Pages

Desember 17, 2014

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH



(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.





Oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B






PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1    Definisi Model Pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru
Definisi metode pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning menurut para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.     Sund dalam Roestiyah (1998,22)
Discovery learning adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain: Mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjejelaskan,  Mengukur, membuat kesinmpulan, dan sebagainya. 
b.    Wilcox (Slavin, 1977)
Model discovery learning, dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
c.     Jerome Bruner
Discovery learning adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus  berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
d.    Bell (1978)
Discovery learning adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar  penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri  problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan  bermasyarakat.
Discovery learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku.
Metode ini berusaha menggabungkan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan peserta didik lebih mandiri, dan reflektif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode discovery adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan peserta didiknya menemukan sendiri beragam informasi yang dibutuhkan
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.  Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

2.2    Alasan Pemilian Model Pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning
Pembeajaran sejarah selama ini dianggap sebagai pembelajaran yang membosankan, atau pembelajaran dongeng. Pembelajaran sejarah terlalu banyak menekankan “chalk and talk” di kelas, sangat lemah dalam hal melibatkan siswa dalam proses belajarnya, terlalu menekankan memorisasi dan mengabaikan usaha pengembangan kemampuan berfikir. Ilmu sejarah sendiri merupakan salah satu rumpun sosial sainsis yang mempunyai karakteristik khas, yaitu kejadian yang dipelajari merupakan peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang meyangkut tindakan manusia, hanya terjadi sekali seumur hidup dan tidak akan terulang kembali. Karena keabstrakan dari sebagian besar materinya ini diperlukan amalogi, atau metode yang mampu untuk menjelaskan sejarah dengan baik. Maka sangat cocok apabila dalam pembelajaran sejarah menerapkan metode pembelajaran penemuan atau Discovery Learning
Dalam Pemilihan model Pembelajaran Penemuan atau Discovery Learning utamnaya dalam pembelajaran sejarah peserta didik akan berperan akatif dalam pembelajaran, dengan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran sejarah akan memperkaya pembelajaran dengan meningkatakan keinginan dan semangat untuk belajar. Sehingga pembelajaran sejarah yang selama ini hanya monoton guru yang menjelaskan akan berjalan lebih efektif dan peserta didik akan lebih memahami lebih dalam mengenai materi yang diajarkan.
Metode pembelajaran penemuan atau Discovery Learning pada dasarnya menjelaskan mengenai proses pembentukan belajar dengan jalan menggali dan mencari sendiri pengetahuan, pemahaman, pengertian dan konsep-konsep secara mandiri. Melalui langkah-langkah tersebut maka pembelajaran sejarah yang dianggap sangat membosankan oleh sebagian besar peserta didik akan dirasa lebih menarik, peserta didik akan dapat mengkonstruksi pengetahuan yang sebelumnya dimiliki dengan tambahan dari berbagai sumber pembelajaran yang relevan seperti buku-buku pelajaran, majalah, internet dan lain sebagainya. Secara langsung maka pengetahuan yang dirumuskan sendirimelalui jalan penemuan tadi akan tertanam dalam memori peserta didik dan akan selalu di ingat. Sehingga stigma pelajaran sejarah adalah hafalan akan dimentahkan.
Dalam penerapan metode discovery learning pendidik berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan tujuan. Dengan demikian seorang tenaga pendidik dalam aplikasi metode Discovery Learning harus dapat menempatkan peserta didik pada kesempatan-kesempatan dalam belajar lebih mandiri.
Penggunaan metode Discovery Learning, akan merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri. Discovery Learning mempunyai peranan atau arti penting dalam pelaksanaan kegiatan  pembelajaran dikelas yaitu kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

