekstern, kritik ini harus membuktikana bahwa kesaksian yang harus diberikan oleh suatu sumber itu memang dapat dipercaya. Sebelumnya sumber yang digunakan dalam pembuatan tugas karya tulis ini adalah sumber sekunder yang diperoleh dari buku-buku sejarah dan artikel dari web site. Pada langkah kritik sumber disini penulis meneliti dari berbagai sumber yang diperoleh yaittu dari sumber buku karya Soetjiptoni yang berjudul Ki Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan Tegal tahun 1585-1625pada tahun 1601 Masehi atau 1523 Caka Ki Gede Sebayu oleh utusan Panembahan Seopati dari Mataram diangkat menjadi Juru Demung atau penguasa lokal Tlatah Tegal. Dengan jabatan sebagai Juru Demung (Temenggung) Ki Gede Sebayu mulai mengatur wilayah dan rakyatnya. Sejak saat itulah di wilayah Tlatah Tegal telah berjalan sistem pemerintahan lokal yang pertama kali di bawah bendera Mataram. Komunitas masyarakat yang dulu terpisah-pisah dan tidak beraturan sekarang mulai mengkerucut  ke dalam sistem, dan struktural pemerintahan yang terpusat dibawah pimpinan Ki Gede Sebayu.” dan beberapa web site penunjang seperti web site Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal  pada tahun 1601 M atau 1523 Caka , Ingkang Sinuwun Kanjeng Panembahan Senopati Mataram mengangkat Ki Gede Sebayu sebagai Juru Demung (Penguasa Lokal di Tlatah Tegal) dengan pangkat Tumenggung setingkat Bupati.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumber yang diperoleh mengandung informasi yang relefan dengan subjek atau cerita sejarah yang akan disusun.
            Selanjutnya adalah langkah Interpretasi, merupakan langkah menarik kesimpulan dari jejak/sumber sejarah yang telah diuji kebenarannya dengan kritik sejarah. Dan proses menafsirkan fakta-fakta sejarah serta penyusunannya menjadi suatu kisah sejarah yang integral menyangkut proses seleksi sejarah. Tidak semua fakta dapat dimasukan tetapi dipilih mana yang relevan (Sugianto 2009:42). Pada langkah ini peneliti melakukan subjektifitas yang dituntut objektif.
            Terakhir adalah langkah Historiografi, merupakan kegiatan untuk menyusun hasil interpretasi fakta-fakta sejarah yang ditulis menjadi sebuah kisah yang selaras dan dapat dipertanggung jawabkan. Setelah menemukan sumber-sumber sejarah yang dibutuhkan, kemudian melakukan kritik sumber pada sumber yang diperoleh dan menginterpretasikan sumber sejarah yang diperoleh dan terakhir melakukan kegiatan menyusun dari fakta-fakta sejarah dan di imlementasikan dalam sebuah karya tulis.


BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Perjalanan Pemerintahan Ki Gede Sebayu
4.1.1 Perjalanan Ki Gede Sebayu ke Tlatah Tegal
Pada saat Kesultanan Pajang dipegang oleh Aryo Pangiri, Kesultanan Pajang porak-poranda. Raden Aryo Pangiri bertindak sewenang-wenang dan tidak bijaksana. Akibatnya dimana-mana timbul banyak kerusuhan, maling, rampok, dan pemerkosaan.Pangeran Benowo, sebagai Adipati Jipang hatinya sangat prihatin. Dia memberitahu Senopati Mataram tentang keadaan Pajang. Senopati Mataram yang mendengar keadaan di Pajang langsung ingin segera mengambil alih kekuasaan negeri pajang dari tangan Aryo Pangiri. “Panembahan Senopati memerintahkan Pangeran Benowo mengirimkan pasukan ke Pajang.” Pagi hari di desa Weru Leladan Gunung Kidul. Prajurit kedua pasukan bersorak meneriakkan kata-kata perang. Ki Gede Sebayu dan pengikutnya tampak bergabung dengan pasukan Mataram.Akhirnya prajurit Mataram dan Jipang menyerang Pajang. Prajurit Pajang mulai terdesak mundur.  Panembahan Senopati, Pangeran Benowo, Ki Juru Martani dan Ki Gede Sebayu maju memasuki Kraton Pajang. Aryo Pangiri akhirnya menyerah dan meminta ampun atas perbuatannya dan akhirnya negeri Pajang hidup tentram dan damai lagi.
Setelah membantu Senopati Mataram dan Pangeran Benowo menggulingkan Aryo Pangiri (tahun 1587) Ki Gede Sebayu dan pengikutnya kembali ke Sedayu dengan keluarganya. Ki Gede Sebayu memutuskan tidak kembali ke Pajang, tetapi berniat melakukan perjalanan ke arah barat meninggalkan tlatah Mataram. Rencana tersebut tercium oleh para pengikut Ki Gede Sebayu. Mereka bertekad mengikuti langkah Ki Gede Sebayu ke arah barat. Perjalanan Ki Gede Sebayu dan rombongannya melalui jalan-jalan yang sulit berupa hutan belukar, sungai, jurang dan tebing yang melelahkan. Ki Sura Laweyan dan Ki Jaga Sura pengikut setia Ki Gede Sebayu berada paling depan mengawal perjalanan.
Beberapa hari kemudian rombongan sampai di desa Taji wilayah Bagelan. Mereka disambut oleh Ki Gede Karang Lo dan beristirahat di padepokannya.Ki Gede Karang Lo mengingatkan bahwa dipesisir tlatah Tegal ada sesepuh bernama Ki Gede Wonokusuma, yang masih keturunan Panembahan Panggung (Pangeran Drajat). Ki Gede Wonokusuma merupakan tokoh ulama yang waskita dan bijaksana, serta mempunyai pengaruh di masyarakat sekitarnya. Keesokan harinya mereka meninggalkan padepokan Ki Gede Karang Lo menuju wilayah barat Banyumas, Kadipaten Purbalingga. Ki Gede Sebayu dan rombongannya meneruskan perjalanan memasuki Hutan Gunung Kendeng yang terkenal ganas. Di hutan itu masih banyak dihuni binatang buas dan pohon-pohon besar, tetapi pada akhirnya mereka bisa sampai di desa Pelawangan dengan selamat. Dari desa Pelawangan, mereka menyisir pantai utara ke arah barat hingga di tepi kali Gung. Ki Gede Wonokusuma dengan ramah menerima kedatangan mereka.

4.1.2 Pembangunan Tlatah Tegal
Ki Gede Sebayu menceritakan kedatangannya pada Ki Gede Wonokusuma. Kedatangan Ki Gede Sebayu dengan maksud “Mbabat Alas” membangun masyarakat Tlatah Tegal disambut gembira. Kemudian atas ijin Ki Gede Wonokusuma, Ki Gede Sebayu mulai mengatur penempatan para pengikutnya sesuai keterampilan dan keahliannya. Rombongan yang memiliki keahlian di bidang kerajinan dan pertukangan ditempatkan di pusat perniagaan dan perdagangan. Sedangkan mereka yang ahli pertanian ditempatkan di daerah pertanian. Ki Gede Sebayu sendiri bersama keluarga dan beberapa ahli keemasan serta tenun menganti  benang tinggal di Dukuh Menganti (Dukuh Karangmangu) Desa Kalisoka Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.
Pembangunan Tlatah Tegal dimulai. Para pengikut Ki Gede Sebayu bekerja membabat ilalang, semak belukar, menebangi pohon besar, meratakan gundukan tanah.Beberapa tahun kemudian tampak kemajuan di segala bidang yang dirasakan oleh masyarakat sekitarnya. Para petani tidak susah lagi memperoleh alat-alat pertanian dengan adanya hasil kerajinan pandai besi. Peningkatan taraf hidup masyarakat mulai dirasakan, rumah penduduk dibangun dan diperbaiki secara gotong-royong, mengolah tanah, membuat jalan desa, serta mengatur keamanan bersama.
Disamping melaksanakan pembangunan fisik, Ki Gede Sebayu juga mengutamakan pembangunan rohani. Diantaranya dengan membangun masjid dan pondok pesantren di Dukuh Pesantren sebagai tempat kegiatan agama masyarakat sekitar.

