Pages

Desember 17, 2014

PENGEMBANGAN KREATIFITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH





(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.





Oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B






PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 2. PEMBAHASAN


2.1  Konsep Dasar Kreatifitas
A.  Pengertian Kreatifitas
Kreativitas merupakan sifat pribadi seorang individu (dan bukan merupakan sifat sosial yang dihayati oleh masyarakat) yang tercermin dalam sikap yang timbul dari ide – ide baru. Dedi Supriadi (1994: 7) “kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun hasil nyata, yang relativ berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya” sedangkan dalam Utami Munandar (Nana Syaodih, 1990: 47) kreativitas adalah:
1.      Kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau unsur yang ada.
2.      Berdasarkan data atau unsur yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kualitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban.
3.      Kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinilitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan.
Kreativitas berupa orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Oleh karena itu, kreativitas seseorang tergantung bagaimana seseorang bisa berpikir kreatif. Menurut Elaine B. Johnson (2002: 214), berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memerhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan keinginan – keinginan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide – ide yang tidak terduga. Berpikir kreatif membutuhkan ketekunan, disiplin diri, dan perhatian penuh, meliputi aktivitas mental seperti:
1.      Mengajukan pertanyaan.
2.      Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pikiran terbuka.
3.      Membangun keterkaitan, khusunya di antara hal – hal yang berbeda.
4.      Menghubungkan – hubungkan berbagai hal dengan bebas.
5.      Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda.
6.      Mendengarkan intuisi.
Kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan suatu hal baru,cara-cara baru, model baru, yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Hal-hal baru itu tidak selalu sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada sebelumnya, unsur-unsurnya bisa saja telah ada sebelumnya, tetapi individu menemukan kombinasi baru, konstruk baru yang memiliki kualitas yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Jadi, hal baru itu adalah sesuatu yang bersifat inovatif. Kreativitas memegang peranan penting dalam kehidupan dan perkembangan manusia. Kreativitas banyak dilandasi oleh kemampuan intelektual, seperti intelegensi bakat dan kecakapan hasil belajar, tetapi juga didukung oleh faktor-faktor afektif dan psikomotor. 
Adapun Definisi kreativitas tergantung pada segi penekanannya, kreativitas dapat didefinisikan kedalam empat jenis dimensi sebagai Four P’s Creativity, yaitu dimensi Person,Proses, Press dan Product sebagai berikut :
1.      Definisi kreativitas dalam dimensi Person.
Definisi pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat disebut kreatif. “Creativity refers to the abilities that are characteristics of creative people” (Guilford, 1950 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001). “Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an unique and characteristic way
(Hulbeck, 1945 dikutip Utami Munandar, 1999). Guilford menerangkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini erat kaitannya dengan bakat. Sedangkan Hulbeck menerangkan bahwa tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi kreativitas dari dua pakar diatas lebih berfokus pada segi pribadi.
2.      Kreativitas dalam dimensi Process.
Definisi pada dimensi proses upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif. “Creativity is a process that manifest in self in fluency, in flexibility as well in originality of thinking” (Munandar, 1977 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001). Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi). Dari pendapat diatas kreativitas sebagai sebuah proses yang terjadi didalam otak manusia dalam menemukan dan mengembangkan sebuah gagasan baru yang lebih inovatif dan variatif (divergensi berpikir).
3.      Definisi Kreativitas dalam dimensi Press.
Definisi dan pendekatan kreativitas yang menekankan faktor press atau dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis. Definisi Simpson (1982) dalam S. C. U. Munandar 1999, merujuk pada aspek dorongan internal dengan rumusannya sebagai berikut : “The initiative that one manifests by his power to break away from the usual sequence of thought”
Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang menghargai imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta inovasi. Kreativitas juga kurang berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan tradisi, dan kurang terbukanya terhadap perubahan atau perkembangan baru.
