BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penulisan sejaran tidak dapat dilepaskan dari salah satu pokok yang
sangat penting yaitu politik dalam hal ini adalah pemerintahan. Polotik sendiri
secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “polis” yang berarti kota atau Negara kota. Dari kata polis timbul
istilah-istilah seperti polite yang
artinya warga Negara, politicos
artinya kewarganegaraan dan politike
tachen artinya kemahiran dalam berpolitik. Dengan
demikian politik dapat diartikan sebagaiinteraksi antara pemerintah dan masyarakat dalam
rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang
kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. (Ramlan
Subakti,1999:1). Sedangkan menurut F. Isjwara, (1995 : 42) politik
ialah salah satu perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau sebagai tekhnik
menjalankan kekuasaan-kekuasaan”.Menurut Kartini Kartono (1996:64) bahwa
politik dapat diartikan sebagai aktivitas perilaku atau proses yang menggunakan
kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang sah
berlaku di tengah masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa politik adalah suatu
proses interaksi antara warga negara dan pemerintah dalam pembuatan dan
pelaksanaan keputusan di kota maupun negara tertentu.
Kekayaan
sejarah sebuah kota atau daerah terlihat dari jejak peninggalan atau yang
disebut cultural heritage dan living cultural yang tersisa dan hidup di daerah
tersebut. Keduanya merupakan warisan peradaban manusia.Demikian halnya dengan
daerah Tegal, wilayah yang kaya akan jejak peninggalan sejarah sebagai penanda
bahwa Tegal sebagai tlatah daerah tak dapat dilepaskan dari keterkaitan garis
sejarah hingga membentuk daerah ini. Di Kabupaten Tegal terdapat tokoh masyarakat yang merupakan pelopor
pemerintahan, beliau adalah Ki Gede Sebayu. Tegalsendiri berasal dari kata
Tegalan, yang berarti tanah subur dengan penghasilan dalam bidang pertanian
yang melimpah (Dekdikbud Kabupaten Tegal, 1984). Sedangkan pendapat lain
meyatakan bahwa nama Tegal berasal dari kata Tetegual. Sebutan yang diberikan
oleh seorang pedangang asal portugis yaitu Tome Pires yang sempat singgah di
Kabupaten Tegal pada tahun 1500 (Suputro,1955).
Identitas dari Kabupaten Tegal dipelopori oleh semangat dari Ki Gede
Sebayu dalam membangun tlatah tegal. Sebagaimana dipaparkan dalam buku silsilah
raja Tanah Jawa. Ki Gede Sebayu merupakan anak dari bangsawan yang bernama Ki
Gede Tepus Rumput merupakan keturunan Bathara Katong Adipati Ponorogo. Kabupaten Tegal
terletak sebelah pesisir utara bagian Barat Pulau Jawa. Secara geografis
Kabupaten Tegal terletak diantara 108°57’6” s.d 109°21’30" garis bujur
timur dan 6°50’41" s.d 7°15’30" Garis Lintang Selatan, Posisi
Kabupaten Tegal berbatasan dengan Kabupaten Brebes (sebelah Barat), Laut Jawa
dan Kota Tegal (sebelah Utara), Kabupaten Pemalang (sebelah Timur) dan
Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas (sebelah Selatan)
Dalam makalah kali ini
penulis memilih judul “Peranan Ki Gede Sebayu Sebagai Pendiri
Pemerintahan di Kabupaten Tegal Tahun 1585 – 1625”. Karena penulis
ingin mengetahui mengenai sejarah dari pemerintahan di Kabupaten Tegal,
terutama pada masa pemerintahan Ki Gede Sebayu yang merupakan pelopor dalam
pendirian pemerintahan di Kabupaten Tegal pada tahun 1585 – 1625.
1.3 Rumusan
Masalah
Berdasarkan pada rincian
yang telah dikemukakan sebelumnya, yang menjadi pokok penulisan pada makalah
kali ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
sejarah dari perjalanan pemerintahan Ki Gede Sebayu?
2.
Bagaimanakah
keadaan masyarakat setempat selama masa pemerintahan Ki Gede Sebayu ?
