Pages

Desember 17, 2014

PENGEMBANGAN BERFIKIR ILMIAH SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH






(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.





Oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B






PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1    Konsep Dasar Berfikir Ilmiah
a.    Hakekat Berfikir Ilmiah
Berpikir merupakan kegiatan (akal) untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi dan deduksi.(Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,). Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian. Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118)
Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir/ pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah,yang sudah ada (Eman Sulaeman). Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengethuan. Atau menggunakan prinsip-prinsip logisterhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran.
Menurut (Mumuh mulyana Mubarak, SE) Berpikir ilmiah adalah metode berpikir yang di dasarkan pada logika deduktif dan induktif. Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat Jujun S. Suria Sumantri,(1984). Menurut Salam (1997:139) berfikir ilmiah diartikan sebagai :
1)      Proses atau aktivitas manusia untuk  menemukan/ mendapatkan ilmu. 
2)      Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
3)      Sarana berpikir ilmiah.
4)      Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.
5)      Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik.
6)      Merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya dengan baik.
7)      Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
b.    Ciri – ciri berfikir ilmiah
Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dan sebagainya (James, 1999). Ciri – ciri dari berfikir ilmiah diantaranya adalah sebagai berikut :
1)      Obyektif.
Seorang ilmuwan dituntut  mampu berpikir obyektif atau apa adanya.   Seorang yang berpikir obyektif selalu menggunakan  data yang  benar.  Disebut sebagai data yang benar, manakala data itu  diperoleh dari sumber dan cara  yang benar.  Sebaliknya,   data yang tidak benar oleh karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Data itu  dibuat-buat, misalnya.  Data yang benar  adalah data yang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebih. Ternyata untuk mendapatkan data yang benar juga tidak mudah. Lebih mudah mendapatkan data palsu. Seorang ilmuwan  harus mampu membedakan antara data yang benar itu dari data yang palsu.Data yang benar tidak selalu mudah mendapatkannya, dan hal itu sebaliknya adalah data palsu. Banyak orang berpikir salah, oleh karena mendasarkan pada data yang salah atau bahkan data palsu. Dari kenyataan  seperti ini, maka seorang yang  berpikir ilmiah,   harus hati-hati terhadap  data yang tersedia.
2)      Rasional  atau masuk akal.  
Seorang berpikir ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar.  Mereka bisa  mengenali  kejadian atau peristiwai mulai    apa yang  menjadi sebab dan apa pula  akibatnya.  Segala sesuatu   selalu mengikuti  hukum sebab dan akibat.  Bahwa sesuatu ada, maka pasti ada yang mengadakan. Sesuatu menjadi  berkembang,  oleh karena  ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang menjadi marah oleh karena terdapat sebab-sebab yang menjadikannya marah. Manakala sebab itu tidak ada, tetapi tetap marah,  maka  orang dimaksud dianggap di luar kebiasaan,  atau tidak masuk akal.Orang berikir ilmiah tidak akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak masuk akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru  bagi  seseorang yang selalu berikir ilmiah  tidak segera diterimanya. Mereka akan mencari tahu informasi itu tentang sumbernya, siapa yang membawa, dan kalau perlu diuji  terlebih dahulu  atas kebenarannya. Begitu pula tatkala menghadapi pandangan atau pendapat, maka seorang  yang berpikir ilmiah akan  berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat itu. Atas sikapnya seperti  itu, maka seorang  yang berpkir ilmiah dianggap kritis.
3)      Terbuka
Seorang yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan masukan,  baik  berupa  pikiran, pandangan, pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal atau sumbernya. Ia tidak segera menutup diri, bahwa hanya pendapatnya  sendiri saja  yang benar dan  selalu mengabaikan lainnya  dari mana pun asalnya. Seseorang yang berpikir ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.
4)      Berorientasi pada kebenaran,  dan bukan pada kalah dan menang.
Seorang yang berpikir ilmiah sanggup  merasa kalah tatkala buah pikirannya memang salah. Kekalahan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang mengecewakan dan menjadikan dirinya  merasa rendah. Seorang yang berpikir ilmiah lebih mengedepankan kebenaran daripada sekedar kemenangan. Kebenaran menjadi tujuan utamanya. Oleh karena itu, seseorang yang berpikir ilmiah, dalam suasana apapun   harus mampu mengendalikan diri,  agar tidak bersikap emosional, subyektif,  dan tertutup. 