4.      Definisi Kreativitas dalam dimensi Product.
Definisi pada dimensi produk merupakan upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan oleh individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah elaborasi/penggabungan yang inovatif. “Creativity is the ability to bring something new into existence” (Baron, 1976 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001)
Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan pada orisinalitas, seperti yang dikemukakan oleh Baron (1969) yang menyatakan bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula menurut Haefele (1962) dalam Munandar, 1999; yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Dari dua definisi ini maka kreatifitas tidak hanya membuat sesuatu yang baru tetapi mungkin saja kombinasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya.
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan makna dari kreativitas yang dikaji dari empat dimensi yang memberikan definisi saling melengkapi. Akhirnya secara komprehensif kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berfikir, bersikap, dan bertindak tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa (unusual) guna memecahkan berbagai persoalan, sehingga dapat menghasilkan penyelesaian yang orisinal dan bermanfaat.
B.  Ciri Kreativitas
Kreativitas tentunya memiliki ciri – ciri, menurut Oemar Hamalik (2002: 145), ciri – ciri kreativitas ialah sebagai berikut: mengamati dan menilai dengan tepat apa yang diamatinya, melihat hal – hal seperti orang lain tetapi juga sebagai orang – orang lain yang tak melakukannya, bebas dalam pengenalan dan menilainya dengan jelas, didorong terhadap nilai dan terhadap latihan untuk mengembangkan bakatnya, kapasitas otaknya lebih besar, kemampuan kogniktif, cakrawala yang lebih kompleks, kontaknya lebih luas dengan dunia imajinasi, kesadarannya lebih luas dan lues, dan kebebasan yang obyektif untuk mengembangkan potensi kreatifnya.
Sedangkan menurut Sund yang dikutip oleh Slameto (2003: 147), menyatakan bahwa individu dengan potensi kreatif dapat dikenal melalui ciri – ciri yaitu hasrat keingintahuan yang cukup besar, bersikap terbuka terhadap pengalaman baru, panjang akal, keinginan untuk menemukan dan meneliti, cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit, cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan, memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melakasanakan tugas, berpikir fleksibel, menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban yang lebih banyak, kemampuan membuat analisis dan sintesis, memiliki semangat bertanya serta meneliti, memiliki daya abstraksi yang cukup baik, dan memiliki latar belakang membaca yang luas.
Pendapat lain seperti Guilford yang dikutip oleh Buchori Alma (2007: 69) mengungkapkan bahwa kemampuan kreatif dapat melalui masalah yang memicu pada lima macam perilaku kreatif, yaitu :
1.      Fluency (Kelancaran), yaitu kemampuan mengemukakan ide – ide yang serupa untuk memecahkan suatu masalah.
2.      Fleksibility (keluesan), yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai macam ide guna memecahkan suatu masalah di luar kategori yang biasa.
3.      Originality (keaslian), yaitu kemampuan memberikan respon yang unik atau luar biasa.
4.      Elaboration (keterperincian), yaitu kemampuan menyatakan pengarah ide secara terperinci untuk mewujudkan ide menjadi kenyataan.
5.      Sensitivity (kepekaan), yaitu kepekaan menangkap dan menghasilkan masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.
C.  Faktor Pengaruh Kreativitas
Kreativitas tidak hanya muncul begitu saja pada seseorang tetapi tentunya ada faktor yang mempengaruhinya. Kreativitas siswa juga dapat digerakkan melalui motivasi. Hal ini sejalan dengan apa yang telah diungkapkan Oemar hamalik (2002: 183), bahwa dengan menerapkan teknik mengajar tertentu, motivasi siswa dapat diarahkan kepada kegiatan – kegiatan kreatif.
Kreativitas muncul dari kemampuan berpikir kreatif. Clark (1983) mengkategorikan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas ke dalam 2 kelompok yakni :
1.      Faktor Pendukung
Berikut ini adalah faktor – faktor yang mendukung tingkat kreatifitas pesera didik yaitu :
a)      Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan
b)      Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak pertanyaan
c)      Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu
d)     Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian
2.      Faktor penghambat
Berikut ini adalah faktor - faktor yang menghambat perkembangan kreatifitas dari peserta ddik, yaitu :
a)      Tidak menghargai terhadap fantasi dan hayalan
b)      Otoritarianisme
c)      Diferensiasi antara bekerja dan bermain
d)     Stereotif peran seks/jenis kelamin
e)      Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.