1.4
Tujuan
Penelitian ini
bertujuan untuk :
1.
Untuk
mengetahui tentang sejarah dari pemerintahan Ki Gede Sebayu.
2.
Untuk
menngetahui dan memahami keadaan masyarakat pada masa pemerintahan Ki Gede
Sebayu.
1.5
Manfaat
1.
Memberikan
pengetahuan baru bagi penulis tentang peranan dari Ki Gede Sebayu dalam
mendirikan pemerintahan di Kabupeten Tegal.
2.
Memberikan
pengetahuan baru bagi para pembaca tentang peranan dari Ki Gede Sebayu dalam
mendirikan pemerintahan di Kabupeten Tegal.
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah tlatah Kabupaten
Tegal tidak dapat dilepaskan dari ketokohan Kigede sebayu. Namanya dikaitkan
dengan trah Majapahit, karena sang ayah Ki Gede Tepus Rumput (Pangeran Onje) adalah
keturunan dari Batara Katong Adipati Ponorogo yang masih memiliki kaitan dengan
keturunan dinasti Majapahit (Sugeng Priyadi, 2002).
Kabupaten Tegal, Wilayah yang kaya akan jejak peninggalan kesejarahan
sebagai penanda bahwa Kabupaten Tegal sebagai tlatah kawasan tak dapat dilepaskan
dari keterkaitan garis sejarah hingga membentuk kawasan sekarang ini.
Penekanan pada bidang pertanian misalnya, tak dapat dilepaskan dari kondisi wilayah dan akar kesejarahan tlatah Kabupaten Tegal yang mengembangkan kapasitasnya selaku wilayah agraris. Tradisi keagrarisan dimulai dari ketokoan Ki Gede Sebayu juru demung trah Pajang. Bahkan kalau dirunut keagrarisan itu dimulai semenjak Mataram Kuno.Kesaksian ini diperkuat denga ditemukannya artefak kuno dan candi di Pedagangan. Ditambah tlatah Tegal kerapkali dikaitkan dengan kerajaan Pajang dan Mataram Islam yang cenderung kekuasaan dengan basis pada agraris ( De Graaf, 1986).
Penekanan pada bidang pertanian misalnya, tak dapat dilepaskan dari kondisi wilayah dan akar kesejarahan tlatah Kabupaten Tegal yang mengembangkan kapasitasnya selaku wilayah agraris. Tradisi keagrarisan dimulai dari ketokoan Ki Gede Sebayu juru demung trah Pajang. Bahkan kalau dirunut keagrarisan itu dimulai semenjak Mataram Kuno.Kesaksian ini diperkuat denga ditemukannya artefak kuno dan candi di Pedagangan. Ditambah tlatah Tegal kerapkali dikaitkan dengan kerajaan Pajang dan Mataram Islam yang cenderung kekuasaan dengan basis pada agraris ( De Graaf, 1986).
Secara historis dijelaskan
bahwa eksistensi dari Kabupaten Tegal ini tidak dapat dilepaskan dari peran Ki
Gede Sebayu. Bangsawan ini adalah saudara dari Raden Benowo yang pernah pergi
kearah barat sampai ti tepi sungai Gung. Melihat kesuburan tanahnya, Ki Gede
Sebayu Tergugah dan berniat bersama-sama penduduk meningkatkan hasil pertanian
dengan memperluas lahan serta membuat saluran pengairan. Kemudian daerah
tersebut dinamakan Tegal.Selain berhasil memajukan pertanian, dia
juga merupakan ahli agama yang telah membimbing warga masyarakat dalam
menanamkan rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian atas jasa-jasa Ki
Gede Sebayu dalam membangun tlatah Tegal, oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng
Panembahan Senopati Sayyidin Penata Gama Ratu Bimantoro di negeri Mataram
diangkat menjadi Juru Demang setarap dengan Tumenggung di Kadipaten Tegal pada
Rabu Kliwon tanggal 18 Mei 1601 Masehi atau tanggal 12 Robiul Awal 1010
Hijriyah atau 1524 Caka.(Soejiptoni,
2007).
