Pages

Desember 17, 2014

PENGEMBANGAN BERFIKIR SEJARAH (HISTORICAL THINKING) DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH





(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.






Oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B






PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014


BAB 2. PEMBAHASAN


2.1    Berfikir Sejarah
Standar - standar dalam pembelajaran sejarah secara eksplisit mempunyai tujuan umum yang memberikan kesempatan bagi semua siswa untuk mencapai nya. Dalam sejarah, kemampuan standar yang harus dikuasai tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Historical Thinking Skills, kemampuan berpikir kesejarahan yang memungkinkan anak/siswa untuk membedakan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang; membangun pertanyaan; mencari dan mengevaluasi bukti-bukti; membandingkan dan menganalisis kisah-kisah sejarah, ilustrasi - ilustrasi, dan catatan - catatan dari masa lalu; menginterpretasikan catatan - catatan sejarah; dan mengkonstruksinarsi sejarah menurut versi masing - masing siswa.atau anak.
b.      Historical Understanding yang menetapkan bahwa siswa sebaiknya mengetahui sejarah keluarganya, komunitasnya, negara bagiannya, bangsa dan dunia. Pengertian-pengertian ini dilukiskan berdasarkan catatan-catatan mengenai aspirasi-aspirasi kemanusiaan, perjuangannya, prestas-prestasinya, dan kegagalan-kegagalannya dalam sedikitnya lima ranah kegiatan manusia, seperti sosial, poliltik ilmu dan teknologi, ekonomi, dan budaya (filosofi, religi, dan estetika) yang dinilai tepat bagi anak/siswa.
Bruce A.Van Sledright (2003) dari Cotlege of Education University of Maryland memberikan pengertian Historical Thinking, berdasarkan temuan penelitiannya terhadap persepsi dan kemampuan mahasiswanya dalam pembelajaran sejarah, yang dituangkan dalam tulisannya yang beijudul, "On the Importance of Historical Posiiionality to Thinking About and Teaching History yaitu ; historical thinking involves retelling the past essentially as it happened based on what can be constructed from residue, traces, artifactscmd texts dealing with the past. Senada dengan itu beberapa pakar pendidikan sejarah di Amerika Utara, memberikan batasan, historical thinking as the capacity to recall events that shaped (Van Sledright,2003)
Sejarah, jika dikembangkan dengan secara lengkap pada anak usia awal sekolah dapat membuka kesempatanyang sangat luas baginya untuk menganalisis dan membangun apresiasi terhadap seluruh bidang kehidupan manusia secara seutuhnya dan terutama dalam hal interaksi di antara sesama manusia.
Untuk itu siswa dituntut untuk aktif bertanya dan belajar, serta bukan sekadar mendengarkan dan menyerap secara pasif segala pengetahuan seperti fakta - fakta, nama - nama, dan tanggal - tanggal. Secara nyata, historical understanding menuntut siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah sejarah, mendengar dan membaca cerita - cerita sejarah, bernarasi, dan berliteratur secara  bermakna, berfikir dalam hubungan kausal, mewawancarai para pelaku sejarah dalam komunitasnya, menganalisis dokumen, foto, surat kabar yang bersejarah, catatan - catatan sejarah di museum dan situs kesejarahan, dan membangun garis waktu serta narasi masing - masing sejarahnya. Secara esensial, aktifitas - aktifitas tersebut di atas dikenal sebagai active learning.
Menurut kebijakan yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan Colorado (Colorado Dept. of Education, 1995) struktur kurikulum yang mengacu pada pemikiran standard - based education adalah sebagai berikut:
a.       Tujuan
Menentukan sistem pendidikan umum yang mempromosikan pencapaian akademik tingkat tinggi melalui content kurikulum yang berkualitas standar.
b.      Premis
Setiap siswa dapat mendemonstrasikan pencapaian tingkat tinggi dalam sistem pendidikan umum yang memperkenalkan ekspektasi dan keselarasan pengajaran, alternatif, ketepatan waktu, dan penggunaan sumber - sumber yang relevan.
c.       Yang termasuk dalam pengertian standard based
Kesepakatan di antara anggota masyarakat tentang kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang harus dicapai oleh siswa. Setiap siswa harus mencapai standar performansi yang tinggi dalam matematika, sain, membaca, menulis, geografi, sejarah, dan mata - mata pelajaran lainnya. Memppertahankan bentuk latihan (practice) yang terbaik. Ekspektasi yang realistis dan kesempatan belajar yang selaras untuk setiap siswa
Atas dasar uraian di atas dapat dijelaskan bahwa standa - based education mengacu pada aspek mutu dan relevansi.
Menurut Hansiswany (1998), Konsep Mutu berbicara tentang manusia (Ekspektasi yang realistik dan kesempatan belajar yang selaras untuk setiap siswa) dan berbicara tentang berapa banyak daya serap seseorang terhadap disiplin ilmu yang dipelajarinya (setiap siswa harus mencapai standar performan yang tinggi dalam matematika, sain, membaca, menulis, geografi, sejarah, dan mata-mata pelajaran lainnya). Sedangkan konsep relevansi, berbicara seberapa besar muatan pendidikan berisikan apa yang diinginkan oleh masyarakat dan apa yang berkembang dalam masyarakat.
Dengan demikian melalui standar-based education tercermin apa yang ada dalam ilmu dan apa yang diinginkan oleh masyarakat dijadikan standar sebagai apa yang ingin dicapai melalui pendidikan. Dengan melihat aspek kesepakatan di antara masyarakat (apa yang berkembang dan diinginkan oleh masyarakat) maka dasar filosofi yang digunakan oleh standard-based education adalah filosofis pragmatisyang melihat bahwa manusia berada dalam lingkup keterhubungan dengan orang lain/alam/lingkungan, yang menimbulkan kebutuhan sehingga manusia bekerjasama untuk memperbaiki kehidupan dan lingkungan. Oleh karena itu pendidikan dipandang tidak hanya berfungsi untuk pencapaian akademik tetapi juga kemanfaatannya dalam bermasyarakat.
Menurut Bettelheim (Nash, 1996:2) mempelajari sejarah adalah “rich food  for their imagination, a sense of history, how the present situation come about”. Sejarah akan memperluas pengalaman siswa, seperti dikatakan oleh Phenix (Nash,  1996:2) “a sense of personal involvement in exemplary lives and significant events, an appreciation of values and vision of greatness”. Sejarah menghu bungkan siswa dengan “akarnya”, dan mengembangkan rasa memiliki (a sense of personal belonging).
Agar dapat mencapai apa yang dikemukakan oleh Bettelheim maupun Phenix maka materi sejarah yang akan diberikan kepada siswa dikembangkan berdasarkan 2 (dua) landasan utama, yaitu:
a.       Pemahaman kesejarahan didefinisikan sebagai apa yang harus diketahui oleh siswa tentang sejarah (keluarga, masyarakat, negara, dan dunia). Pemahaman  ini digambarkan dari catatan (aspirasi, usaha, perlakuan, kegagalan) aktivitas manusia dalam aspek sosial, politik, sain dan teknologi, ekonomi dan budaya, yang diselaraskan dengan tingkat pemahaman siswa.
b.      Memperkenalkan sejarah, seperti sejarah keluarga, sejarah masyarakat,  sejarah nasional, dan berbagai sejarah budaya bangsa - bangsa di dunia, akan mengantarkan mereka pada kehidupan, aspirasi, perjuangan, dan usaha, serta  kegagalan dari kehidupan nyata manusia yang secara kontekstual disesuaikan dengan tingkat kematangan berpikir mereka.