2.2  Jenis – Jenis Kreatifitas
Jeff DeGraff dan Khaterine mengelompokkan kreativitas menjadi empat hal diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Imajinatif (imagine) mementingkan pencapain tujuan inovasi dan pertumbuhan. Karakter : generalis, senang bereksplorasi, menyukai perubahan, dan menyukai keragaman.
b.      Penanam Modal (Invest) mementingkan kecepatan dan keuntungan. Karakter : berorientasi pada kinerja, mengandalkan daya pikir, disiplin, dan menyukai tantangan.
c.       Pembaharu (improve) mementingkan kualitas dan optimalisasi. Karakter sistematik, menyukai teknik, praktis, dan memiliki perhatian terhadap proses.
d.      Penggagas (Incubate) mementingkan peran minat dan kelapangan ide-ide. Karakter: menyukai curah ide, berorientasi pada kekuatan komunikasi, bersifat komunikatif dan menyukai belajar.

2.3 Upaya Membantu Mengembangkan Kreativitas dan Implikasinya Dalam Pendidikan
Dalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif Torrance (1977) menamakan relasi bantuan dengan istilah “Creative relationship” yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.       Pembimbing berusaha memahami pikiran dan perasaan anak
b.      Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan
c.       Pembimbing lebih menekan pada proses daripada hasil sehingga pembimbing dituntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
d.      Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
e.       Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kelemahan anak.
Dedi Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut :
a.       Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya
b.      Mengakui dan menhargai gagasan-gagasan anak
c.       Menjadi pendorong bagi anak untuk mengkombinasikan dan mewujudkan gagasan-gagasannya.
d.      Membantu anak memahami divergensinya dalam berpikir dan bersikap dan bukan malah menghukumnya
e.       Memberikan peluang untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasannya
f.       Memberikan informasi-informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia
Jika di tinjau dari betapa pentinganya peserta didik memperoleh pengetahuan tentang sejarah tentunya dalam kegiatan pembelajaran sejarah ini sangat dituntut keaktifan peserta didik, dan kretivitas seorang guru atau pendidik terutama guru bidang studi Pendidikan Sejarah sehingga Pendidikan Sejarah sudah mencerminkan tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Ada beberapa faktor penyebab kelemahan pengajaran sejarah dalam proses penyampaian guru dan penguasaan peserta didik terhadap materi sejarah menurut antara lain :
a.       Kurangnya kesadaran sebagian guru tentang bagaimana sebuah peristiwa sejarah di tulis.
b.      Kurangnya akses terhadap hasil-hasil penelitian sejarah.
c.       Kurangnya variasi dalam metode penyampaian materi sejarah (Wasino, 2004:2).
Ada cukup banyak metode pembelajaran yang dapat mengakomodasi pengembangan kreativitas peserta didik. Adapun teknik-teknik yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas dalam kegiatan intra kurikuler, khususnya dalam pembelajaran antara lain adalah:
a.    Melakukan pendekatan inquiry (pencaritahuan)
Model yang didasarkan pada penemuan model pem-belajaran meliputi: penemuan terbimbing, pembelajaran ber-basis masalah, pembelajaran berbasis simulasi, pembelajaran berbasis kasus, pembelajaran insidental. Menurut Jerome Bruner (Syah, 2003) bahwa Inquiry Discovery Learning adalah teori penyelidikan pembelajaran berbasis konstruktivis yang terjadi dalam pemecahan masalah situasi di mana warga belajar menarik pada pengalaman masa lalu sendiri dan pengetahuan yang ada untuk menemukan fakta dan hubungan dan kebenaran baru yang akan dipelajari. Peserta didik berinteraksi dengan dunia (lingkungan) dengan mengeksplorasi dan memanipulasi obyek, bergulat dengan pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Hal ini dapat lebih memudahkan untuk mengingat konsep dan pengetahuan yang ditemukan pada mereka sendiri. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri dengan teknik pendekatan pemecahan masalah (problem solving techniques)