Dari berbagai pendapat atau
teori yang telah di temukan, dapat disimpulkan bahwa pendapat atau teori yang
paling relevan dalam pembuatan karya tulis ini adalah pendapat dari Soejipto
dalam bukunua yang berjudul Ki Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan
Tegal tahun 1585-1625.
Karena dalam buku ini pemaparan materi dari tema yang dibutuhkan lebih mendalam
dibandingkan dengan pendapat atau teori yang lainnya.
BAB
III METODE PENELITIAN
Dalam makalah ini membahas
mengenai penelitian sejarah khususnya sejarah lokal, maka metode yang digunakan
adalah metode penelitian sejarah. Menurut Louis Gottschalk metode penelitian
adalah proses menguji dan menganalisis
secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan data yang
diperoleh yang disebut dengan proses historiografi. Dengan menggunakan metode
sejarah dan historiografi yang sering dipersatukan dengan nama metode sejarah
(Nungroho Notosusanto, penterjemah. 1975:32).
Adapun langkah-langkah dalam
metode sejarah diantaranya adalah Pertama Heuristik
yang berarti mencari atau menemukan jejak-jejak sejarah (G.J. Reiner dalam
karya I Gede Widja, 1988:19). Pada makalah penelitian kali ini sumber-suber
yang digunakan adalah mengambil dari sumber tertulis berupa buku-buku sejarah mengenai tema yang
bersangkuatan dan dari web site sebagai materi penunjang, diantaranya adalah Ki Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan
Tegal tahun 1585-1625,
web site Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal, web site
Pemerintah Kabupaten Tegal, Pengantar Ilmu Sejarah dll.
Setelah sumber-sumber berhasil ditemukan, maka
langkah kedua adalah Kritik Sejarah
atau analisis sejarah adalah menilai, menguji, atau menyeleksi sumber/jejak
yang benar dalam arti benar-benar diperlukan, benar-benar asli (autentik) serta
benar-benar mengandung informasi yang relefan dengan subjek atau cerita sejarah
yang hendak disusun. Ini menyangkut pada kredibilitas dari sumber atau jejak
tersebut (Louis Gottschalk,1975:80-177 dan IG Widja, 1988:21). Dalam langkah
ini terdapat dua kritik sejarah yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik
ekstern terutama bertujuan menjawab tiga pertanyaan pokok yang menyangkut
sumber/jejak sejarah yang dibutuhkan. Sedangkan kritik intern dilaksanakan
sesudah kritik ekstern, kritik ini harus membuktikana bahwa kesaksian yang
harus diberikan oleh suatu sumber itu memang dapat dipercaya. Sebelumnya sumber
yang digunakan dalam pembuatan tugas karya tulis ini adalah sumber sekunder
yang diperoleh dari buku-buku sejarah dan artikel dari web site. Pada langkah
kritik sumber disini penulis meneliti dari berbagai sumber yang diperoleh
yaittu dari sumber buku karya Soetjiptoni yang berjudul Ki Gede Sebayu Pendiri
Pemerintahan Tegal tahun 1585-1625 “pada tahun
1601 Masehi atau 1523 Caka Ki Gede Sebayu oleh utusan Panembahan Seopati dari
Mataram diangkat menjadi Juru Demung atau penguasa lokal Tlatah Tegal. Dengan
jabatan sebagai Juru Demung (Temenggung) Ki Gede Sebayu mulai mengatur wilayah
dan rakyatnya. Sejak saat itulah di wilayah Tlatah Tegal telah berjalan sistem
pemerintahan lokal yang pertama kali di bawah bendera Mataram. Komunitas
masyarakat yang dulu terpisah-pisah dan tidak beraturan sekarang mulai
mengkerucut ke dalam sistem, dan struktural pemerintahan yang terpusat
dibawah pimpinan Ki Gede Sebayu.” dan beberapa web site penunjang seperti web site Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal
“pada tahun 1601 M atau 1523 Caka ,
Ingkang Sinuwun Kanjeng Panembahan Senopati Mataram mengangkat Ki Gede Sebayu
sebagai Juru Demung (Penguasa Lokal di Tlatah Tegal) dengan pangkat Tumenggung
setingkat Bupati.” Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa sumber yang diperoleh mengandung informasi yang
relefan dengan subjek atau cerita sejarah yang akan disusun.