2.3    Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning
langkah – langkah dalam mengaplikasikan medel penemuan atau Discovery Learning di kelas dalam pembelajaran sejarah adalah sebagai berikut :
a.    Langkah Persiapan
1)   Menentukan tujuan pembelajaran.
(a)    Menganalisis latar belakang dan tujuan datangnya Bangsa Barat ke Nusantara
(b)   Menjelaskan jlur pelayaran dan kedatangan bangsa Barat ke Nusantara
(c)    Menganalisis mengapa Nusantara dapat dikuasai bangsa Barat
(d)   Menyusun karyaa tulis sejarah yang berjudul “Kepuaian Nusantara bagaikan Mutiara dari Timur”
2)   Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya  belajar, dan sebagainya
3)   Memilih materi pelajaran
Proses Masuk dan Perkembangan Penjajahan Bangsa Barat di Indonesia
4)   Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
Perburuan Mutiara Dari Timur
5)   Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
6)   Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang  konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif ikonik sampai ke simbolik
7)   Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
b.    Pelaksanaan
Menurut Syah (2004) dalam mengaplikasikan metode penemuan atau Discovery Learning dikelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam keiatan belajar mengajar secara umum diantaranya adalah sebagai berikut :
1)   Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
2)   Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
3)   Data collection (Pengumpulan Data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya  hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4)   Data Processing (Pengolahan Data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
5)   Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
6)   Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka  dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
Materi                          : Proses Masuk dan Perkembangan Penjajahan Bangsa nbjbjbjbjbjbjbjbjbjbjbjbjjBarat di Indonesia
Topik                           :  Perburuan Mutiara dari Timur
§
Tujuan                        :                                    :

Menganalisis latar belakang dan tujuan datangnya Bangsa Barat ke Nusantara
§ Menjelaskan jlur pelayaran dan kedatangan bangsa Barat ke Nusantara
§ Menganalisis mengapa Nusantara dapat dikuasai bangsa Barat
§ Menyusun karyaa tulis sejarah yang berjudul “Kepuaian Nusantara bagaikan Mutiara dari Timur”
Alokasi Waktu            :  1x pertemuan (2 jp)

Sintak Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
1.    Stimulation
(simulasi/pemberian rangsangan)
Pemberian rangsangan / motovasi menyinggung problem yang akan dipecahkan dan bersifat dilematius bahkan kontroversial, seprti :
§  Kondisi Eropa Barat setelah jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani pada tahun 1453.
§  Pada abad ke-16, di Nusantara telah banyak berkembang kerajaan-kerajaan besar. Mengapa bangsa Barat dapat menguasai kerajaan-kerajaan tersebut.
2.    Problem Statement
(pertanyaan/identifikasi masalah)
Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungin masalah yang berkaitan dengan permasalahan sehingga siswa menemukan pertanyaan-pertanyaan yang harus di jawab melalui kegiatan belajar seperti :
§  Apa latar belakang kedatangan bangsa Barat ke dunia timur
§  Mengapa pelayaran samudra diprakarsai oleh pelayar-pelayar Eropa (Spanyol dan Portugis)
§  Mengapa wilayah Nusantara menjadi tujuan penting pelayaran samudra
3.    Data collection
(pengumpulan data)

Pada tahap ini peserat didik mengumpuakn informasi yang relevan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diidentifikasikan melalui bermacam-macam sumber pembelajaran (buku, majalah, internet danlaian-laian) sehingga pengumulan data bersifat variatif
4.    Data procesing
(pengolahan data)
Peserta didik dalam kelompknya berdiskusi untuk mengolah data hasil dari pengolahan data
5.    Verification
(pembuktian)
Peserta didk mendiskusikan hasil pengolahan data dan menverifikasi hasil opengolahan dengan data-data pada sumber pembelajaran terkait materi yang dipelajari
6.    Generalization
(menarik kesimpulan)
Peserta didik menyimpulakn hasil diskusi

c.    Sistem Penilaian
Dalam model pembelajaran Discivery Learning, penilaian dapat dilaksanakan dengan mengunakan tes maupun nontes. Penilaian dapat berupa penilaian pengetahuan, ketrampilan, sikap atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penilaina nya pengetahuan maka dapat mengunakan tes tertulis. Jika bentuk oenilaiannya mengunakan penilaian proses, sikap atau penilaian hasil kerja maka pelaksanaan penilaian mengunakan contoh-contoh format penilaian sikap.