b.      Menggunakan teknik sumbang saran (brain storming)
Teknik sumbang saran biasanya juga digunakan dalam pembelajaran dalam bentuk diskusi di kelas, yang dipimpin oleh guru. Jika guru seringkali (terbiasa) mengguna-kan teknik sumbang saran ini dalam pembelajaran, maka anak-anak (peserta didik) akan terbiasa berpikir kreatif. Adapun tahap yang perlu dilalui dengan cara Suatu masalah dikemukakan oleh guru, dan anak diminta untuk mengemukakan gagasannya dalam merespon (mengatasi) masalah tesebut. Selanjutnya, anak diminta meninjau gagasan-gagasan tersebut, dan menentukan gagasan yang akan digunakan dalam pemecahan masalah tersebut
c.       Mengakomodasi berpikir divergen melalui soal/tugas
Dalam membuat soal atau tugas yang dikerjakan oleh peserta didik, pada umumnya guru hanya berorientasi pada makin lengkapnya soal sesuai materi maka semakin baik. Hal tersebut bukanlah suatu pandangan atau kebiasaan yang salah, karena memang guru dituntut untuk dapat mengevaluasi kemampuan peserta didik terhadap semua materi yang harus dipelajarinya. Namun, pemahaman atau kebiasaan tersebut akan menjadi semakin lengkap dan baik jika guru juga memperhatikan sifat soal, tingkat kesukaran, dan efek soal tersebut terhadap perkembangan kemampuan merespon peserta didiknya; salah satunya pengembangan untuk berpikir divergen.
Di antara sekian materi pasti dapat dijumpai suatu materi yang dapat digunakan untuk mengasah kemampuan berpikir divergen peserta didik; yang mana jawaban peserta didik menjadi lebih luas tergantung alasan dan sudut pandang dalam menjawab soal tersebut. Kebiasaan dalam membuat soal yang membutuhkan berpikir divergen ini, memang membuat tugas guru dalam mengevaluasi jawaban peserta didiknya harus ekstra hati-hati dan memiliki pandangan yang luas. Namun, jika hal ini dilakukan, guru akan bersyukur karena melalui akomodasi berpikir divergen melalui tugas atau soal yang dikerjakan peserta didiknya akan menjadi peserta didik selalu terbiasa berpandangan luas, kritis, dan kreatif.
d.      Reenactment
Reenactment adalah suatu kondisi dimana guru mengajak peserta didik untuk  merasakan dan seolah-olah mengalami kembali peristiwa Sejarah yang pernah terjadi dimasa lalu. Melalui reenactment para peserta didik seakan-akan dapat dibawa kembali ke peristiwa masa silam. Mereka akan merasakan partisipasi dan konteks zaman dimana sebuah peristiwa Sejarah terjadi. Reenactment akan menjadi lebih bermakna dengan aktivitas memainkan peran tokoh-tokoh yang terlibat dalam sebuah peristiwa sejarah. Mereka akan lebih memahami mengapa si tokoh mengambil sebuah keputusan yang mempengaruhi sebuah peristiwa sejarah. Dengan reenactment  ini, aktivitas pembelajaran Sejarah akan lebih bermakna dan inovatif karena memberikan pengalaman belajar yang konkrit.
Salah satu metode pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan reenactment adalah dengan  unjuk-kinerja (performance). Ada beberapa kegiatan unjuk-kinerja yang dapat membawa peserta didik menjadi seorang reenactor, yaitu dengan pertunjukkan drama.
Dalam pembelajaran Sejarah seorang guru dapat menerapkan  model drama sejarah. Drama Sejarah adalah aktivitas unjuk-kinerja berupa drama, namun mengambil latar cerita peristiwa-peristiwa sejarah. Masyarakat Indonesia sudah sangat sering melakukan drama sejarah ini dalam wujud Lenong, Ludruk atau penampilan lainnya.
Menurut Surachmad (1984:102) menyatakan bahwa metode bermain peran dalam pelaksanaannya sering disilihgantikan. Bermain peran menekankan kenyataan dimana siswa diikutsertakan dalam memainkan peranan dan mendramatisasikan masalah-masalah hubungan sosial.
Sementara itu, menurut Hasan (1996) mengemukakan bahwa bermain peran adalah  suatu proses belajar dimana siswa melakukan sesuatu yang dilakukan oleh orang lain, dimana orang tersebut adalah mungkin seorang presiden, raja, mentri, tokoh masyarakat, pejabat hukum, guru atau bahkan masyarakat biasa.