Selanjutnya
adalah langkah Interpretasi,
merupakan langkah menarik kesimpulan dari jejak/sumber sejarah yang telah diuji
kebenarannya dengan kritik sejarah. Dan proses menafsirkan fakta-fakta sejarah
serta penyusunannya menjadi suatu kisah sejarah yang integral menyangkut proses
seleksi sejarah. Tidak semua fakta dapat dimasukan tetapi dipilih mana yang
relevan (Sugianto 2009:42). Pada langkah ini peneliti melakukan subjektifitas
yang dituntut objektif.
Terakhir
adalah langkah Historiografi, merupakan
kegiatan untuk menyusun hasil interpretasi fakta-fakta sejarah yang ditulis
menjadi sebuah kisah yang selaras dan dapat dipertanggung jawabkan. Setelah
menemukan sumber-sumber sejarah yang dibutuhkan, kemudian melakukan kritik
sumber pada sumber yang diperoleh dan menginterpretasikan sumber sejarah yang
diperoleh dan terakhir melakukan kegiatan menyusun dari fakta-fakta sejarah dan
di imlementasikan dalam sebuah karya tulis.
BAB
IV PEMBAHASAN
4.1
Sejarah Perjalanan Pemerintahan Ki Gede Sebayu
4.1.1 Perjalanan Ki Gede Sebayu ke Tlatah Tegal
Pada saat Kesultanan Pajang dipegang
oleh Aryo Pangiri, Kesultanan Pajang porak-poranda. Raden Aryo Pangiri
bertindak sewenang-wenang dan tidak bijaksana. Akibatnya dimana-mana timbul
banyak kerusuhan, maling, rampok, dan pemerkosaan.Pangeran Benowo, sebagai
Adipati Jipang hatinya sangat prihatin. Dia memberitahu Senopati Mataram
tentang keadaan Pajang. Senopati Mataram yang mendengar keadaan di Pajang
langsung ingin segera mengambil alih kekuasaan negeri pajang dari tangan Aryo
Pangiri. “Panembahan Senopati
memerintahkan Pangeran Benowo mengirimkan pasukan ke Pajang.” Pagi
hari di desa Weru Leladan Gunung Kidul. Prajurit kedua pasukan bersorak
meneriakkan kata-kata perang. Ki Gede
Sebayu dan pengikutnya tampak bergabung dengan pasukan Mataram.Akhirnya
prajurit Mataram dan Jipang menyerang Pajang. Prajurit Pajang mulai terdesak
mundur. Panembahan Senopati, Pangeran Benowo, Ki Juru Martani dan Ki Gede
Sebayu maju memasuki Kraton Pajang. Aryo Pangiri akhirnya menyerah dan meminta
ampun atas perbuatannya dan akhirnya negeri Pajang hidup tentram dan damai
lagi.
Setelah membantu Senopati Mataram
dan Pangeran Benowo menggulingkan Aryo Pangiri (tahun 1587) Ki Gede Sebayu dan
pengikutnya kembali ke Sedayu dengan keluarganya. Ki Gede Sebayu memutuskan
tidak kembali ke Pajang, tetapi berniat melakukan perjalanan ke arah barat
meninggalkan tlatah Mataram. Rencana tersebut tercium oleh para pengikut Ki
Gede Sebayu. Mereka bertekad mengikuti langkah Ki Gede Sebayu ke arah barat.
Perjalanan Ki Gede Sebayu dan rombongannya melalui jalan-jalan yang sulit
berupa hutan belukar, sungai, jurang dan tebing yang melelahkan. Ki Sura Laweyan dan Ki Jaga Sura pengikut setia Ki Gede
Sebayu berada paling depan mengawal perjalanan.