2.2    Ketrampilan Berfikir Sejarah
Keterampilan berpikir kesejarahan adalah kemampuan yang harus dikembangkan agar siswa dapat membedakan waktu lampau, masa kini, dan masa  yang akan datang; melihat dan mengevaluasi evidensi; membandingkan dan  menganalisis antara cerita sejarah, ilustrasi, dan catatan dari masa lalu; me nginterpretasikan catatan sejarah; dan membangun suatu cerita sejarah  berdasarkan pemahaman yang sesuai dengan tingkat perkembangan berpikirnya.
Sejarah dapat membuka kesempatan bagi siswa untuk melakukan analisis  dan mengembangkan analisis terhadap aktivitas manusia dan hubungannya dengan sesama. Agar dapat tercipta atmosfir yang demikian, maka siswa harus dikondisikan untuk aktif bertanya dan belajar (active learning), tidak hanya secara pasif menyerap informasi berupa fakta, nama, dan angka tahun sebagaisuatu kebenaran.
Terdapat 5 (lima) bentuk berpikir kesejarahan yang dapat mengembangkan
kemampuan keterampilan berpikir kesejarahan yakni:
a.       Chronological Thinking (berpikir kronologis),
Berfikir kronologis yaitu membangun tahap  awal dari pengertian atas waktu (masa lalu,  sekarang dan masa datang), untuk dapat mengidentifikasi urutan waktu atas setiap kejadian, menguku waktu kalender, mengintertretasikan dan menyusun garis waktu, serta menjelaskan konsep kesinambungan sejarah dan perubahannya.
b.      Historical Comprehension
Mencakup kemampuan untuk mendengar dan membaca cerita dan narasi sejarah dengan penuh pengertian, untuk mengidentifikasi elemen dasar dari suatu narasi atau struktur kisah, dan untuk mengembangkan kemampuan menggambarkan masa lalu berdasarkan pengalaman pelaku sejarah, literatur sejarah, seni, artefak, dan catatan - catatan sejarah dari masanya.
c.       Historical Analysis and Interpretation,
Mencakup kemampuan untuk membandingkan dan membedakan pengalaman-pengalaman, kepercayaan, motivasi, tradisi, harapan-harapan, dan ketakutan-ketakutan dari masyarakat yang berbeda-beda secara kelompok maupun berdasarkan latarbelakangnya, pada kurun waktu yang bervariasi.
d.      Historical Research Capabilities,
Mencakup kemampuan untuk memformulasikan pertanyaan - pertanyaan sejarah berdasarkan dokumen -dokumen bersejarah, foto - foto, artefak, kunjungan ke situs bersejarah, dan dari kesaksian pelaku sejarah.
e.       Historical issues - analysis and Decision Making,
Mencakup kemampuan mengidentifikasi permasalahan yang dikonfrontasikan masyarakat terhadap suatu literatur sejarah, komunitas lokal, negara bagian; untuk menganalisis kepentingan dan motivasi yang bervariasi dari suatu masyarakat yang terperangkap dalam situasi tersebut; untuk mengevaluasi alternatif pemecahan masalah guna membangun keputusan dalam rangka menindaklanjutinya.
Kelima bentuk keterampilan berpikir kesejarahan tersebut menjadikan  pembelajaran sejarah lebih bermakna dari pada sekedar  sebuah hafalan rangkaian fakta. Kunci untuk dapat merealisasikan pembelajaran sejarah seperti dimaksud di
Atas terletak pada pendidik selaku “life-curriculum”. Perubahan paradigma pembelajaran yang berbasis materi ke pembelajaran yang berbasis kompetensimerupakan suatu keniscayaan. Penguasaan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran dari para pendidiknya sangat diperlukan untuk memfasilitasi terjadinya pembelajaran yang bermakna (meaningful learning).
Melalui pembelajaran yang bermakna tersebut maka diharapkan para peserta didik dapat berkembang menjadi individu yang dapat berperan penting sebagai individu, sebagai warga masyarakat yang bermanfaat.

