(Disusun guna untuk memenuhi tugas
mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr.
Suranto, M.Pd.
Oleh:
Eka Ariska Putri
(120210302005)
Kelas B
PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Konsep
Dasar Berfikir Ilmiah
a. Hakekat
Berfikir Ilmiah
Berpikir
merupakan kegiatan (akal) untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir
ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi dan deduksi.(Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan,). Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang
luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian. Menurut
Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118)
Berfikir
ilmiah merupakan proses berfikir/ pengembangan pikiran yang tersusun secara
sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah,yang sudah ada (Eman
Sulaeman). Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara
tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan
kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia
ada sejak lahir. Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan
(berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengethuan. Atau menggunakan prinsip-prinsip
logisterhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran.
Menurut
(Mumuh mulyana Mubarak, SE) Berpikir ilmiah adalah metode berpikir yang di
dasarkan pada logika deduktif dan induktif. Berfikir ilmiah adalah pola
penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat Jujun S.
Suria Sumantri,(1984). Menurut Salam (1997:139) berfikir ilmiah diartikan
sebagai :
1)
Proses atau aktivitas manusia
untuk menemukan/ mendapatkan ilmu.
2)
Proses berpikir untuk sampai pada suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan.
3)
Sarana berpikir ilmiah.
4)
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat
yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.
5)
Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah
kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik.
6)
Merupakan alat bagi metode ilmiah dalam
melakukan fungsinya dengan baik.
7)
Mempunyai metode tersendiri yang berbeda
dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana
berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
b. Ciri
– ciri berfikir ilmiah
Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi
untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dan sebagainya (James, 1999).
Ciri – ciri dari berfikir ilmiah diantaranya adalah sebagai berikut :
1)
Obyektif.
Seorang ilmuwan dituntut mampu berpikir obyektif atau apa adanya. Seorang yang berpikir obyektif selalu
menggunakan data yang benar.
Disebut sebagai data yang benar, manakala data itu diperoleh dari sumber dan cara yang benar.
Sebaliknya, data yang tidak
benar oleh karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Data itu dibuat-buat, misalnya. Data yang benar adalah data yang benar-benar sesuai dengan
kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebih. Ternyata untuk mendapatkan
data yang benar juga tidak mudah. Lebih mudah mendapatkan data palsu. Seorang
ilmuwan harus mampu membedakan antara
data yang benar itu dari data yang palsu.Data yang benar tidak selalu mudah
mendapatkannya, dan hal itu sebaliknya adalah data palsu. Banyak orang berpikir
salah, oleh karena mendasarkan pada data yang salah atau bahkan data palsu.
Dari kenyataan seperti ini, maka seorang
yang berpikir ilmiah, harus hati-hati terhadap data yang tersedia.
2)
Rasional atau
masuk akal.
Seorang berpikir ilmiah harus mampu menggunakan logika
yang benar. Mereka bisa mengenali
kejadian atau peristiwai mulai
apa yang menjadi sebab dan apa
pula akibatnya. Segala sesuatu selalu mengikuti hukum sebab dan akibat. Bahwa sesuatu ada, maka pasti ada yang
mengadakan. Sesuatu menjadi
berkembang, oleh karena ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang
menjadi marah oleh karena terdapat sebab-sebab yang menjadikannya marah.
Manakala sebab itu tidak ada, tetapi tetap marah, maka
orang dimaksud dianggap di luar kebiasaan, atau tidak masuk akal.Orang berikir ilmiah
tidak akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak masuk akal.
Informasi, pendapat atau pandangan baru
bagi seseorang yang selalu
berikir ilmiah tidak segera diterimanya.
Mereka akan mencari tahu informasi itu tentang sumbernya, siapa yang membawa,
dan kalau perlu diuji terlebih
dahulu atas kebenarannya. Begitu pula
tatkala menghadapi pandangan atau pendapat, maka seorang yang berpikir ilmiah akan berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar
yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat itu. Atas sikapnya
seperti itu, maka seorang yang berpkir ilmiah dianggap kritis.
3)
Terbuka
Seorang yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan
masukan, baik berupa
pikiran, pandangan, pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru
dari manapun asal atau sumbernya. Ia tidak segera menutup diri, bahwa hanya
pendapatnya sendiri saja yang benar dan selalu mengabaikan lainnya dari mana pun asalnya. Seseorang yang berpikir
ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.
4)
Berorientasi pada kebenaran, dan bukan pada kalah dan menang.
