(Disusun guna untuk memenuhi tugas
mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr.
Suranto, M.Pd.
Oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B
PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Berfikir
Sejarah
Standar
- standar dalam pembelajaran sejarah secara eksplisit mempunyai tujuan umum
yang memberikan kesempatan bagi semua siswa untuk mencapai nya. Dalam sejarah, kemampuan
standar yang harus dikuasai tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Historical Thinking Skills, kemampuan
berpikir kesejarahan yang memungkinkan anak/siswa untuk membedakan masa lalu,
masa sekarang, dan masa yang akan datang; membangun pertanyaan; mencari dan
mengevaluasi bukti-bukti; membandingkan dan menganalisis kisah-kisah sejarah,
ilustrasi - ilustrasi, dan catatan - catatan dari masa lalu;
menginterpretasikan catatan - catatan sejarah; dan mengkonstruksinarsi sejarah
menurut versi masing - masing siswa.atau anak.
b.
Historical Understanding yang menetapkan
bahwa siswa sebaiknya mengetahui sejarah keluarganya, komunitasnya, negara
bagiannya, bangsa dan dunia. Pengertian-pengertian ini dilukiskan berdasarkan
catatan-catatan mengenai aspirasi-aspirasi kemanusiaan, perjuangannya,
prestas-prestasinya, dan kegagalan-kegagalannya dalam sedikitnya lima ranah
kegiatan manusia, seperti sosial, poliltik ilmu dan teknologi, ekonomi, dan
budaya (filosofi, religi, dan estetika) yang dinilai tepat bagi anak/siswa.
Bruce A.Van Sledright (2003) dari Cotlege of Education
University of Maryland memberikan pengertian Historical Thinking, berdasarkan
temuan penelitiannya terhadap persepsi dan kemampuan mahasiswanya dalam
pembelajaran sejarah, yang dituangkan dalam tulisannya yang beijudul, "On
the Importance of Historical Posiiionality to Thinking About and Teaching
History yaitu ; historical thinking involves retelling the past essentially as
it happened based on what can be constructed from residue, traces, artifactscmd
texts dealing with the past. Senada dengan itu beberapa pakar pendidikan
sejarah di Amerika Utara, memberikan batasan, historical thinking as the
capacity to recall events that shaped (Van Sledright,2003)
Sejarah,
jika dikembangkan dengan secara lengkap pada anak usia awal sekolah dapat
membuka kesempatanyang sangat luas baginya untuk menganalisis dan membangun
apresiasi terhadap seluruh bidang kehidupan manusia secara seutuhnya dan
terutama dalam hal interaksi di antara sesama manusia.
Untuk
itu siswa dituntut untuk aktif bertanya dan belajar, serta bukan sekadar
mendengarkan dan menyerap secara pasif segala pengetahuan seperti fakta -
fakta, nama - nama, dan tanggal - tanggal. Secara nyata, historical
understanding menuntut siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah sejarah,
mendengar dan membaca cerita - cerita sejarah, bernarasi, dan berliteratur
secara bermakna, berfikir dalam hubungan
kausal, mewawancarai para pelaku sejarah dalam komunitasnya, menganalisis dokumen,
foto, surat kabar yang bersejarah, catatan - catatan sejarah di museum dan
situs kesejarahan, dan membangun garis waktu serta narasi masing - masing
sejarahnya. Secara esensial, aktifitas - aktifitas tersebut di atas dikenal
sebagai active learning.
Menurut
kebijakan yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan Colorado (Colorado Dept.
of Education, 1995) struktur kurikulum yang mengacu pada pemikiran standard - based
education adalah sebagai berikut:
Menentukan
sistem pendidikan umum yang mempromosikan pencapaian akademik tingkat tinggi
melalui content kurikulum yang berkualitas standar.
b.
Premis
Setiap
siswa dapat mendemonstrasikan pencapaian tingkat tinggi dalam sistem pendidikan
umum yang memperkenalkan ekspektasi dan keselarasan pengajaran, alternatif,
ketepatan waktu, dan penggunaan sumber - sumber yang relevan.
c.