2.3    Pengembangan Berfikir Sejarah Dalam Pembelajaran  Sejarah
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa berfikir sejarah atau historical thinking dapat diartikan sebagai pola pikir yang kronologis, yang berusaha memahami sesuatu dari awal sampai akhir. Kaitannya dalam pengembangan berfikir sejarah dalam pembelajaran sejarah dapat dilakukan melalui berbagai tahapan diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Kronologis (Diakronis)
Sejarah mengajarkan kepada kita cara berpikir kronologis, artinya berpikirlah secara runtut, teratur, dan berkesinambungan. Dengan konsep kronologis, sejarah akan memberikan kepada kita gambara yang utuh tentang peristiwa atau perjalanan sejarah dari tinjauan aspek tertentu sehingga dengan mudah kita dapat menarik manfaat dan makna dari hubungan antar  peristiwa yang terjadi. Adapun dalam kehidupan sehari-hari, konsep berfikir diakrnik atau kronologis ini sangat diperlukan jika kita ingin memecahkan masalah. Tanpa berpikir secara runtut dan berkesinambungan dalam mengidentifikasi suatu permasalahan, kita akan dihadapkan pada pemecahan masalah atau pemberian solusi yang tidak tepat. Menurut Galtung, diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia artinya melintasi atau melewati dan khronos yang berarti perjalanan waktu.
Dengan demikian, diakronis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dan tidak berdiri sendiri atau timbul secara tiba-tiba. Sebab sejarah meneliti gejala-gejala yang memanjang dalam waktu, tetapi dalam ruang yang terbatas. Konsep diakronis melihat bahwa peristiwa dalam sejarah mengalami perkembangan dan  bergerak sepanjang masa. Melalui proses inilah, manusia dapat melakukan perbandingan dan melihat perkembangan sejarah kehidupan masyarakatnya dari jaman ke jaman berikutnya. Suatu peristiwa sejarah tidak bisa lepas dari peristiwa sebelumnya dan akan mempengaruhi  peristiwa yang akan datang. Sehingga, berfikir secara diakronis haruslah dapat memberikan  penjelasan secara kronologis dan kausalita. Contoh : Menjelaskan peristiwa detik-detik proklamasi harus menjelaskan pula peristiwa-peristiwa yang melatarbelakanginya, misalnya peristiwa menyerahnya Jepang kepada sekutu, reaksi  pemuda Indonesia terhadap berita kekalahan Jepang, peristiwa rengasdengklok, penyusunan teks proklamasi.
Studi diakronis bersifat vertikal, misalnya menyelidiki perkembangan sejarah Indonesia yang dimulai sejak adanya prasasti di Kutai sampai kini. Adapun ciri diakronik yaitu:
1)      Mengkaji dengan berlalunya masa; 
2)      Menitik beratkan pengkajian peristiwa pada sejarahnya
3)      Bersifat historis atau komparatif;
4)      Bersifat vertikal;
5)      Terdapat konsep perbandingan;
6)      Cakupan kajian lebih luas;