DAFTAR PUSTAKA

1.    ychology Gunadarma University. 2012. Pengembangan Kreativitas dan Keberbakatan (http://psikologi-1pa05.blogspot.com/2012/03/pengembangan-kreativitas-dan.html)
2.    Cambell, David. 1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius
3.    Danny, Tritjahjo. 2014. Pengembangan Kreatifitas Peserta Didik “Tuntutan Bagi Guru Dalam Mengembangkan Model Pembelajaran”  (http://widiasaripress.blogspot.com)

PENGEMBANGAN KREATIFITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH





(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.





Oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B






PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 2. PEMBAHASAN


2.1  Konsep Dasar Kreatifitas
A.  Pengertian Kreatifitas
Kreativitas merupakan sifat pribadi seorang individu (dan bukan merupakan sifat sosial yang dihayati oleh masyarakat) yang tercermin dalam sikap yang timbul dari ide – ide baru. Dedi Supriadi (1994: 7) “kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun hasil nyata, yang relativ berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya” sedangkan dalam Utami Munandar (Nana Syaodih, 1990: 47) kreativitas adalah:
1.      Kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau unsur yang ada.
2.      Berdasarkan data atau unsur yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kualitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban.
3.      Kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinilitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan.
Kreativitas berupa orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Oleh karena itu, kreativitas seseorang tergantung bagaimana seseorang bisa berpikir kreatif. Menurut Elaine B. Johnson (2002: 214), berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memerhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan keinginan – keinginan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide – ide yang tidak terduga. Berpikir kreatif membutuhkan ketekunan, disiplin diri, dan perhatian penuh, meliputi aktivitas mental seperti:
1.      Mengajukan pertanyaan.
2.      Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pikiran terbuka.
3.      Membangun keterkaitan, khusunya di antara hal – hal yang berbeda.
4.      Menghubungkan – hubungkan berbagai hal dengan bebas.
5.      Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda.
6.      Mendengarkan intuisi.
Kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan suatu hal baru,cara-cara baru, model baru, yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Hal-hal baru itu tidak selalu sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada sebelumnya, unsur-unsurnya bisa saja telah ada sebelumnya, tetapi individu menemukan kombinasi baru, konstruk baru yang memiliki kualitas yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Jadi, hal baru itu adalah sesuatu yang bersifat inovatif. Kreativitas memegang peranan penting dalam kehidupan dan perkembangan manusia. Kreativitas banyak dilandasi oleh kemampuan intelektual, seperti intelegensi bakat dan kecakapan hasil belajar, tetapi juga didukung oleh faktor-faktor afektif dan psikomotor. 
Adapun Definisi kreativitas tergantung pada segi penekanannya, kreativitas dapat didefinisikan kedalam empat jenis dimensi sebagai Four P’s Creativity, yaitu dimensi Person,Proses, Press dan Product sebagai berikut :
1.      Definisi kreativitas dalam dimensi Person.
Definisi pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat disebut kreatif. “Creativity refers to the abilities that are characteristics of creative people” (Guilford, 1950 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001). “Creative action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an unique and characteristic way
(Hulbeck, 1945 dikutip Utami Munandar, 1999). Guilford menerangkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini erat kaitannya dengan bakat. Sedangkan Hulbeck menerangkan bahwa tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi kreativitas dari dua pakar diatas lebih berfokus pada segi pribadi.
2.      Kreativitas dalam dimensi Process.
Definisi pada dimensi proses upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif. “Creativity is a process that manifest in self in fluency, in flexibility as well in originality of thinking” (Munandar, 1977 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001). Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi). Dari pendapat diatas kreativitas sebagai sebuah proses yang terjadi didalam otak manusia dalam menemukan dan mengembangkan sebuah gagasan baru yang lebih inovatif dan variatif (divergensi berpikir).
3.      Definisi Kreativitas dalam dimensi Press.
Definisi dan pendekatan kreativitas yang menekankan faktor press atau dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis. Definisi Simpson (1982) dalam S. C. U. Munandar 1999, merujuk pada aspek dorongan internal dengan rumusannya sebagai berikut : “The initiative that one manifests by his power to break away from the usual sequence of thought”
Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang menghargai imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta inovasi. Kreativitas juga kurang berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan tradisi, dan kurang terbukanya terhadap perubahan atau perkembangan baru.
4.      Definisi Kreativitas dalam dimensi Product.
Definisi pada dimensi produk merupakan upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan oleh individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah elaborasi/penggabungan yang inovatif. “Creativity is the ability to bring something new into existence” (Baron, 1976 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001)
Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan pada orisinalitas, seperti yang dikemukakan oleh Baron (1969) yang menyatakan bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula menurut Haefele (1962) dalam Munandar, 1999; yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Dari dua definisi ini maka kreatifitas tidak hanya membuat sesuatu yang baru tetapi mungkin saja kombinasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya.
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan makna dari kreativitas yang dikaji dari empat dimensi yang memberikan definisi saling melengkapi. Akhirnya secara komprehensif kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berfikir, bersikap, dan bertindak tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa (unusual) guna memecahkan berbagai persoalan, sehingga dapat menghasilkan penyelesaian yang orisinal dan bermanfaat.
B.  Ciri Kreativitas
Kreativitas tentunya memiliki ciri – ciri, menurut Oemar Hamalik (2002: 145), ciri – ciri kreativitas ialah sebagai berikut: mengamati dan menilai dengan tepat apa yang diamatinya, melihat hal – hal seperti orang lain tetapi juga sebagai orang – orang lain yang tak melakukannya, bebas dalam pengenalan dan menilainya dengan jelas, didorong terhadap nilai dan terhadap latihan untuk mengembangkan bakatnya, kapasitas otaknya lebih besar, kemampuan kogniktif, cakrawala yang lebih kompleks, kontaknya lebih luas dengan dunia imajinasi, kesadarannya lebih luas dan lues, dan kebebasan yang obyektif untuk mengembangkan potensi kreatifnya.
Sedangkan menurut Sund yang dikutip oleh Slameto (2003: 147), menyatakan bahwa individu dengan potensi kreatif dapat dikenal melalui ciri – ciri yaitu hasrat keingintahuan yang cukup besar, bersikap terbuka terhadap pengalaman baru, panjang akal, keinginan untuk menemukan dan meneliti, cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit, cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan, memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melakasanakan tugas, berpikir fleksibel, menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban yang lebih banyak, kemampuan membuat analisis dan sintesis, memiliki semangat bertanya serta meneliti, memiliki daya abstraksi yang cukup baik, dan memiliki latar belakang membaca yang luas.
Pendapat lain seperti Guilford yang dikutip oleh Buchori Alma (2007: 69) mengungkapkan bahwa kemampuan kreatif dapat melalui masalah yang memicu pada lima macam perilaku kreatif, yaitu :
1.      Fluency (Kelancaran), yaitu kemampuan mengemukakan ide – ide yang serupa untuk memecahkan suatu masalah.
2.      Fleksibility (keluesan), yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai macam ide guna memecahkan suatu masalah di luar kategori yang biasa.
3.      Originality (keaslian), yaitu kemampuan memberikan respon yang unik atau luar biasa.
4.      Elaboration (keterperincian), yaitu kemampuan menyatakan pengarah ide secara terperinci untuk mewujudkan ide menjadi kenyataan.
5.      Sensitivity (kepekaan), yaitu kepekaan menangkap dan menghasilkan masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.
C.  Faktor Pengaruh Kreativitas
Kreativitas tidak hanya muncul begitu saja pada seseorang tetapi tentunya ada faktor yang mempengaruhinya. Kreativitas siswa juga dapat digerakkan melalui motivasi. Hal ini sejalan dengan apa yang telah diungkapkan Oemar hamalik (2002: 183), bahwa dengan menerapkan teknik mengajar tertentu, motivasi siswa dapat diarahkan kepada kegiatan – kegiatan kreatif.
Kreativitas muncul dari kemampuan berpikir kreatif. Clark (1983) mengkategorikan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas ke dalam 2 kelompok yakni :
1.      Faktor Pendukung
Berikut ini adalah faktor – faktor yang mendukung tingkat kreatifitas pesera didik yaitu :
a)      Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan
b)      Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak pertanyaan
c)      Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu
d)     Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian
2.      Faktor penghambat
Berikut ini adalah faktor - faktor yang menghambat perkembangan kreatifitas dari peserta ddik, yaitu :
a)      Tidak menghargai terhadap fantasi dan hayalan
b)      Otoritarianisme
c)      Diferensiasi antara bekerja dan bermain
d)     Stereotif peran seks/jenis kelamin
e)      Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.