Yang termasuk dalam pengertian standard
based
Kesepakatan
di antara anggota masyarakat tentang kemampuan pengetahuan dan keterampilan
yang harus dicapai oleh siswa. Setiap siswa harus mencapai standar performansi
yang tinggi dalam matematika, sain, membaca, menulis, geografi, sejarah, dan
mata - mata pelajaran lainnya. Memppertahankan bentuk latihan (practice) yang
terbaik. Ekspektasi yang realistis dan kesempatan belajar yang selaras untuk
setiap siswa
Atas
dasar uraian di atas dapat dijelaskan bahwa standa - based education mengacu
pada aspek mutu dan relevansi.
Menurut
Hansiswany (1998), Konsep Mutu berbicara tentang manusia (Ekspektasi yang
realistik dan kesempatan belajar yang selaras untuk setiap siswa) dan berbicara
tentang berapa banyak daya serap seseorang terhadap disiplin ilmu yang
dipelajarinya (setiap siswa harus mencapai standar performan yang tinggi dalam
matematika, sain, membaca, menulis, geografi, sejarah, dan mata-mata pelajaran
lainnya). Sedangkan konsep relevansi, berbicara seberapa besar muatan
pendidikan berisikan apa yang diinginkan oleh masyarakat dan apa yang
berkembang dalam masyarakat.
Dengan
demikian melalui standar-based education tercermin apa yang ada dalam ilmu dan
apa yang diinginkan oleh masyarakat dijadikan standar sebagai apa yang ingin
dicapai melalui pendidikan. Dengan melihat aspek kesepakatan di antara
masyarakat (apa yang berkembang dan diinginkan oleh masyarakat) maka dasar
filosofi yang digunakan oleh standard-based education adalah filosofis
pragmatisyang melihat bahwa manusia berada dalam lingkup
keterhubungan dengan orang lain/alam/lingkungan, yang menimbulkan kebutuhan
sehingga manusia bekerjasama untuk memperbaiki kehidupan dan lingkungan. Oleh
karena itu pendidikan dipandang tidak hanya berfungsi untuk pencapaian akademik
tetapi juga kemanfaatannya dalam bermasyarakat.
Menurut
Bettelheim (Nash, 1996:2) mempelajari sejarah adalah “rich food for their imagination, a sense of history, how
the present situation come about”. Sejarah akan memperluas pengalaman siswa,
seperti dikatakan oleh Phenix (Nash, 1996:2)
“a sense of personal involvement in exemplary lives and significant events, an
appreciation of values and vision of greatness”. Sejarah menghu bungkan siswa
dengan “akarnya”, dan mengembangkan rasa memiliki (a sense of personal
belonging).
Agar
dapat mencapai apa yang dikemukakan oleh Bettelheim maupun Phenix maka materi
sejarah yang akan diberikan kepada siswa dikembangkan berdasarkan 2 (dua)
landasan utama, yaitu:
a.
Pemahaman kesejarahan didefinisikan
sebagai apa yang harus diketahui oleh siswa tentang sejarah (keluarga,
masyarakat, negara, dan dunia). Pemahaman
ini digambarkan dari catatan (aspirasi, usaha, perlakuan, kegagalan)
aktivitas manusia dalam aspek sosial, politik, sain dan teknologi, ekonomi dan
budaya, yang diselaraskan dengan tingkat pemahaman siswa.
b.
Memperkenalkan sejarah, seperti sejarah
keluarga, sejarah masyarakat, sejarah
nasional, dan berbagai sejarah budaya bangsa - bangsa di dunia, akan
mengantarkan mereka pada kehidupan, aspirasi, perjuangan, dan usaha, serta kegagalan dari kehidupan nyata manusia yang
secara kontekstual disesuaikan dengan tingkat kematangan berpikir mereka.