Beberapa hari kemudian rombongan
sampai di desa Taji wilayah Bagelan. Mereka disambut oleh Ki Gede Karang Lo dan
beristirahat di padepokannya.Ki Gede Karang Lo mengingatkan bahwa dipesisir
tlatah Tegal ada sesepuh bernama Ki Gede Wonokusuma, yang masih keturunan
Panembahan Panggung (Pangeran Drajat). Ki Gede Wonokusuma merupakan tokoh ulama
yang waskita dan bijaksana, serta mempunyai pengaruh di masyarakat sekitarnya. Keesokan
harinya mereka meninggalkan padepokan Ki Gede Karang Lo menuju wilayah barat
Banyumas, Kadipaten Purbalingga. Ki Gede Sebayu dan rombongannya meneruskan
perjalanan memasuki Hutan Gunung Kendeng yang terkenal ganas. Di hutan itu
masih banyak dihuni binatang buas dan pohon-pohon besar, tetapi pada akhirnya
mereka bisa sampai di desa Pelawangan dengan selamat. Dari desa Pelawangan,
mereka menyisir pantai utara ke arah barat hingga di tepi kali Gung. Ki Gede
Wonokusuma dengan ramah menerima kedatangan mereka.
4.1.2 Pembangunan
Tlatah Tegal
Ki Gede Sebayu menceritakan
kedatangannya pada Ki Gede Wonokusuma. Kedatangan Ki Gede Sebayu dengan maksud “Mbabat
Alas” membangun masyarakat Tlatah Tegal disambut gembira. Kemudian atas
ijin Ki Gede Wonokusuma, Ki Gede Sebayu mulai mengatur penempatan para
pengikutnya sesuai keterampilan dan keahliannya. Rombongan yang memiliki
keahlian di bidang kerajinan dan pertukangan ditempatkan di pusat perniagaan
dan perdagangan. Sedangkan mereka yang ahli pertanian ditempatkan di daerah
pertanian. Ki Gede Sebayu sendiri bersama keluarga dan beberapa ahli keemasan serta
tenun menganti benang tinggal di Dukuh Menganti (Dukuh Karangmangu) Desa
Kalisoka Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.
Pembangunan Tlatah Tegal dimulai.
Para pengikut Ki Gede Sebayu bekerja membabat ilalang, semak belukar, menebangi
pohon besar, meratakan gundukan tanah.Beberapa tahun kemudian tampak kemajuan
di segala bidang yang dirasakan oleh masyarakat sekitarnya. Para petani tidak
susah lagi memperoleh alat-alat pertanian dengan adanya hasil kerajinan pandai
besi. Peningkatan taraf hidup masyarakat mulai dirasakan, rumah penduduk
dibangun dan diperbaiki secara gotong-royong, mengolah tanah, membuat jalan
desa, serta mengatur keamanan bersama.
Disamping melaksanakan pembangunan
fisik, Ki Gede Sebayu juga mengutamakan pembangunan rohani. Diantaranya dengan
membangun masjid dan pondok pesantren di Dukuh Pesantren sebagai tempat
kegiatan agama masyarakat sekitar.
4.1.3 Pembangunan Bendungan Kali Gung
Pada suatu ketika terjadi musim
kemarau panjang di daerah Tegal. Sawah dan tegalan penduduk banyak yang
mengalami kekeringan. Hasil panen petani dipastikan gagal. Selama ini
masyarakat petani di wilayah itu masih mengandalkan hujan sebagai usaha
pengairan sawahnya (tadah hujan / tegalan). Keadaan ini membuat Ki Gede Sebayu
prihatin. Dia berpikir untuk mencoba membudidayakan pertanian basah (persawahan
irigasi). Untuk membudidayakan pertanian basah Ki Gede Sebayu berencana membuat
bendungan. Ki Gede Sebayu disertai dua orang pengikutnya yang setia Ki
Jaga Sura dan Ki Sura Laweyan pergi mencar sumber air. Ketika perjalanan mereka
sampai di lereng Gunung Salapi, Ki Gede Sebayu memutuskan di tempat ini paling
cocok membuat bendungan.Rencana pembangunan bendungan air terdengar sampai ke
pelosok wilayah tlatah Tegal. Berbondong-bondong masyarakat datang ke padepokan
Karangmangu. Kepada Ki Gede Sebayu mereka menyatakan siap membantu.