2.2  Jenis – Jenis Kreatifitas
Jeff DeGraff dan Khaterine mengelompokkan kreativitas menjadi empat hal diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Imajinatif (imagine) mementingkan pencapain tujuan inovasi dan pertumbuhan. Karakter : generalis, senang bereksplorasi, menyukai perubahan, dan menyukai keragaman.
b.      Penanam Modal (Invest) mementingkan kecepatan dan keuntungan. Karakter : berorientasi pada kinerja, mengandalkan daya pikir, disiplin, dan menyukai tantangan.
c.       Pembaharu (improve) mementingkan kualitas dan optimalisasi. Karakter sistematik, menyukai teknik, praktis, dan memiliki perhatian terhadap proses.
d.      Penggagas (Incubate) mementingkan peran minat dan kelapangan ide-ide. Karakter: menyukai curah ide, berorientasi pada kekuatan komunikasi, bersifat komunikatif dan menyukai belajar.

2.3 Upaya Membantu Mengembangkan Kreativitas dan Implikasinya Dalam Pendidikan
Dalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif Torrance (1977) menamakan relasi bantuan dengan istilah “Creative relationship” yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.       Pembimbing berusaha memahami pikiran dan perasaan anak
b.      Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan
c.       Pembimbing lebih menekan pada proses daripada hasil sehingga pembimbing dituntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
d.      Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
e.       Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kelemahan anak.
Dedi Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut :
a.       Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya
b.      Mengakui dan menhargai gagasan-gagasan anak
c.       Menjadi pendorong bagi anak untuk mengkombinasikan dan mewujudkan gagasan-gagasannya.
d.      Membantu anak memahami divergensinya dalam berpikir dan bersikap dan bukan malah menghukumnya
e.       Memberikan peluang untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasannya
f.       Memberikan informasi-informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia
Jika di tinjau dari betapa pentinganya peserta didik memperoleh pengetahuan tentang sejarah tentunya dalam kegiatan pembelajaran sejarah ini sangat dituntut keaktifan peserta didik, dan kretivitas seorang guru atau pendidik terutama guru bidang studi Pendidikan Sejarah sehingga Pendidikan Sejarah sudah mencerminkan tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Ada beberapa faktor penyebab kelemahan pengajaran sejarah dalam proses penyampaian guru dan penguasaan peserta didik terhadap materi sejarah menurut antara lain :
a.       Kurangnya kesadaran sebagian guru tentang bagaimana sebuah peristiwa sejarah di tulis.
b.      Kurangnya akses terhadap hasil-hasil penelitian sejarah.
c.       Kurangnya variasi dalam metode penyampaian materi sejarah (Wasino, 2004:2).
Ada cukup banyak metode pembelajaran yang dapat mengakomodasi pengembangan kreativitas peserta didik. Adapun teknik-teknik yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas dalam kegiatan intra kurikuler, khususnya dalam pembelajaran antara lain adalah:
a.    Melakukan pendekatan inquiry (pencaritahuan)
Model yang didasarkan pada penemuan model pem-belajaran meliputi: penemuan terbimbing, pembelajaran ber-basis masalah, pembelajaran berbasis simulasi, pembelajaran berbasis kasus, pembelajaran insidental. Menurut Jerome Bruner (Syah, 2003) bahwa Inquiry Discovery Learning adalah teori penyelidikan pembelajaran berbasis konstruktivis yang terjadi dalam pemecahan masalah situasi di mana warga belajar menarik pada pengalaman masa lalu sendiri dan pengetahuan yang ada untuk menemukan fakta dan hubungan dan kebenaran baru yang akan dipelajari. Peserta didik berinteraksi dengan dunia (lingkungan) dengan mengeksplorasi dan memanipulasi obyek, bergulat dengan pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Hal ini dapat lebih memudahkan untuk mengingat konsep dan pengetahuan yang ditemukan pada mereka sendiri. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri dengan teknik pendekatan pemecahan masalah (problem solving techniques)
b.      Menggunakan teknik sumbang saran (brain storming)