d.        Keuntungan Model Pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning
Discovery Learning sebagai salah satu model pembelajaran memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan (KEMDIKBUD), diantaranya adalah sebagai berikut ini :
a.     Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b.    Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c.     Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
d.    Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e.     Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f.     Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g.    Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h.    Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada  kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i.      Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
j.      Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar  yang baru;
k.    Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
l.      Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
m.  Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
n.    Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia  seutuhnya;
o.    Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
p.    Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
q.    Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Sedangkan menurut Roestiyah(1998,20) Discovery Learning sebagai salah satu model pembelajaran memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan, diantaranya adalah sebagai berikut ini :
a.     Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam poroses kognitif/pengenalan siswa
b.    Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut
c.     Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa
d.    Mampu memberikan kesempatan pada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing
e.     Mampu mengarahkan cara siswa belajar,sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat
f.     Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri Strategi itu berpusat pada siswa,tidak pada guru.Guru hanya sebagai teman  belajar saja,membantu bila diperlukan

e.         Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning
Discovery Learning sebagai salah satu model pembelajaran memiliki beberapa kelemahan atau kekurangan (KEMENDIKBUD), diantaranya adalah sebagai berikut ini :
a.     Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
b.    Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
c.     Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
d.    Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
e.     Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan  yang dikemukakan oleh para siswa
f.     Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Sedangkan menurut Roestiyah (1998,21) Discovery Learning sebagai salah satu model pembelajaran memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan, diantaranya adalah sebagai berikut ini :
a.     Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini.Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik
b.    Bila kelas terlalu besar penguunaan teknik ini akan kurang berhasil
c.     Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sempat kecewa bila diganti dengan teknik ini
d.    Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini trelalu mementingkan proses pengertian saja,kurang memperhatikan  perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa
e.     Tidak memberika kesempatan berpikir secara kreatif.

DAFTAR PUSTAKA

1.    Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2013 Mata Pelajaran Sejarah SMA/SMK Untuk Guru. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan Dan Kebudayaan Dan Pemjaminan Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan : Jakarta

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING) DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH



(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.





Oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B






PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1    Definisi Model Pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru
Definisi metode pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning menurut para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.     Sund dalam Roestiyah (1998,22)
Discovery learning adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain: Mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjejelaskan,  Mengukur, membuat kesinmpulan, dan sebagainya. 
b.    Wilcox (Slavin, 1977)
Model discovery learning, dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
c.     Jerome Bruner
Discovery learning adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus  berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
d.    Bell (1978)
Discovery learning adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar  penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri  problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan  bermasyarakat.
Discovery learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku.
Metode ini berusaha menggabungkan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan peserta didik lebih mandiri, dan reflektif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode discovery adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan peserta didiknya menemukan sendiri beragam informasi yang dibutuhkan
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.  Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