Seorang yang berpikir ilmiah sanggup merasa kalah tatkala buah pikirannya memang
salah. Kekalahan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang mengecewakan dan
menjadikan dirinya merasa rendah.
Seorang yang berpikir ilmiah lebih mengedepankan kebenaran daripada sekedar
kemenangan. Kebenaran menjadi tujuan utamanya. Oleh karena itu, seseorang yang
berpikir ilmiah, dalam suasana apapun
harus mampu mengendalikan diri,
agar tidak bersikap emosional, subyektif, dan tertutup.
2.2
Metode
Berfikir Ilmiah
Metode
ilmiah dipengaruhi oleh unsur alam yang berubah dan bergerak secara dinamik dan
teratur. Kondisi alam yang diduga para filosof karena adanya asas tunggal dari
alam (natural law). Filosof yakin,
bahwa natural law telah menjadi salah
satu sebab adanya ketertiban alam (Zuhairini, 1995). Ketertiban akan diangkat
dan harus diletakkan sebagai objek ukuran dalam menentukan kebenaran.
Corak-corak metodis yang sandarannya pada kondisi alam, yang dinamik dan
teratur, harus diakui telah meneyebabkan lahirnya ilmu pengetahuan dengan sifat
dan kecendrungan yang positivistic (Titus,
1959). Ilmu selalu berkembang dalam ukuran-ukuran yang konkrit dengan model dan
pendekatan serta eksperimen dan observasi. Dalam perkembangan selanjutnya model
dan cara berfikir demikian telah memperoleh gugatan. Karena, tidak semua ilmu
dapat didekati dengan model yang sama (Sidi, 1973). Dengan ditemukannya metode
berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terjadinya kemajuan dalam
ilmu pengetahuan. Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yang serba
mudah dan menjanjikan. Lebih dari itu semua, manusia dapat menggapai sesuatu
yang sebelumnya seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan,
terhadap apa yang menjadi kehendak alam (Peursen, 2003).
Metode berpikir ilmiah tidak lepas
dari fakta kejadian alam yang kebenarannya selalu ada hubungannya dengan hasil
uji eksperimental. Jika suatu teori tidak bisa dibuktikan dengan uji
eksperimental maka dikatakan bahwa teori itu tidak bisa diyakini kebenarannya
karena tidak memenuhi kriteria sebagai sains.
(Goldstein, 1980). Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara
penalaran secara deduktif dan induktif. Masing – masing penalaran ini berkaitan
erat dengan rasionalisme atau empirisme.
a.
Metode Induksi
Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah
yang bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus (individu) menuju
kepada hal yang besifat umum (universal). Jadi cara induksi dimulai dari
penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan
generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umu. Misalnya, kita punya fakta bahwa kambing
punya mata, kucing punya mata, demikian juga anjing dan berbagai binatang
lainnya. Dari kenyataan-kenyataan ini dapat kita tarik kesimpulan umum bahwa
semua binatang mempunyai mata. Dua keuntungan dari logika induktif :
1)
Ekonomis
Karena dengan penalaran induktif kehidupan yang beraneka ragam dengan
berbagai corak dan segi dapat direduksi/dikurangi menjadi beberapa pernyataan.
Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukan merupakan koleksi/ kumpulan dari
berbagai fakta melainkan esensi dari fakta-fakta tersebut. Demikian juga
pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari obyek tertentu, melainkan
menekankan pada struktur dasar yang mendasari ujud fakta tersebut. Pernyataan
yang bagaimanapun lengkap dan cermatnya tidak dapat mereproduksi betapa
manisnya secangkir kopi atau betapa pahitnya pil kina. Jadi pengetahuan cukup
puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa kopi itu
manis dan pil kina itu pahit. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia
untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis.
2)
Penalaran lanjut
Secara induktif dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang
bersifat lebih umum lagi. Melanjutkan contoh tentang kesimpulan bahwa semua
binatang mempunyai mata (induksi binatang), dan semua manusia mempunyai mata
(induksi manusia) maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makluk mempunyai
mata. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara
sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang makin lama makin
bersifat fundamental.
Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh
ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi
dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta – fakta
yagn dapat diuji kebenarannya.
b.