b.      Sinkronis
Pendekatan sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, titik tetap pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang perkembangan peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi hanya menganalisis suatu kondisi seperti itu. Contoh: satu mungkin menggunakan pendekatan sinkronis untuk menggambarkan keadaan ekonomi di Indonesia pada suatu waktu tertentu, menganalisis struktur dan fungsi ekonomi hanya pada keadaan tertentu dan pada di saat itu.Penelitian arsip memungkinkan orang untuk meneliti waktu yang panjang. Istilah memanjang dalam waktu itu meliputi juga gejala sejarah yang ada didalam waktu yang  panjang itu. Ada juga yang menyebutkan ilmu sinkronis, yaitu ilmu yang meneliti gejala - gejala yang meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang terbatas.
Cara berfikir sinkronik dalam mempelajari sejarah : Sedangkan ilmu sosial itu sinkronik (menekankan struktur) artinya ilmu sosial meluas dalam ruang. Pendekatan sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, tidak tetap pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang perkembangan peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi hanya menganalisis suatu kondisi seperti itu. Contoh: suatu saat mungkin menggunakan pendekatan sinkronis untuk menggambarkan keadaan ekonomi di Indonesia pada suatu waktu tertentu, menganalisis struktur dan fungsi ekonomi hanya pada keadaan tertentu dan pada di saat itu.Penelitian arsip memungkinkan orang untuk meneliti waktu yang panjang. Istilah memanjang dalam waktu itu meliputi juga gejala sejarah yang ada didalam waktu yang  panjang itu. Ada juga yang menyebutkan ilmu sinkronis, yaitu ilmu yang meneliti gejala - gejala yang meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang terbatas.

c.       Ruang dan Waktu
Konsep Ruang adalah konsep yang paling melekat dengan waktu. Ruang merupakan tempat terjadinya berbagai peristiwa - peristiwa sejarah dalam  perjalanan waktu. Penelaahan suatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya tidak dapat terlepaskan dari ruang waktu terjadinya peristiwa tersebut. Jika waktu menitik beratkan pada aspek kapan peristiwa itu terjadi, maka konsep ruang menitikberatkan pada aspek tempat, dimana peristiwa itu terjadi.
Konsep waktu, Masa lampau itu sendiri merupakan sebuah masa yang sudah terlewati. Tetapi, masa lampau bukan merupakan suatu masa yang final, terhenti, dan tertutup. Masa lampau itu bersifat terbuka dan berkesinambungan. Sehingga, dalam sejarah, masa lampau manusia bukan demi masa lampau itu sendiri dan dilupakan  begitu saja, sebab sejarah itu berkesinambungan apa yang terjadi dimasa lampau dapat dijadikan gambaran bagi kita untuk bertindak dimasa sekarang dan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
Sejarah dapat digunakan sebagai modal bertindak di masa kini dan menjadi acuan untuk perencanaan masa yang akan datang Keterkaitan konsep ruang dan waktu dalam sejarah. Konsep ruang dan waktu merupakan unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu peristiwa dan perubahannya dalam kehidupan manusia sebagai subyek atau pelaku sejarah. Segala aktivitas manusia pasti berlangsung bersamaan dengan tempat dan waktu kejadian Manusia selama hidupnya tidak bisa dilepaskan dari unsur tempat dan waktu karena perjalanan manusia sama dengan perjalanan waktu itu sendiri pada suatu tempat dimana manusia hidup (beraktivitas )
Sehingga jika diuraikan dari pemaparan diatas , maka akan kita dapatkan tiga hal berikut ini:
a.       Melalui sejarah diperoleh pemahaman yang mendalam tentang masyarakat, perbedaan dan perubahan pola struktur keluarga, perbedaan peran laki-laki dan perempuan, peran anak dan kehidupan masa kanak-kanak, dalam berbagai kelompok yang bervariasi, dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
b.      Melalui sejarah siswa memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pola ilmiah untuk mencari pemahaman tentang dunia tempat manusia hidup dan melakukan sesuatu dengan lebih baik/efisien; pemahaman tentang apa yang telah diperoleh manusia termasuk perkembangan sain dan teknologi yang menciptakan terjadinya perubahan.
c.       Melalui sejarah siswa mulai memahami iklim politik yang berkembang dalam masyarakat lokal hingga kepada masyarakat dunia. Hal yang penting sebagai inti permasalahan ini adalah memahami nilai - nilai demokrasi.

DAFTAR PUSTAKA

1.        Ma’mur, Tarunasena. Upaya Meningkaktkan Kualitas Pembelajaran Sejarah Melalui Historical Thinking. Pendidikan Sejarah :Universitas Pendidikan Indonesia tersedia di
2.        Kemampuan Berfikir Sejarah dalam http://arya-devi.blogspot.com/2014/08/kemampuan-berpikir-sejarah.html.