2.2    Metode Berfikir Ilmiah
Metode ilmiah dipengaruhi oleh unsur alam yang berubah dan bergerak secara dinamik dan teratur. Kondisi alam yang diduga para filosof karena adanya asas tunggal dari alam (natural law). Filosof yakin, bahwa natural law telah menjadi salah satu sebab adanya ketertiban alam (Zuhairini, 1995). Ketertiban akan diangkat dan harus diletakkan sebagai objek ukuran dalam menentukan kebenaran. Corak-corak metodis yang sandarannya pada kondisi alam, yang dinamik dan teratur, harus diakui telah meneyebabkan lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat dan kecendrungan yang positivistic (Titus, 1959). Ilmu selalu berkembang dalam ukuran-ukuran yang konkrit dengan model dan pendekatan serta eksperimen dan observasi. Dalam perkembangan selanjutnya model dan cara berfikir demikian telah memperoleh gugatan. Karena, tidak semua ilmu dapat didekati dengan model yang sama (Sidi, 1973). Dengan ditemukannya metode berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terjadinya kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yang serba mudah dan menjanjikan. Lebih dari itu semua, manusia dapat menggapai sesuatu yang sebelumnya seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan, terhadap apa yang menjadi kehendak alam (Peursen, 2003).
Metode berpikir ilmiah tidak lepas dari fakta kejadian alam yang kebenarannya selalu ada hubungannya dengan hasil uji eksperimental. Jika suatu teori tidak bisa dibuktikan dengan uji eksperimental maka dikatakan bahwa teori itu tidak bisa diyakini kebenarannya karena tidak memenuhi kriteria sebagai sains.  (Goldstein, 1980). Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing – masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme.
a.     Metode Induksi
Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus (individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal). Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umu.  Misalnya, kita punya fakta bahwa kambing punya mata, kucing punya mata, demikian juga anjing dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-kenyataan ini dapat kita tarik kesimpulan umum bahwa semua binatang mempunyai mata. Dua keuntungan dari logika induktif :
1)   Ekonomis
Karena dengan penalaran induktif kehidupan yang beraneka ragam dengan berbagai corak dan segi dapat direduksi/dikurangi menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukan merupakan koleksi/ kumpulan dari berbagai fakta melainkan esensi dari fakta-fakta tersebut. Demikian juga pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari obyek tertentu, melainkan menekankan pada struktur dasar yang mendasari ujud fakta tersebut. Pernyataan yang bagaimanapun lengkap dan cermatnya tidak dapat mereproduksi betapa manisnya secangkir kopi atau betapa pahitnya pil kina. Jadi pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa kopi itu manis dan pil kina itu pahit. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis.
2)   Penalaran lanjut
Secara induktif dari  berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Melanjutkan contoh tentang kesimpulan bahwa semua binatang mempunyai mata (induksi binatang), dan semua manusia mempunyai mata (induksi manusia) maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makluk mempunyai mata. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat fundamental.
Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta – fakta yagn dapat diuji kebenarannya.
b.    Metode Deduksi
Adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan bersifat umum ditarik kesimpulan bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir silogismus. Silogismus, disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif adalah hasil kesimpulan berdasarkan kedua premis tersebut. Melanjutkan contoh penalaran induktif di atas dapat dibuat silogismus sebagai berikut :
Ø  Semua makluk mempunyai mata [premis mayor] ------ Landasan [1]
Ø  Si Polan adalah seorang makluk [premis minor] -------  Landasan [2]
Ø  Jadi si Polan mempunyai mata [kesimpulan] ----------  Pengetahuan
Ø  Jadi si Polan mempunyai kaki [kesimpulan] ------Pengetahuan

2.3    Pengembangan Berfikir Ilmiah Peserta Didik Dalam Pembelajaran  Sejarah
Salah satu cara untuk mengembangkan berfikir ilmiah anak dalam pembelajaran sejarah adalah melalui metode discovery. Metode pembelajaran Discovery adalah cara untuk menyampaikan ide atau gagasan lewat penemuan” Roestiyah (2001: 20). Belajar merupakan proses mental di mana murid mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud adalah mengamati, menggolong - golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur dan  membuat kesimpulan. Dalam teknik ini murid dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Kata penemuan sebagai model mengajar merupakan penemuan yang dilakukan oleh murid, murid menemukan sendiri sesuatu hal yang baru, ini tidak berarti yang ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui orang lain.