Metode Deduksi
Adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran
induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan bersifat umum
ditarik kesimpulan bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif
biasanya menggunakan pola berpikir silogismus. Silogismus, disusun dari
dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus
ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor
dan premis minor. Pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif
adalah hasil kesimpulan berdasarkan kedua premis tersebut. Melanjutkan contoh
penalaran induktif di atas dapat dibuat silogismus sebagai berikut :
Ø
Semua makluk mempunyai mata [premis
mayor] ------ Landasan [1]
Ø
Si Polan adalah seorang makluk [premis
minor] ------- Landasan [2]
Ø
Jadi si Polan mempunyai mata [kesimpulan]
---------- Pengetahuan
Ø
Jadi si Polan mempunyai kaki [kesimpulan]
------Pengetahuan
2.3
Pengembangan
Berfikir Ilmiah Peserta Didik Dalam Pembelajaran Sejarah
Salah satu
cara untuk mengembangkan berfikir ilmiah anak dalam pembelajaran sejarah adalah
melalui metode discovery. Metode pembelajaran Discovery adalah
cara untuk menyampaikan ide atau gagasan lewat penemuan” Roestiyah (2001: 20).
Belajar merupakan proses mental di mana murid mampu mengasimilasikan suatu
konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud adalah mengamati, menggolong - golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur dan
membuat kesimpulan. Dalam teknik ini murid dibiarkan menemukan sendiri
atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan
instruksi. Kata penemuan sebagai model mengajar merupakan penemuan yang
dilakukan oleh murid, murid menemukan sendiri sesuatu hal yang baru, ini tidak
berarti yang ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui orang lain.
Metode penemuan (discovey) merupakan komponen dari suatu
bagian praktik pendidikan yang seringkali diterjemahkan sebagai mengajar
heuristik, yakni suatu jenis mengajar yang meliputi model-model yang dirancang
untuk meningkatkan rentangan keaktifan murid yang lebih besar, berorientasi
kepada proses, mengarahkan pada diri sendiri, mencari sendiri dan refleksi yang
sering muncul sebagai kegiatan belajar.
Dengan demikian, murid lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam
bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan maupun tanpa bimbinan
guru. Model pembelajaran Discovery
merupakan model mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara
berfikir ilmiah, murid betul-betul ditempatkan sebagai subjek yang belajar,
peranan guru dalam model pembelajaran
Discovery adalah pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Tugas utama
guru adalah memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk
dipecahkan oleh murid sendiri.
Tugas berikutnya dari guru adalah menyediakan sumber belajar bagi murid
dalam rangka pemecahan masalah. Sudah barang tentu bimbingan dan pengawasan
dari guru masih tetap diperlukan, namun
campur tangan terhadap kegiatan murid dalam pemecahan masalah harus dikurangi. Tujuan pembelajaran Discovery
menurut (Azhar 1991: 99) yaitu:
a.
kemampuan
berfikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analisis
dan logis)
b.
membina dan
mengembangkan sikap ingin lebih tahu
c.
mengembangkan
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
d.
mengembangkan
sikap, keterampilan kepercayaan murid dalam memutuskan sesuatu secara tepat dan obyektif.
Sebagai kesimpulan dimana guru harus terampil memilih persoalan yang
relevan untuk diajukan kepada kelas, persoalan bersumber dari bahan pelajaran
yang menantang murid/problematikdan sesuai dengan nalar murid.
Pembelajaran Discovery
memungkinkan murid menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk
mencapai tujuan instruksional, ini kearah peran guru sebagi pengelola interaksi
belajar mengajar kelas, ditandai bahwa model penemuan tidak terlepas dari
adanya keterlibatan murid dalam interaksi belajar mengajar.
Langkah - langkah dalam
pembelajaran discovery
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi kebutuhan siswa
b. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan
generalisasi pengetahuan
c. Seleksi bahan, problema/ tugas-tugas
d. Membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan
masing-masing siswa
e. Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan
f. Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan
g.
Memberi
kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan
h.
Membantu
siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa
i.
Memimpin
analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan
mengidentifikasi masalah
j.
Merangsang
terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa
k.
membantu
siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak
digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode discovery.
Hal ini disebabkan karena metode ini:
a.
Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar
siswa aktif
b.
Dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang
dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak
mudah dilupakan siswa
c.
Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian
yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi
lain
d.
Dengan menggunakan strategi discovery anak
belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri
e.
Siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan
problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan
nyata
DAFTAR PUSTAKA
2.
Sumarto.
2006. Kosep Dasar Berpikir “Pengantar Ke Arah Berpikir Ilmiah”. http://eprints.upnjatim.ac.id/2327/1/sumarto_2.pdf
3.
Konsep Dasar
Berfikir Ilmiah dengan Penalaran Deduktif, Induktif, Dan Abduktif. Universitas
Diponegoro. https://www.academia.edu/4117281/