PENGEMBANGAN BERFIKIR SEJARAH (HISTORICAL THINKING) DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH





(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.






Oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B






PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014


BAB 2. PEMBAHASAN


2.1    Berfikir Sejarah
Standar - standar dalam pembelajaran sejarah secara eksplisit mempunyai tujuan umum yang memberikan kesempatan bagi semua siswa untuk mencapai nya. Dalam sejarah, kemampuan standar yang harus dikuasai tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Historical Thinking Skills, kemampuan berpikir kesejarahan yang memungkinkan anak/siswa untuk membedakan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang; membangun pertanyaan; mencari dan mengevaluasi bukti-bukti; membandingkan dan menganalisis kisah-kisah sejarah, ilustrasi - ilustrasi, dan catatan - catatan dari masa lalu; menginterpretasikan catatan - catatan sejarah; dan mengkonstruksinarsi sejarah menurut versi masing - masing siswa.atau anak.
b.      Historical Understanding yang menetapkan bahwa siswa sebaiknya mengetahui sejarah keluarganya, komunitasnya, negara bagiannya, bangsa dan dunia. Pengertian-pengertian ini dilukiskan berdasarkan catatan-catatan mengenai aspirasi-aspirasi kemanusiaan, perjuangannya, prestas-prestasinya, dan kegagalan-kegagalannya dalam sedikitnya lima ranah kegiatan manusia, seperti sosial, poliltik ilmu dan teknologi, ekonomi, dan budaya (filosofi, religi, dan estetika) yang dinilai tepat bagi anak/siswa.
Bruce A.Van Sledright (2003) dari Cotlege of Education University of Maryland memberikan pengertian Historical Thinking, berdasarkan temuan penelitiannya terhadap persepsi dan kemampuan mahasiswanya dalam pembelajaran sejarah, yang dituangkan dalam tulisannya yang beijudul, "On the Importance of Historical Posiiionality to Thinking About and Teaching History yaitu ; historical thinking involves retelling the past essentially as it happened based on what can be constructed from residue, traces, artifactscmd texts dealing with the past. Senada dengan itu beberapa pakar pendidikan sejarah di Amerika Utara, memberikan batasan, historical thinking as the capacity to recall events that shaped (Van Sledright,2003)
Sejarah, jika dikembangkan dengan secara lengkap pada anak usia awal sekolah dapat membuka kesempatanyang sangat luas baginya untuk menganalisis dan membangun apresiasi terhadap seluruh bidang kehidupan manusia secara seutuhnya dan terutama dalam hal interaksi di antara sesama manusia.
Untuk itu siswa dituntut untuk aktif bertanya dan belajar, serta bukan sekadar mendengarkan dan menyerap secara pasif segala pengetahuan seperti fakta - fakta, nama - nama, dan tanggal - tanggal. Secara nyata, historical understanding menuntut siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah sejarah, mendengar dan membaca cerita - cerita sejarah, bernarasi, dan berliteratur secara  bermakna, berfikir dalam hubungan kausal, mewawancarai para pelaku sejarah dalam komunitasnya, menganalisis dokumen, foto, surat kabar yang bersejarah, catatan - catatan sejarah di museum dan situs kesejarahan, dan membangun garis waktu serta narasi masing - masing sejarahnya. Secara esensial, aktifitas - aktifitas tersebut di atas dikenal sebagai active learning.
Menurut kebijakan yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan Colorado (Colorado Dept. of Education, 1995) struktur kurikulum yang mengacu pada pemikiran standard - based education adalah sebagai berikut:
a.       Tujuan
Menentukan sistem pendidikan umum yang mempromosikan pencapaian akademik tingkat tinggi melalui content kurikulum yang berkualitas standar.
b.      Premis
Setiap siswa dapat mendemonstrasikan pencapaian tingkat tinggi dalam sistem pendidikan umum yang memperkenalkan ekspektasi dan keselarasan pengajaran, alternatif, ketepatan waktu, dan penggunaan sumber - sumber yang relevan.
c.       Yang termasuk dalam pengertian standard based
Kesepakatan di antara anggota masyarakat tentang kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang harus dicapai oleh siswa. Setiap siswa harus mencapai standar performansi yang tinggi dalam matematika, sain, membaca, menulis, geografi, sejarah, dan mata - mata pelajaran lainnya. Memppertahankan bentuk latihan (practice) yang terbaik. Ekspektasi yang realistis dan kesempatan belajar yang selaras untuk setiap siswa
Atas dasar uraian di atas dapat dijelaskan bahwa standa - based education mengacu pada aspek mutu dan relevansi.
Menurut Hansiswany (1998), Konsep Mutu berbicara tentang manusia (Ekspektasi yang realistik dan kesempatan belajar yang selaras untuk setiap siswa) dan berbicara tentang berapa banyak daya serap seseorang terhadap disiplin ilmu yang dipelajarinya (setiap siswa harus mencapai standar performan yang tinggi dalam matematika, sain, membaca, menulis, geografi, sejarah, dan mata-mata pelajaran lainnya). Sedangkan konsep relevansi, berbicara seberapa besar muatan pendidikan berisikan apa yang diinginkan oleh masyarakat dan apa yang berkembang dalam masyarakat.
Dengan demikian melalui standar-based education tercermin apa yang ada dalam ilmu dan apa yang diinginkan oleh masyarakat dijadikan standar sebagai apa yang ingin dicapai melalui pendidikan. Dengan melihat aspek kesepakatan di antara masyarakat (apa yang berkembang dan diinginkan oleh masyarakat) maka dasar filosofi yang digunakan oleh standard-based education adalah filosofis pragmatisyang melihat bahwa manusia berada dalam lingkup keterhubungan dengan orang lain/alam/lingkungan, yang menimbulkan kebutuhan sehingga manusia bekerjasama untuk memperbaiki kehidupan dan lingkungan. Oleh karena itu pendidikan dipandang tidak hanya berfungsi untuk pencapaian akademik tetapi juga kemanfaatannya dalam bermasyarakat.
Menurut Bettelheim (Nash, 1996:2) mempelajari sejarah adalah “rich food  for their imagination, a sense of history, how the present situation come about”. Sejarah akan memperluas pengalaman siswa, seperti dikatakan oleh Phenix (Nash,  1996:2) “a sense of personal involvement in exemplary lives and significant events, an appreciation of values and vision of greatness”. Sejarah menghu bungkan siswa dengan “akarnya”, dan mengembangkan rasa memiliki (a sense of personal belonging).
Agar dapat mencapai apa yang dikemukakan oleh Bettelheim maupun Phenix maka materi sejarah yang akan diberikan kepada siswa dikembangkan berdasarkan 2 (dua) landasan utama, yaitu:
a.       Pemahaman kesejarahan didefinisikan sebagai apa yang harus diketahui oleh siswa tentang sejarah (keluarga, masyarakat, negara, dan dunia). Pemahaman  ini digambarkan dari catatan (aspirasi, usaha, perlakuan, kegagalan) aktivitas manusia dalam aspek sosial, politik, sain dan teknologi, ekonomi dan budaya, yang diselaraskan dengan tingkat pemahaman siswa.
b.      Memperkenalkan sejarah, seperti sejarah keluarga, sejarah masyarakat,  sejarah nasional, dan berbagai sejarah budaya bangsa - bangsa di dunia, akan mengantarkan mereka pada kehidupan, aspirasi, perjuangan, dan usaha, serta  kegagalan dari kehidupan nyata manusia yang secara kontekstual disesuaikan dengan tingkat kematangan berpikir mereka.