2.2    Alasan Pemilian Model Pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning
Pembeajaran sejarah selama ini dianggap sebagai pembelajaran yang membosankan, atau pembelajaran dongeng. Pembelajaran sejarah terlalu banyak menekankan “chalk and talk” di kelas, sangat lemah dalam hal melibatkan siswa dalam proses belajarnya, terlalu menekankan memorisasi dan mengabaikan usaha pengembangan kemampuan berfikir. Ilmu sejarah sendiri merupakan salah satu rumpun sosial sainsis yang mempunyai karakteristik khas, yaitu kejadian yang dipelajari merupakan peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang meyangkut tindakan manusia, hanya terjadi sekali seumur hidup dan tidak akan terulang kembali. Karena keabstrakan dari sebagian besar materinya ini diperlukan amalogi, atau metode yang mampu untuk menjelaskan sejarah dengan baik. Maka sangat cocok apabila dalam pembelajaran sejarah menerapkan metode pembelajaran penemuan atau Discovery Learning
Dalam Pemilihan model Pembelajaran Penemuan atau Discovery Learning utamnaya dalam pembelajaran sejarah peserta didik akan berperan akatif dalam pembelajaran, dengan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran sejarah akan memperkaya pembelajaran dengan meningkatakan keinginan dan semangat untuk belajar. Sehingga pembelajaran sejarah yang selama ini hanya monoton guru yang menjelaskan akan berjalan lebih efektif dan peserta didik akan lebih memahami lebih dalam mengenai materi yang diajarkan.
Metode pembelajaran penemuan atau Discovery Learning pada dasarnya menjelaskan mengenai proses pembentukan belajar dengan jalan menggali dan mencari sendiri pengetahuan, pemahaman, pengertian dan konsep-konsep secara mandiri. Melalui langkah-langkah tersebut maka pembelajaran sejarah yang dianggap sangat membosankan oleh sebagian besar peserta didik akan dirasa lebih menarik, peserta didik akan dapat mengkonstruksi pengetahuan yang sebelumnya dimiliki dengan tambahan dari berbagai sumber pembelajaran yang relevan seperti buku-buku pelajaran, majalah, internet dan lain sebagainya. Secara langsung maka pengetahuan yang dirumuskan sendirimelalui jalan penemuan tadi akan tertanam dalam memori peserta didik dan akan selalu di ingat. Sehingga stigma pelajaran sejarah adalah hafalan akan dimentahkan.
Dalam penerapan metode discovery learning pendidik berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan tujuan. Dengan demikian seorang tenaga pendidik dalam aplikasi metode Discovery Learning harus dapat menempatkan peserta didik pada kesempatan-kesempatan dalam belajar lebih mandiri.
Penggunaan metode Discovery Learning, akan merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri. Discovery Learning mempunyai peranan atau arti penting dalam pelaksanaan kegiatan  pembelajaran dikelas yaitu kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

2.3    Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning
langkah – langkah dalam mengaplikasikan medel penemuan atau Discovery Learning di kelas dalam pembelajaran sejarah adalah sebagai berikut :
a.    Langkah Persiapan
1)   Menentukan tujuan pembelajaran.
(a)    Menganalisis latar belakang dan tujuan datangnya Bangsa Barat ke Nusantara
(b)   Menjelaskan jlur pelayaran dan kedatangan bangsa Barat ke Nusantara
(c)    Menganalisis mengapa Nusantara dapat dikuasai bangsa Barat
(d)   Menyusun karyaa tulis sejarah yang berjudul “Kepuaian Nusantara bagaikan Mutiara dari Timur”
2)   Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya  belajar, dan sebagainya
3)   Memilih materi pelajaran
Proses Masuk dan Perkembangan Penjajahan Bangsa Barat di Indonesia
4)   Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
Perburuan Mutiara Dari Timur
5)   Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
6)   Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang  konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif ikonik sampai ke simbolik
7)   Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
b.    Pelaksanaan
Menurut Syah (2004) dalam mengaplikasikan metode penemuan atau Discovery Learning dikelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam keiatan belajar mengajar secara umum diantaranya adalah sebagai berikut :
1)   Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
2)   Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
3)   Data collection (Pengumpulan Data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya  hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4)   Data Processing (Pengolahan Data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
5)   Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
6)   Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka  dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
Materi                          : Proses Masuk dan Perkembangan Penjajahan Bangsa nbjbjbjbjbjbjbjbjbjbjbjbjjBarat di Indonesia
Topik                           :  Perburuan Mutiara dari Timur
§
Tujuan                        :                                    :

Menganalisis latar belakang dan tujuan datangnya Bangsa Barat ke Nusantara
§ Menjelaskan jlur pelayaran dan kedatangan bangsa Barat ke Nusantara
§ Menganalisis mengapa Nusantara dapat dikuasai bangsa Barat
§ Menyusun karyaa tulis sejarah yang berjudul “Kepuaian Nusantara bagaikan Mutiara dari Timur”
Alokasi Waktu            :  1x pertemuan (2 jp)