Metode penemuan (discovey) merupakan komponen dari suatu bagian praktik pendidikan yang seringkali diterjemahkan sebagai mengajar heuristik, yakni suatu jenis mengajar yang meliputi model-model yang dirancang untuk meningkatkan rentangan keaktifan murid yang lebih besar, berorientasi kepada proses, mengarahkan pada diri sendiri, mencari sendiri dan refleksi yang sering muncul sebagai kegiatan belajar. 
Dengan demikian, murid lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan maupun tanpa bimbinan guru. Model pembelajaran Discovery merupakan model mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berfikir ilmiah, murid betul-betul ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam model pembelajaran Discovery adalah pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh murid sendiri.
Tugas berikutnya dari guru adalah menyediakan sumber belajar bagi murid dalam rangka pemecahan masalah. Sudah barang tentu bimbingan dan pengawasan dari guru masih tetap  diperlukan, namun campur tangan terhadap kegiatan murid dalam pemecahan masalah harus dikurangi. Tujuan pembelajaran Discovery menurut (Azhar 1991:  99) yaitu:
a.       kemampuan berfikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analisis dan logis)
b.      membina dan mengembangkan sikap ingin lebih tahu
c.       mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
d.      mengembangkan sikap, keterampilan kepercayaan murid dalam memutuskan  sesuatu secara tepat dan obyektif.
Sebagai kesimpulan dimana guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas, persoalan bersumber dari bahan pelajaran yang menantang murid/problematikdan sesuai dengan nalar murid.
Pembelajaran Discovery memungkinkan murid menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional, ini kearah peran guru sebagi pengelola interaksi belajar mengajar kelas, ditandai bahwa model penemuan tidak terlepas dari adanya keterlibatan murid dalam interaksi belajar mengajar.
Langkah - langkah dalam pembelajaran discovery diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Identifikasi kebutuhan siswa
b.      Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan
c.       Seleksi bahan, problema/ tugas-tugas
d.      Membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa
e.       Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan
f.       Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan
g.      Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan
h.      Membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa
i.        Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah
j.        Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa
k.      membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini:
a.       Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif
b.      Dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa
c.       Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain
d.      Dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri
e.       Siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata

DAFTAR PUSTAKA

2.      Sumarto. 2006. Kosep Dasar Berpikir “Pengantar Ke Arah Berpikir Ilmiah”. http://eprints.upnjatim.ac.id/2327/1/sumarto_2.pdf
3.      Konsep Dasar Berfikir Ilmiah dengan Penalaran Deduktif, Induktif, Dan Abduktif. Universitas Diponegoro. https://www.academia.edu/4117281/




PENGEMBANGAN BERFIKIR ILMIAH SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH






(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.





Oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B






PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1    Konsep Dasar Berfikir Ilmiah
a.    Hakekat Berfikir Ilmiah
Berpikir merupakan kegiatan (akal) untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi dan deduksi.(Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,). Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian. Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118)
Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir/ pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah,yang sudah ada (Eman Sulaeman). Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengethuan. Atau menggunakan prinsip-prinsip logisterhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran.
Menurut (Mumuh mulyana Mubarak, SE) Berpikir ilmiah adalah metode berpikir yang di dasarkan pada logika deduktif dan induktif. Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat Jujun S. Suria Sumantri,(1984). Menurut Salam (1997:139) berfikir ilmiah diartikan sebagai :
1)      Proses atau aktivitas manusia untuk  menemukan/ mendapatkan ilmu. 
2)      Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
3)      Sarana berpikir ilmiah.
4)      Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.
5)      Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik.
6)      Merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya dengan baik.
7)      Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
b.    Ciri – ciri berfikir ilmiah
Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dan sebagainya (James, 1999). Ciri – ciri dari berfikir ilmiah diantaranya adalah sebagai berikut :
1)      Obyektif.
Seorang ilmuwan dituntut  mampu berpikir obyektif atau apa adanya.   Seorang yang berpikir obyektif selalu menggunakan  data yang  benar.  Disebut sebagai data yang benar, manakala data itu  diperoleh dari sumber dan cara  yang benar.  Sebaliknya,   data yang tidak benar oleh karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Data itu  dibuat-buat, misalnya.  Data yang benar  adalah data yang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebih. Ternyata untuk mendapatkan data yang benar juga tidak mudah. Lebih mudah mendapatkan data palsu. Seorang ilmuwan  harus mampu membedakan antara data yang benar itu dari data yang palsu.Data yang benar tidak selalu mudah mendapatkannya, dan hal itu sebaliknya adalah data palsu. Banyak orang berpikir salah, oleh karena mendasarkan pada data yang salah atau bahkan data palsu. Dari kenyataan  seperti ini, maka seorang yang  berpikir ilmiah,   harus hati-hati terhadap  data yang tersedia.
2)      Rasional  atau masuk akal.  
Seorang berpikir ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar.  Mereka bisa  mengenali  kejadian atau peristiwai mulai    apa yang  menjadi sebab dan apa pula  akibatnya.  Segala sesuatu   selalu mengikuti  hukum sebab dan akibat.  Bahwa sesuatu ada, maka pasti ada yang mengadakan. Sesuatu menjadi  berkembang,  oleh karena  ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang menjadi marah oleh karena terdapat sebab-sebab yang menjadikannya marah. Manakala sebab itu tidak ada, tetapi tetap marah,  maka  orang dimaksud dianggap di luar kebiasaan,  atau tidak masuk akal.Orang berikir ilmiah tidak akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak masuk akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru  bagi  seseorang yang selalu berikir ilmiah  tidak segera diterimanya. Mereka akan mencari tahu informasi itu tentang sumbernya, siapa yang membawa, dan kalau perlu diuji  terlebih dahulu  atas kebenarannya. Begitu pula tatkala menghadapi pandangan atau pendapat, maka seorang  yang berpikir ilmiah akan  berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat itu. Atas sikapnya seperti  itu, maka seorang  yang berpkir ilmiah dianggap kritis.
3)      Terbuka
Seorang yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan masukan,  baik  berupa  pikiran, pandangan, pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal atau sumbernya. Ia tidak segera menutup diri, bahwa hanya pendapatnya  sendiri saja  yang benar dan  selalu mengabaikan lainnya  dari mana pun asalnya. Seseorang yang berpikir ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.
4)      Berorientasi pada kebenaran,  dan bukan pada kalah dan menang.
Seorang yang berpikir ilmiah sanggup  merasa kalah tatkala buah pikirannya memang salah. Kekalahan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang mengecewakan dan menjadikan dirinya  merasa rendah. Seorang yang berpikir ilmiah lebih mengedepankan kebenaran daripada sekedar kemenangan. Kebenaran menjadi tujuan utamanya. Oleh karena itu, seseorang yang berpikir ilmiah, dalam suasana apapun   harus mampu mengendalikan diri,  agar tidak bersikap emosional, subyektif,  dan tertutup. 