2.2    Ketrampilan Berfikir Sejarah
Keterampilan berpikir kesejarahan adalah kemampuan yang harus dikembangkan agar siswa dapat membedakan waktu lampau, masa kini, dan masa  yang akan datang; melihat dan mengevaluasi evidensi; membandingkan dan  menganalisis antara cerita sejarah, ilustrasi, dan catatan dari masa lalu; me nginterpretasikan catatan sejarah; dan membangun suatu cerita sejarah  berdasarkan pemahaman yang sesuai dengan tingkat perkembangan berpikirnya.
Sejarah dapat membuka kesempatan bagi siswa untuk melakukan analisis  dan mengembangkan analisis terhadap aktivitas manusia dan hubungannya dengan sesama. Agar dapat tercipta atmosfir yang demikian, maka siswa harus dikondisikan untuk aktif bertanya dan belajar (active learning), tidak hanya secara pasif menyerap informasi berupa fakta, nama, dan angka tahun sebagaisuatu kebenaran.
Terdapat 5 (lima) bentuk berpikir kesejarahan yang dapat mengembangkan
kemampuan keterampilan berpikir kesejarahan yakni:
a.       Chronological Thinking (berpikir kronologis),
Berfikir kronologis yaitu membangun tahap  awal dari pengertian atas waktu (masa lalu,  sekarang dan masa datang), untuk dapat mengidentifikasi urutan waktu atas setiap kejadian, menguku waktu kalender, mengintertretasikan dan menyusun garis waktu, serta menjelaskan konsep kesinambungan sejarah dan perubahannya.
b.      Historical Comprehension
Mencakup kemampuan untuk mendengar dan membaca cerita dan narasi sejarah dengan penuh pengertian, untuk mengidentifikasi elemen dasar dari suatu narasi atau struktur kisah, dan untuk mengembangkan kemampuan menggambarkan masa lalu berdasarkan pengalaman pelaku sejarah, literatur sejarah, seni, artefak, dan catatan - catatan sejarah dari masanya.
c.       Historical Analysis and Interpretation,
Mencakup kemampuan untuk membandingkan dan membedakan pengalaman-pengalaman, kepercayaan, motivasi, tradisi, harapan-harapan, dan ketakutan-ketakutan dari masyarakat yang berbeda-beda secara kelompok maupun berdasarkan latarbelakangnya, pada kurun waktu yang bervariasi.
d.      Historical Research Capabilities,
Mencakup kemampuan untuk memformulasikan pertanyaan - pertanyaan sejarah berdasarkan dokumen -dokumen bersejarah, foto - foto, artefak, kunjungan ke situs bersejarah, dan dari kesaksian pelaku sejarah.
e.       Historical issues - analysis and Decision Making,
Mencakup kemampuan mengidentifikasi permasalahan yang dikonfrontasikan masyarakat terhadap suatu literatur sejarah, komunitas lokal, negara bagian; untuk menganalisis kepentingan dan motivasi yang bervariasi dari suatu masyarakat yang terperangkap dalam situasi tersebut; untuk mengevaluasi alternatif pemecahan masalah guna membangun keputusan dalam rangka menindaklanjutinya.
Kelima bentuk keterampilan berpikir kesejarahan tersebut menjadikan  pembelajaran sejarah lebih bermakna dari pada sekedar  sebuah hafalan rangkaian fakta. Kunci untuk dapat merealisasikan pembelajaran sejarah seperti dimaksud di
Atas terletak pada pendidik selaku “life-curriculum”. Perubahan paradigma pembelajaran yang berbasis materi ke pembelajaran yang berbasis kompetensimerupakan suatu keniscayaan. Penguasaan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran dari para pendidiknya sangat diperlukan untuk memfasilitasi terjadinya pembelajaran yang bermakna (meaningful learning).
Melalui pembelajaran yang bermakna tersebut maka diharapkan para peserta didik dapat berkembang menjadi individu yang dapat berperan penting sebagai individu, sebagai warga masyarakat yang bermanfaat.