2.2
Ketrampilan
Berfikir Sejarah
Keterampilan
berpikir kesejarahan adalah kemampuan yang harus dikembangkan agar siswa dapat
membedakan waktu lampau, masa kini, dan masa yang akan datang; melihat dan mengevaluasi
evidensi; membandingkan dan menganalisis
antara cerita sejarah, ilustrasi, dan catatan dari masa lalu; me nginterpretasikan
catatan sejarah; dan membangun suatu cerita sejarah berdasarkan pemahaman yang sesuai dengan
tingkat perkembangan berpikirnya.
Sejarah
dapat membuka kesempatan bagi siswa untuk melakukan analisis dan mengembangkan analisis terhadap aktivitas
manusia dan hubungannya dengan sesama. Agar dapat tercipta atmosfir yang
demikian, maka siswa harus dikondisikan untuk aktif bertanya dan belajar
(active learning), tidak hanya secara pasif menyerap informasi berupa fakta,
nama, dan angka tahun sebagaisuatu kebenaran.
Terdapat
5 (lima) bentuk berpikir kesejarahan yang dapat mengembangkan
kemampuan
keterampilan berpikir kesejarahan yakni:
a.
Chronological Thinking (berpikir
kronologis),
Berfikir
kronologis yaitu membangun tahap awal
dari pengertian atas waktu (masa lalu,
sekarang dan masa datang), untuk dapat mengidentifikasi urutan waktu
atas setiap kejadian, menguku waktu kalender, mengintertretasikan dan menyusun garis waktu, serta menjelaskan konsep kesinambungan sejarah
dan perubahannya.
b.
Historical Comprehension
Mencakup
kemampuan untuk mendengar dan membaca cerita dan narasi sejarah dengan penuh
pengertian, untuk mengidentifikasi elemen dasar dari suatu narasi atau struktur
kisah, dan untuk mengembangkan kemampuan menggambarkan masa lalu berdasarkan
pengalaman pelaku sejarah, literatur sejarah, seni, artefak, dan catatan - catatan
sejarah dari masanya.
c.
Historical Analysis and Interpretation,
Mencakup
kemampuan untuk membandingkan dan membedakan pengalaman-pengalaman,
kepercayaan, motivasi, tradisi, harapan-harapan, dan ketakutan-ketakutan dari
masyarakat yang berbeda-beda secara kelompok maupun berdasarkan latarbelakangnya,
pada kurun waktu yang bervariasi.
d.
Historical Research Capabilities,
Mencakup
kemampuan untuk memformulasikan pertanyaan - pertanyaan sejarah berdasarkan
dokumen -dokumen bersejarah, foto - foto, artefak, kunjungan ke situs
bersejarah, dan dari kesaksian pelaku sejarah.
e.
Historical issues - analysis and
Decision Making,
Mencakup
kemampuan mengidentifikasi permasalahan yang dikonfrontasikan masyarakat terhadap
suatu literatur sejarah, komunitas lokal, negara bagian; untuk menganalisis
kepentingan dan motivasi yang bervariasi dari suatu masyarakat yang
terperangkap dalam situasi tersebut; untuk mengevaluasi alternatif pemecahan
masalah guna membangun keputusan dalam rangka menindaklanjutinya.
Kelima
bentuk keterampilan berpikir kesejarahan tersebut menjadikan pembelajaran sejarah lebih bermakna dari pada sekedar
sebuah hafalan rangkaian fakta. Kunci
untuk dapat merealisasikan pembelajaran sejarah seperti dimaksud di
Atas
terletak pada pendidik selaku “life-curriculum”. Perubahan paradigma pembelajaran
yang berbasis materi ke pembelajaran yang berbasis kompetensimerupakan suatu
keniscayaan. Penguasaan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran dari para
pendidiknya sangat diperlukan untuk memfasilitasi terjadinya pembelajaran yang
bermakna (meaningful learning).
Melalui
pembelajaran yang bermakna tersebut maka diharapkan para peserta didik dapat
berkembang menjadi individu yang dapat berperan penting sebagai individu,
sebagai warga masyarakat yang bermanfaat.