Teknik sumbang saran biasanya juga digunakan dalam pembelajaran dalam bentuk diskusi di kelas, yang dipimpin oleh guru. Jika guru seringkali (terbiasa) mengguna-kan teknik sumbang saran ini dalam pembelajaran, maka anak-anak (peserta didik) akan terbiasa berpikir kreatif. Adapun tahap yang perlu dilalui dengan cara Suatu masalah dikemukakan oleh guru, dan anak diminta untuk mengemukakan gagasannya dalam merespon (mengatasi) masalah tesebut. Selanjutnya, anak diminta meninjau gagasan-gagasan tersebut, dan menentukan gagasan yang akan digunakan dalam pemecahan masalah tersebut
c.       Mengakomodasi berpikir divergen melalui soal/tugas
Dalam membuat soal atau tugas yang dikerjakan oleh peserta didik, pada umumnya guru hanya berorientasi pada makin lengkapnya soal sesuai materi maka semakin baik. Hal tersebut bukanlah suatu pandangan atau kebiasaan yang salah, karena memang guru dituntut untuk dapat mengevaluasi kemampuan peserta didik terhadap semua materi yang harus dipelajarinya. Namun, pemahaman atau kebiasaan tersebut akan menjadi semakin lengkap dan baik jika guru juga memperhatikan sifat soal, tingkat kesukaran, dan efek soal tersebut terhadap perkembangan kemampuan merespon peserta didiknya; salah satunya pengembangan untuk berpikir divergen.
Di antara sekian materi pasti dapat dijumpai suatu materi yang dapat digunakan untuk mengasah kemampuan berpikir divergen peserta didik; yang mana jawaban peserta didik menjadi lebih luas tergantung alasan dan sudut pandang dalam menjawab soal tersebut. Kebiasaan dalam membuat soal yang membutuhkan berpikir divergen ini, memang membuat tugas guru dalam mengevaluasi jawaban peserta didiknya harus ekstra hati-hati dan memiliki pandangan yang luas. Namun, jika hal ini dilakukan, guru akan bersyukur karena melalui akomodasi berpikir divergen melalui tugas atau soal yang dikerjakan peserta didiknya akan menjadi peserta didik selalu terbiasa berpandangan luas, kritis, dan kreatif.
d.      Reenactment
Reenactment adalah suatu kondisi dimana guru mengajak peserta didik untuk  merasakan dan seolah-olah mengalami kembali peristiwa Sejarah yang pernah terjadi dimasa lalu. Melalui reenactment para peserta didik seakan-akan dapat dibawa kembali ke peristiwa masa silam. Mereka akan merasakan partisipasi dan konteks zaman dimana sebuah peristiwa Sejarah terjadi. Reenactment akan menjadi lebih bermakna dengan aktivitas memainkan peran tokoh-tokoh yang terlibat dalam sebuah peristiwa sejarah. Mereka akan lebih memahami mengapa si tokoh mengambil sebuah keputusan yang mempengaruhi sebuah peristiwa sejarah. Dengan reenactment  ini, aktivitas pembelajaran Sejarah akan lebih bermakna dan inovatif karena memberikan pengalaman belajar yang konkrit.
Salah satu metode pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan reenactment adalah dengan  unjuk-kinerja (performance). Ada beberapa kegiatan unjuk-kinerja yang dapat membawa peserta didik menjadi seorang reenactor, yaitu dengan pertunjukkan drama.
Dalam pembelajaran Sejarah seorang guru dapat menerapkan  model drama sejarah. Drama Sejarah adalah aktivitas unjuk-kinerja berupa drama, namun mengambil latar cerita peristiwa-peristiwa sejarah. Masyarakat Indonesia sudah sangat sering melakukan drama sejarah ini dalam wujud Lenong, Ludruk atau penampilan lainnya.
Menurut Surachmad (1984:102) menyatakan bahwa metode bermain peran dalam pelaksanaannya sering disilihgantikan. Bermain peran menekankan kenyataan dimana siswa diikutsertakan dalam memainkan peranan dan mendramatisasikan masalah-masalah hubungan sosial.
Sementara itu, menurut Hasan (1996) mengemukakan bahwa bermain peran adalah  suatu proses belajar dimana siswa melakukan sesuatu yang dilakukan oleh orang lain, dimana orang tersebut adalah mungkin seorang presiden, raja, mentri, tokoh masyarakat, pejabat hukum, guru atau bahkan masyarakat biasa.


DAFTAR PUSTAKA

1.    ychology Gunadarma University. 2012. Pengembangan Kreativitas dan Keberbakatan (http://psikologi-1pa05.blogspot.com/2012/03/pengembangan-kreativitas-dan.html)
2.    Cambell, David. 1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius
3.    Danny, Tritjahjo. 2014. Pengembangan Kreatifitas Peserta Didik “Tuntutan Bagi Guru Dalam Mengembangkan Model Pembelajaran”  (http://widiasaripress.blogspot.com)