2.3    Pengembangan Berfikir Sejarah Dalam Pembelajaran  Sejarah
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa berfikir sejarah atau historical thinking dapat diartikan sebagai pola pikir yang kronologis, yang berusaha memahami sesuatu dari awal sampai akhir. Kaitannya dalam pengembangan berfikir sejarah dalam pembelajaran sejarah dapat dilakukan melalui berbagai tahapan diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Kronologis (Diakronis)
Sejarah mengajarkan kepada kita cara berpikir kronologis, artinya berpikirlah secara runtut, teratur, dan berkesinambungan. Dengan konsep kronologis, sejarah akan memberikan kepada kita gambara yang utuh tentang peristiwa atau perjalanan sejarah dari tinjauan aspek tertentu sehingga dengan mudah kita dapat menarik manfaat dan makna dari hubungan antar  peristiwa yang terjadi. Adapun dalam kehidupan sehari-hari, konsep berfikir diakrnik atau kronologis ini sangat diperlukan jika kita ingin memecahkan masalah. Tanpa berpikir secara runtut dan berkesinambungan dalam mengidentifikasi suatu permasalahan, kita akan dihadapkan pada pemecahan masalah atau pemberian solusi yang tidak tepat. Menurut Galtung, diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia artinya melintasi atau melewati dan khronos yang berarti perjalanan waktu.
Dengan demikian, diakronis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dan tidak berdiri sendiri atau timbul secara tiba-tiba. Sebab sejarah meneliti gejala-gejala yang memanjang dalam waktu, tetapi dalam ruang yang terbatas. Konsep diakronis melihat bahwa peristiwa dalam sejarah mengalami perkembangan dan  bergerak sepanjang masa. Melalui proses inilah, manusia dapat melakukan perbandingan dan melihat perkembangan sejarah kehidupan masyarakatnya dari jaman ke jaman berikutnya. Suatu peristiwa sejarah tidak bisa lepas dari peristiwa sebelumnya dan akan mempengaruhi  peristiwa yang akan datang. Sehingga, berfikir secara diakronis haruslah dapat memberikan  penjelasan secara kronologis dan kausalita. Contoh : Menjelaskan peristiwa detik-detik proklamasi harus menjelaskan pula peristiwa-peristiwa yang melatarbelakanginya, misalnya peristiwa menyerahnya Jepang kepada sekutu, reaksi  pemuda Indonesia terhadap berita kekalahan Jepang, peristiwa rengasdengklok, penyusunan teks proklamasi.
Studi diakronis bersifat vertikal, misalnya menyelidiki perkembangan sejarah Indonesia yang dimulai sejak adanya prasasti di Kutai sampai kini. Adapun ciri diakronik yaitu:
1)      Mengkaji dengan berlalunya masa; 
2)      Menitik beratkan pengkajian peristiwa pada sejarahnya
3)      Bersifat historis atau komparatif;
4)      Bersifat vertikal;
5)      Terdapat konsep perbandingan;
6)      Cakupan kajian lebih luas;