2.3
Pengembangan
Berfikir Sejarah Dalam Pembelajaran
Sejarah
Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa berfikir sejarah atau historical
thinking dapat diartikan sebagai pola pikir yang kronologis, yang berusaha
memahami sesuatu dari awal sampai akhir. Kaitannya dalam pengembangan berfikir
sejarah dalam pembelajaran sejarah dapat dilakukan melalui berbagai tahapan
diantaranya adalah sebagai berikut :
a.
Kronologis (Diakronis)
Sejarah
mengajarkan kepada kita cara berpikir kronologis, artinya berpikirlah secara
runtut, teratur, dan berkesinambungan. Dengan konsep kronologis, sejarah akan
memberikan kepada kita gambara yang utuh tentang peristiwa atau perjalanan
sejarah dari tinjauan aspek tertentu sehingga dengan mudah kita dapat menarik
manfaat dan makna dari hubungan antar
peristiwa yang terjadi. Adapun dalam kehidupan sehari-hari, konsep
berfikir diakrnik atau kronologis ini sangat diperlukan jika kita ingin
memecahkan masalah. Tanpa berpikir secara runtut dan berkesinambungan dalam
mengidentifikasi suatu permasalahan, kita akan dihadapkan pada pemecahan
masalah atau pemberian solusi yang tidak tepat. Menurut Galtung, diakronis
berasal dari bahasa Yunani, dia artinya melintasi atau melewati dan khronos
yang berarti perjalanan waktu.
Dengan
demikian, diakronis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang berhubungan
dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dan tidak berdiri sendiri atau timbul
secara tiba-tiba. Sebab sejarah meneliti gejala-gejala yang memanjang dalam
waktu, tetapi dalam ruang yang terbatas. Konsep diakronis melihat bahwa
peristiwa dalam sejarah mengalami perkembangan dan bergerak sepanjang masa. Melalui proses
inilah, manusia dapat melakukan perbandingan dan melihat perkembangan sejarah
kehidupan masyarakatnya dari jaman ke jaman berikutnya. Suatu peristiwa sejarah
tidak bisa lepas dari peristiwa sebelumnya dan akan mempengaruhi peristiwa yang akan datang. Sehingga,
berfikir secara diakronis haruslah dapat memberikan penjelasan secara kronologis dan kausalita.
Contoh : Menjelaskan peristiwa detik-detik proklamasi harus menjelaskan pula
peristiwa-peristiwa yang melatarbelakanginya, misalnya peristiwa menyerahnya
Jepang kepada sekutu, reaksi pemuda
Indonesia terhadap berita kekalahan Jepang, peristiwa rengasdengklok,
penyusunan teks proklamasi.
Studi
diakronis bersifat vertikal, misalnya menyelidiki perkembangan sejarah
Indonesia yang dimulai sejak adanya prasasti di Kutai sampai kini. Adapun ciri
diakronik yaitu:
1) Mengkaji
dengan berlalunya masa;
2) Menitik
beratkan pengkajian peristiwa pada sejarahnya
3) Bersifat
historis atau komparatif;
4) Bersifat
vertikal;
5) Terdapat
konsep perbandingan;
6) Cakupan
kajian lebih luas;
b.
Sinkronis
Pendekatan
sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, titik tetap pada
waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang perkembangan
peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi hanya menganalisis
suatu kondisi seperti itu. Contoh: satu mungkin menggunakan pendekatan
sinkronis untuk menggambarkan keadaan ekonomi di Indonesia pada suatu waktu
tertentu, menganalisis struktur dan fungsi ekonomi hanya pada keadaan tertentu
dan pada di saat itu.Penelitian arsip memungkinkan orang untuk meneliti waktu
yang panjang. Istilah memanjang dalam waktu itu meliputi juga gejala sejarah
yang ada didalam waktu yang panjang itu.
Ada juga yang menyebutkan ilmu sinkronis, yaitu ilmu yang meneliti gejala -
gejala yang meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang terbatas.
Cara
berfikir sinkronik dalam mempelajari sejarah : Sedangkan ilmu sosial itu
sinkronik (menekankan struktur) artinya ilmu sosial meluas dalam ruang.