Sintak Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
1.    Stimulation
(simulasi/pemberian rangsangan)
Pemberian rangsangan / motovasi menyinggung problem yang akan dipecahkan dan bersifat dilematius bahkan kontroversial, seprti :
§  Kondisi Eropa Barat setelah jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani pada tahun 1453.
§  Pada abad ke-16, di Nusantara telah banyak berkembang kerajaan-kerajaan besar. Mengapa bangsa Barat dapat menguasai kerajaan-kerajaan tersebut.
2.    Problem Statement
(pertanyaan/identifikasi masalah)
Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungin masalah yang berkaitan dengan permasalahan sehingga siswa menemukan pertanyaan-pertanyaan yang harus di jawab melalui kegiatan belajar seperti :
§  Apa latar belakang kedatangan bangsa Barat ke dunia timur
§  Mengapa pelayaran samudra diprakarsai oleh pelayar-pelayar Eropa (Spanyol dan Portugis)
§  Mengapa wilayah Nusantara menjadi tujuan penting pelayaran samudra
3.    Data collection
(pengumpulan data)

Pada tahap ini peserat didik mengumpuakn informasi yang relevan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diidentifikasikan melalui bermacam-macam sumber pembelajaran (buku, majalah, internet danlaian-laian) sehingga pengumulan data bersifat variatif
4.    Data procesing
(pengolahan data)
Peserta didik dalam kelompknya berdiskusi untuk mengolah data hasil dari pengolahan data
5.    Verification
(pembuktian)
Peserta didk mendiskusikan hasil pengolahan data dan menverifikasi hasil opengolahan dengan data-data pada sumber pembelajaran terkait materi yang dipelajari
6.    Generalization
(menarik kesimpulan)
Peserta didik menyimpulakn hasil diskusi

c.    Sistem Penilaian
Dalam model pembelajaran Discivery Learning, penilaian dapat dilaksanakan dengan mengunakan tes maupun nontes. Penilaian dapat berupa penilaian pengetahuan, ketrampilan, sikap atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penilaina nya pengetahuan maka dapat mengunakan tes tertulis. Jika bentuk oenilaiannya mengunakan penilaian proses, sikap atau penilaian hasil kerja maka pelaksanaan penilaian mengunakan contoh-contoh format penilaian sikap.

d.        Keuntungan Model Pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning
Discovery Learning sebagai salah satu model pembelajaran memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan (KEMDIKBUD), diantaranya adalah sebagai berikut ini :
a.     Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b.    Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c.     Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
d.    Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e.     Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f.     Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g.    Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h.    Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada  kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i.      Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
j.      Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar  yang baru;
k.    Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
l.      Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
m.  Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
n.    Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia  seutuhnya;
o.    Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
p.    Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
q.    Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Sedangkan menurut Roestiyah(1998,20) Discovery Learning sebagai salah satu model pembelajaran memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan, diantaranya adalah sebagai berikut ini :
a.     Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam poroses kognitif/pengenalan siswa
b.    Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut
c.     Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa
d.    Mampu memberikan kesempatan pada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing
e.     Mampu mengarahkan cara siswa belajar,sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat
f.     Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri Strategi itu berpusat pada siswa,tidak pada guru.Guru hanya sebagai teman  belajar saja,membantu bila diperlukan

e.         Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan Atau Discovery Learning
Discovery Learning sebagai salah satu model pembelajaran memiliki beberapa kelemahan atau kekurangan (KEMENDIKBUD), diantaranya adalah sebagai berikut ini :
a.     Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
b.    Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
c.     Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
d.    Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
e.     Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan  yang dikemukakan oleh para siswa
f.     Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Sedangkan menurut Roestiyah (1998,21) Discovery Learning sebagai salah satu model pembelajaran memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan, diantaranya adalah sebagai berikut ini :
a.     Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini.Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik
b.    Bila kelas terlalu besar penguunaan teknik ini akan kurang berhasil
c.     Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sempat kecewa bila diganti dengan teknik ini
d.    Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini trelalu mementingkan proses pengertian saja,kurang memperhatikan  perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa
e.     Tidak memberika kesempatan berpikir secara kreatif.

DAFTAR PUSTAKA

1.    Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2013 Mata Pelajaran Sejarah SMA/SMK Untuk Guru. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan Dan Kebudayaan Dan Pemjaminan Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan : Jakarta