2.2    Metode Berfikir Ilmiah
Metode ilmiah dipengaruhi oleh unsur alam yang berubah dan bergerak secara dinamik dan teratur. Kondisi alam yang diduga para filosof karena adanya asas tunggal dari alam (natural law). Filosof yakin, bahwa natural law telah menjadi salah satu sebab adanya ketertiban alam (Zuhairini, 1995). Ketertiban akan diangkat dan harus diletakkan sebagai objek ukuran dalam menentukan kebenaran. Corak-corak metodis yang sandarannya pada kondisi alam, yang dinamik dan teratur, harus diakui telah meneyebabkan lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat dan kecendrungan yang positivistic (Titus, 1959). Ilmu selalu berkembang dalam ukuran-ukuran yang konkrit dengan model dan pendekatan serta eksperimen dan observasi. Dalam perkembangan selanjutnya model dan cara berfikir demikian telah memperoleh gugatan. Karena, tidak semua ilmu dapat didekati dengan model yang sama (Sidi, 1973). Dengan ditemukannya metode berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terjadinya kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yang serba mudah dan menjanjikan. Lebih dari itu semua, manusia dapat menggapai sesuatu yang sebelumnya seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan, terhadap apa yang menjadi kehendak alam (Peursen, 2003).
Metode berpikir ilmiah tidak lepas dari fakta kejadian alam yang kebenarannya selalu ada hubungannya dengan hasil uji eksperimental. Jika suatu teori tidak bisa dibuktikan dengan uji eksperimental maka dikatakan bahwa teori itu tidak bisa diyakini kebenarannya karena tidak memenuhi kriteria sebagai sains.  (Goldstein, 1980). Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing – masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme.
a.     Metode Induksi
Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus (individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal). Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umu.  Misalnya, kita punya fakta bahwa kambing punya mata, kucing punya mata, demikian juga anjing dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-kenyataan ini dapat kita tarik kesimpulan umum bahwa semua binatang mempunyai mata. Dua keuntungan dari logika induktif :
1)   Ekonomis
Karena dengan penalaran induktif kehidupan yang beraneka ragam dengan berbagai corak dan segi dapat direduksi/dikurangi menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukan merupakan koleksi/ kumpulan dari berbagai fakta melainkan esensi dari fakta-fakta tersebut. Demikian juga pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari obyek tertentu, melainkan menekankan pada struktur dasar yang mendasari ujud fakta tersebut. Pernyataan yang bagaimanapun lengkap dan cermatnya tidak dapat mereproduksi betapa manisnya secangkir kopi atau betapa pahitnya pil kina. Jadi pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa kopi itu manis dan pil kina itu pahit. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis.
2)   Penalaran lanjut
Secara induktif dari  berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Melanjutkan contoh tentang kesimpulan bahwa semua binatang mempunyai mata (induksi binatang), dan semua manusia mempunyai mata (induksi manusia) maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makluk mempunyai mata. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang makin lama makin bersifat fundamental.
Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta – fakta yagn dapat diuji kebenarannya.
b.    Metode Deduksi
Adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan bersifat umum ditarik kesimpulan bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir silogismus. Silogismus, disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif adalah hasil kesimpulan berdasarkan kedua premis tersebut. Melanjutkan contoh penalaran induktif di atas dapat dibuat silogismus sebagai berikut :
Ø  Semua makluk mempunyai mata [premis mayor] ------ Landasan [1]
Ø  Si Polan adalah seorang makluk [premis minor] -------  Landasan [2]
Ø  Jadi si Polan mempunyai mata [kesimpulan] ----------  Pengetahuan
Ø  Jadi si Polan mempunyai kaki [kesimpulan] ------Pengetahuan