Pendekatan sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, tidak
tetap pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang
perkembangan peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi hanya
menganalisis suatu kondisi seperti itu. Contoh: suatu saat mungkin menggunakan
pendekatan sinkronis untuk menggambarkan keadaan ekonomi di Indonesia pada
suatu waktu tertentu, menganalisis struktur dan fungsi ekonomi hanya pada
keadaan tertentu dan pada di saat itu.Penelitian arsip memungkinkan orang untuk
meneliti waktu yang panjang. Istilah memanjang dalam waktu itu meliputi juga
gejala sejarah yang ada didalam waktu yang
panjang itu. Ada juga yang menyebutkan ilmu sinkronis, yaitu ilmu yang
meneliti gejala - gejala yang meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang
terbatas.
c.
Ruang dan Waktu
Konsep
Ruang adalah konsep yang paling melekat dengan waktu. Ruang merupakan tempat
terjadinya berbagai peristiwa - peristiwa sejarah dalam perjalanan waktu. Penelaahan suatu peristiwa
berdasarkan dimensi waktunya tidak dapat terlepaskan dari ruang waktu
terjadinya peristiwa tersebut. Jika waktu menitik beratkan pada aspek kapan
peristiwa itu terjadi, maka konsep ruang menitikberatkan pada aspek tempat,
dimana peristiwa itu terjadi.
Konsep
waktu, Masa lampau itu sendiri merupakan sebuah masa yang sudah terlewati. Tetapi,
masa lampau bukan merupakan suatu masa yang final, terhenti, dan tertutup. Masa
lampau itu bersifat terbuka dan berkesinambungan. Sehingga, dalam sejarah, masa
lampau manusia bukan demi masa lampau itu sendiri dan dilupakan begitu saja, sebab sejarah itu
berkesinambungan apa yang terjadi dimasa lampau dapat dijadikan gambaran bagi
kita untuk bertindak dimasa sekarang dan untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik di masa mendatang.
Sejarah
dapat digunakan sebagai modal bertindak di masa kini dan menjadi acuan untuk
perencanaan masa yang akan datang Keterkaitan konsep ruang dan waktu dalam
sejarah. Konsep ruang dan waktu merupakan unsur penting yang tidak dapat
dipisahkan dalam suatu peristiwa dan perubahannya dalam kehidupan manusia sebagai
subyek atau pelaku sejarah. Segala aktivitas manusia pasti berlangsung
bersamaan dengan tempat dan waktu kejadian Manusia selama hidupnya tidak bisa
dilepaskan dari unsur tempat dan waktu karena perjalanan manusia sama dengan
perjalanan waktu itu sendiri pada suatu tempat dimana manusia hidup
(beraktivitas )
Sehingga
jika diuraikan dari pemaparan diatas , maka akan kita dapatkan tiga hal berikut
ini:
a.
Melalui sejarah diperoleh pemahaman yang
mendalam tentang masyarakat, perbedaan dan perubahan pola struktur keluarga, perbedaan
peran laki-laki dan perempuan, peran anak dan kehidupan masa kanak-kanak, dalam
berbagai kelompok yang bervariasi, dan hubungan antara individu
dengan kelompoknya.
b.
Melalui sejarah siswa memperoleh
pemahaman yang mendalam tentang pola ilmiah untuk mencari pemahaman tentang
dunia tempat manusia hidup dan melakukan sesuatu dengan lebih baik/efisien;
pemahaman tentang apa yang telah diperoleh manusia termasuk perkembangan sain
dan teknologi yang menciptakan terjadinya perubahan.
c.
Melalui sejarah siswa mulai memahami
iklim politik yang berkembang dalam masyarakat lokal hingga kepada masyarakat
dunia. Hal yang penting sebagai inti permasalahan ini adalah memahami nilai - nilai
demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ma’mur, Tarunasena. Upaya Meningkaktkan
Kualitas Pembelajaran Sejarah Melalui Historical Thinking. Pendidikan Sejarah
:Universitas Pendidikan Indonesia tersedia di
2.
Kemampuan Berfikir Sejarah dalam http://arya-devi.blogspot.com/2014/08/kemampuan-berpikir-sejarah.html.