      4.1.3 Pembangunan Bendungan Kali Gung
Pada suatu ketika terjadi musim kemarau panjang di daerah Tegal. Sawah dan tegalan penduduk banyak yang mengalami kekeringan. Hasil panen petani dipastikan gagal. Selama ini masyarakat petani di wilayah itu masih  mengandalkan hujan sebagai usaha pengairan sawahnya (tadah hujan / tegalan). Keadaan ini membuat Ki Gede Sebayu prihatin. Dia berpikir untuk mencoba membudidayakan pertanian basah (persawahan irigasi). Untuk membudidayakan pertanian basah Ki Gede Sebayu berencana membuat bendungan. Ki Gede Sebayu disertai dua orang pengikutnya yang setia  Ki Jaga Sura dan Ki Sura Laweyan pergi mencar sumber air. Ketika perjalanan mereka sampai di lereng Gunung Salapi, Ki Gede Sebayu memutuskan di tempat ini paling cocok membuat bendungan.Rencana pembangunan bendungan air terdengar sampai ke pelosok wilayah tlatah Tegal. Berbondong-bondong masyarakat datang ke padepokan Karangmangu. Kepada Ki Gede Sebayu mereka menyatakan siap membantu.
Ki Gede Sebayu, keluarganya dan beberapa pengikut yang setia sementara waktu pindah ke desa Timbang Reja, Kecamatan Lebaksiu. Tak lama rakyat dari  pelosok tlatah Tegal berdatangan menyusul Ki Gede Sebayu ke  desa Timbang Reja. Mereka membawa bermacam-macam peralatan seperti : cangkul, sekop, garpu, linggis dan lain-lain.Pada pertengahan bulan Dul’kaidah (Bulan Apit) pembangunan bendungan dimulai, diharapkan pada bulan Sapar pembangunan bendungan sudah selesai, sehingga pada jatuhnya musim penghujan bendungan sudah mampu menampung air. Batu-batu besar digulingkan dari atas ke igir, didongkel, digotong dan ditata sedemikian rupa.
Pada malam Jum’at Pahing Ki Gede Sebayu mengadakan tasyakuran atas selesainya bendungan Kali Gung dan sekaligus berpamitan kepada masyarakat Timbang Reja untuk kembali ke Padepokan di Karangmangu bersama keluarganya.
Ki Gede Sebayu kemudian berpesan kepada masyarakat di sekitar bendungan antara lain :
a)      Di daerah ini sejalan perubahan jaman dinamakan Desa Danawarih yang berarti memberi air.
b)      Setelah Ki Gede Sebayu meninggal, dia berpesan supaya dimakamkan tidak jauh dari bendungan bersama kuburan rakyat yang meninggal pada saat membangun bendungan.
c)      Diharapkan masyarakat tiap Rabu dan akhir Bulan Sapar mengadakan tasyakuran hari jadi Bendungan Kali Gung di lokasi yang dinamakan Wangan Jimat.

Ki Gede Sebayu beserta keluarganya kemudian kembali ke Padepokan Karangmangu. Sepanjang perjalanan Ki Gede Sebayu dan rombongan mendpat sambutan meriah dari rakyat yang sempat mengharukan Ki Gede Sebayu. Semenjak ada Bendungan Kali Gung, maka tlatah Tegal banyak dibuka lahan persawahan baru yang tidak lagi mengandalkan musim hujan untuk muali tanam karena air dari Bendungan Kali Gung selalu tersedia.

      4.1.4 Pengangkatan Ki Gede Sebayu menjadi Juru Demung
Setelah kedatangan Ki Gede Sebayu di Tlatah Tegal terlihat kemajuan kehidupan masyarakat, baik berupa fisik maupun rohani. Semuanya tidak lepas dari peran Ki Gede Sebayu dan para pengikutnya.
Keberhasilan Ki Gede Sebayu meningkatkan taraf hidup rakyat tlatah Tegal terdengar oleh Panembahan Seopati Mataram. Penguasa Mataram itu kemudian mengutus Mantri Manca Praja ke Tlatah Tegal untuk menganugerahkan pangkat dan kedudukan kepada Ki Gede Sebayu. Akhirnya pada tahun 1601 Masehi atau 1523 Caka Ki Gede Sebayu oleh utusan Panembahan Seopati dari Mataram diangkat menjadi Juru Demung atau penguasa lokal Tlatah Tegal.
Dengan jabatan sebagai Juru Demung (Temenggung) Ki Gede Sebayu mulai mengatur wilayah dan rakyatnya. Sejak saat itulah di wilayah Tlatah Tegal telah berjalan sistem pemerintahan lokal yang pertama kali di bawah bendera Mataram. Komunitas masyarakat yang dulu terpisah-pisah dan tidak beraturan sekarang mulai mengkerucut  ke dalam sistem, dan struktural pemerintahan yang terpusat dibawah pimpinan Ki Gede Sebayu.


DAFTAR PUSTAKA

Soetjiptoni. 2007. Ki Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan Tegal tahun 1585-1625. Tegal: Citra Bahari Animal

1 komentar:

Unknown mengatakan...

gomawo eonni-ah....