2.3    Pengembangan Berfikir Ilmiah Peserta Didik Dalam Pembelajaran  Sejarah
Salah satu cara untuk mengembangkan berfikir ilmiah anak dalam pembelajaran sejarah adalah melalui metode discovery. Metode pembelajaran Discovery adalah cara untuk menyampaikan ide atau gagasan lewat penemuan” Roestiyah (2001: 20). Belajar merupakan proses mental di mana murid mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud adalah mengamati, menggolong - golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur dan  membuat kesimpulan. Dalam teknik ini murid dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Kata penemuan sebagai model mengajar merupakan penemuan yang dilakukan oleh murid, murid menemukan sendiri sesuatu hal yang baru, ini tidak berarti yang ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui orang lain.

Metode penemuan (discovey) merupakan komponen dari suatu bagian praktik pendidikan yang seringkali diterjemahkan sebagai mengajar heuristik, yakni suatu jenis mengajar yang meliputi model-model yang dirancang untuk meningkatkan rentangan keaktifan murid yang lebih besar, berorientasi kepada proses, mengarahkan pada diri sendiri, mencari sendiri dan refleksi yang sering muncul sebagai kegiatan belajar. 
Dengan demikian, murid lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan maupun tanpa bimbinan guru. Model pembelajaran Discovery merupakan model mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berfikir ilmiah, murid betul-betul ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam model pembelajaran Discovery adalah pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh murid sendiri.
Tugas berikutnya dari guru adalah menyediakan sumber belajar bagi murid dalam rangka pemecahan masalah. Sudah barang tentu bimbingan dan pengawasan dari guru masih tetap  diperlukan, namun campur tangan terhadap kegiatan murid dalam pemecahan masalah harus dikurangi. Tujuan pembelajaran Discovery menurut (Azhar 1991:  99) yaitu:
a.       kemampuan berfikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analisis dan logis)
b.      membina dan mengembangkan sikap ingin lebih tahu
c.       mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
d.      mengembangkan sikap, keterampilan kepercayaan murid dalam memutuskan  sesuatu secara tepat dan obyektif.
Sebagai kesimpulan dimana guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas, persoalan bersumber dari bahan pelajaran yang menantang murid/problematikdan sesuai dengan nalar murid.
Pembelajaran Discovery memungkinkan murid menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan instruksional, ini kearah peran guru sebagi pengelola interaksi belajar mengajar kelas, ditandai bahwa model penemuan tidak terlepas dari adanya keterlibatan murid dalam interaksi belajar mengajar.
Langkah - langkah dalam pembelajaran discovery diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Identifikasi kebutuhan siswa
b.      Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan
c.       Seleksi bahan, problema/ tugas-tugas
d.      Membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa
e.       Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan
f.       Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan
g.      Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan
h.      Membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa
i.        Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah
j.        Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa
k.      membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini:
a.       Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif
b.      Dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa
c.       Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain
d.      Dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri
e.       Siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata

DAFTAR PUSTAKA

2.      Sumarto. 2006. Kosep Dasar Berpikir “Pengantar Ke Arah Berpikir Ilmiah”. http://eprints.upnjatim.ac.id/2327/1/sumarto_2.pdf
3.      Konsep Dasar Berfikir Ilmiah dengan Penalaran Deduktif, Induktif, Dan Abduktif. Universitas Diponegoro. https://www.academia.edu/4117281/