Ki Gede Sebayu, keluarganya dan
beberapa pengikut yang setia sementara waktu pindah ke desa Timbang Reja,
Kecamatan Lebaksiu. Tak lama rakyat dari pelosok tlatah Tegal berdatangan
menyusul Ki Gede Sebayu ke desa Timbang Reja. Mereka membawa
bermacam-macam peralatan seperti : cangkul, sekop, garpu, linggis dan
lain-lain.Pada pertengahan bulan Dul’kaidah (Bulan Apit) pembangunan bendungan
dimulai, diharapkan pada bulan Sapar pembangunan bendungan sudah selesai,
sehingga pada jatuhnya musim penghujan bendungan sudah mampu menampung air.
Batu-batu besar digulingkan dari atas ke igir, didongkel, digotong dan ditata
sedemikian rupa.
Pada malam Jum’at Pahing Ki Gede
Sebayu mengadakan tasyakuran atas selesainya bendungan Kali Gung dan sekaligus
berpamitan kepada masyarakat Timbang Reja untuk kembali ke Padepokan di
Karangmangu bersama keluarganya.
Ki Gede Sebayu kemudian berpesan
kepada masyarakat di sekitar bendungan antara lain :
a)
Di daerah ini sejalan perubahan
jaman dinamakan Desa Danawarih yang berarti memberi air.
b)
Setelah Ki Gede Sebayu meninggal,
dia berpesan supaya dimakamkan tidak jauh dari bendungan bersama kuburan rakyat
yang meninggal pada saat membangun bendungan.
c)
Diharapkan masyarakat tiap Rabu dan
akhir Bulan Sapar mengadakan tasyakuran hari jadi Bendungan Kali Gung di lokasi
yang dinamakan Wangan Jimat.
Ki Gede Sebayu beserta keluarganya
kemudian kembali ke Padepokan Karangmangu. Sepanjang perjalanan Ki Gede Sebayu
dan rombongan mendpat sambutan meriah dari rakyat yang sempat mengharukan Ki
Gede Sebayu. Semenjak ada Bendungan Kali Gung, maka tlatah Tegal banyak dibuka
lahan persawahan baru yang tidak lagi mengandalkan musim hujan untuk muali
tanam karena air dari Bendungan Kali Gung selalu tersedia.
4.1.4 Pengangkatan Ki Gede Sebayu menjadi Juru Demung
Setelah kedatangan Ki Gede Sebayu di
Tlatah Tegal terlihat kemajuan kehidupan masyarakat, baik berupa fisik maupun
rohani. Semuanya tidak lepas dari peran Ki Gede Sebayu dan para pengikutnya.
Keberhasilan Ki Gede Sebayu
meningkatkan taraf hidup rakyat tlatah Tegal terdengar oleh Panembahan Seopati
Mataram. Penguasa Mataram itu kemudian mengutus Mantri Manca Praja ke Tlatah
Tegal untuk menganugerahkan pangkat dan kedudukan kepada Ki Gede Sebayu. Akhirnya
pada tahun 1601 Masehi atau 1523 Caka Ki Gede Sebayu oleh utusan Panembahan
Seopati dari Mataram diangkat menjadi Juru Demung atau penguasa lokal Tlatah
Tegal.
Dengan jabatan sebagai Juru Demung
(Temenggung) Ki Gede Sebayu mulai mengatur wilayah dan rakyatnya. Sejak saat
itulah di wilayah Tlatah Tegal telah berjalan sistem pemerintahan lokal yang
pertama kali di bawah bendera Mataram. Komunitas masyarakat yang dulu
terpisah-pisah dan tidak beraturan sekarang mulai mengkerucut ke dalam
sistem, dan struktural pemerintahan yang terpusat dibawah pimpinan Ki Gede
Sebayu.
DAFTAR
PUSTAKA
Soetjiptoni. 2007. Ki
Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan Tegal tahun 1585-1625. Tegal: Citra Bahari Animal
1 komentar:
gomawo eonni-ah....
Posting Komentar