b.      Sinkronis
Pendekatan sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, titik tetap pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang perkembangan peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi hanya menganalisis suatu kondisi seperti itu. Contoh: satu mungkin menggunakan pendekatan sinkronis untuk menggambarkan keadaan ekonomi di Indonesia pada suatu waktu tertentu, menganalisis struktur dan fungsi ekonomi hanya pada keadaan tertentu dan pada di saat itu.Penelitian arsip memungkinkan orang untuk meneliti waktu yang panjang. Istilah memanjang dalam waktu itu meliputi juga gejala sejarah yang ada didalam waktu yang  panjang itu. Ada juga yang menyebutkan ilmu sinkronis, yaitu ilmu yang meneliti gejala - gejala yang meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang terbatas.
Cara berfikir sinkronik dalam mempelajari sejarah : Sedangkan ilmu sosial itu sinkronik (menekankan struktur) artinya ilmu sosial meluas dalam ruang. Pendekatan sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, tidak tetap pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang perkembangan peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi hanya menganalisis suatu kondisi seperti itu. Contoh: suatu saat mungkin menggunakan pendekatan sinkronis untuk menggambarkan keadaan ekonomi di Indonesia pada suatu waktu tertentu, menganalisis struktur dan fungsi ekonomi hanya pada keadaan tertentu dan pada di saat itu.Penelitian arsip memungkinkan orang untuk meneliti waktu yang panjang. Istilah memanjang dalam waktu itu meliputi juga gejala sejarah yang ada didalam waktu yang  panjang itu. Ada juga yang menyebutkan ilmu sinkronis, yaitu ilmu yang meneliti gejala - gejala yang meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang terbatas.

c.       Ruang dan Waktu
Konsep Ruang adalah konsep yang paling melekat dengan waktu. Ruang merupakan tempat terjadinya berbagai peristiwa - peristiwa sejarah dalam  perjalanan waktu. Penelaahan suatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya tidak dapat terlepaskan dari ruang waktu terjadinya peristiwa tersebut. Jika waktu menitik beratkan pada aspek kapan peristiwa itu terjadi, maka konsep ruang menitikberatkan pada aspek tempat, dimana peristiwa itu terjadi.
Konsep waktu, Masa lampau itu sendiri merupakan sebuah masa yang sudah terlewati. Tetapi, masa lampau bukan merupakan suatu masa yang final, terhenti, dan tertutup. Masa lampau itu bersifat terbuka dan berkesinambungan. Sehingga, dalam sejarah, masa lampau manusia bukan demi masa lampau itu sendiri dan dilupakan  begitu saja, sebab sejarah itu berkesinambungan apa yang terjadi dimasa lampau dapat dijadikan gambaran bagi kita untuk bertindak dimasa sekarang dan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
Sejarah dapat digunakan sebagai modal bertindak di masa kini dan menjadi acuan untuk perencanaan masa yang akan datang Keterkaitan konsep ruang dan waktu dalam sejarah. Konsep ruang dan waktu merupakan unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu peristiwa dan perubahannya dalam kehidupan manusia sebagai subyek atau pelaku sejarah. Segala aktivitas manusia pasti berlangsung bersamaan dengan tempat dan waktu kejadian Manusia selama hidupnya tidak bisa dilepaskan dari unsur tempat dan waktu karena perjalanan manusia sama dengan perjalanan waktu itu sendiri pada suatu tempat dimana manusia hidup (beraktivitas )
Sehingga jika diuraikan dari pemaparan diatas , maka akan kita dapatkan tiga hal berikut ini:
a.       Melalui sejarah diperoleh pemahaman yang mendalam tentang masyarakat, perbedaan dan perubahan pola struktur keluarga, perbedaan peran laki-laki dan perempuan, peran anak dan kehidupan masa kanak-kanak, dalam berbagai kelompok yang bervariasi, dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
b.      Melalui sejarah siswa memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pola ilmiah untuk mencari pemahaman tentang dunia tempat manusia hidup dan melakukan sesuatu dengan lebih baik/efisien; pemahaman tentang apa yang telah diperoleh manusia termasuk perkembangan sain dan teknologi yang menciptakan terjadinya perubahan.
c.       Melalui sejarah siswa mulai memahami iklim politik yang berkembang dalam masyarakat lokal hingga kepada masyarakat dunia. Hal yang penting sebagai inti permasalahan ini adalah memahami nilai - nilai demokrasi.

DAFTAR PUSTAKA

1.        Ma’mur, Tarunasena. Upaya Meningkaktkan Kualitas Pembelajaran Sejarah Melalui Historical Thinking. Pendidikan Sejarah :Universitas Pendidikan Indonesia tersedia di
2.        Kemampuan Berfikir Sejarah dalam http://arya-devi.blogspot.com/2014/08/kemampuan-berpikir-sejarah.html.