Pages

Mei 27, 2014

PERKEMBANGAN AMERIKA LATIN SEBELUM PERANG DUNIA II



(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Amerika)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.







Disusun oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B







PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014 
 
  
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Amerika Latin merupakan sebutan untuk kawasan dimana budaya Latin mendominasi budaya masyarakat di wilayah tersebut. Wilayah dengan luas sekitar 21,069,501 km2 ini memiliki penduduk lebih kurang 541juta. Amerika Latin terdiri dari 26 negara, yakni negara-negara di kawasan Amerika Tengah (Meksiko, Guatemala, Honduras, El Savador, Nicaragua, Costa Rica, Panama), Amerika Selatan (Colombia, Venezuela, Guyana, Republik Suriname, Trinidad Tobago, Ecuador, Peru, Chili, Bolivia, Argentina, Uruguay, Paraguay, Brasil), dan negara-negara di Kepulauan Karibia (Kuba, Jamaica, Haiti, Republik Dominika, Bahamas, Barbado). Dahulu Haiti dan Republik Dominika disebut pula Hispaniola atau dengan ejaan lain Espanola, sedang negara-negara yang sekarang berada dalam wilayah Karibia sering disebut pula West Indies atau India Barat.
Kota-kota terbesar di kawasan ini meliputi, Mexico City, Sao Paulo,Buenos Aire, Rio de Jeneiro, Lima, Bogota, Santiago de Chile, Caraca, Guadalajara, dan Monterrey. Penduduk Amerika Latin menggunakan beragam bahasa, seperti: Spanyol, Portugis, Quecha, Aymara, Nahuatl, Maya, Guarani. Italia, Inggris, Perancis, Kreol Haiti, Jerman, Wales, Belanda, Kantonis, Jepang, Vietnam, dan lainnya. Bahasa Spanyol  lebih banyak dipakai, mengingat wilayah jajahan Spanyol di Amerika Latin jumlahnya paling banyak dibandingkan negara Eropa lainnya. Portugis hanya memiliki satu wilayah jajahan di kawasan ini, yakni Brasil. Walaupun hanya satu tetapi luas wilayahnya paling besar dibandingkan wilayah jajahan lain. Sehingga bahasa Spanyol juga paling banyak digunakan walaupun tidak hanya dipergunakan untuk sebagian besar wilayah ini, tetapi merupakan suatu keharusan, karena umumnya bangsa-bangsa Amerika Latin (terkecuali kalangan tertentu) kurang bergairan untuk belajar bahasa Inggris. Bahasa Inggris masih digunakan di Guyana, Jamaica, dan Belize (Honduran Inggris), Bahasa Perancis di Haiti, sedang bahasa Belanda di pergunakan di Suriname dan Kepulauan Antillen.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan rincian yang telah dikemukakan sebelumnya, yang menjadi pokok penulisan pada makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1)      Bagaimana keadaan ekonomi politik Amerika Selatan ?
2)      Bagaimana keadaan pemerintahan Amerika Selatan ?
3)      Bagaimana revolusi yang terjadi di Amerika Selatan ?
4)      Bagaimana perkembangan pendidikan Amerika Selatan ?
1.3 Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, tujuan dari makalah ini diantaranya adalah :
1)      Untuk mengetahui dan memahami keadaan ekonomi politik Amerika Selatan
2)      Untuk mengetahui dan memahami keadaan pemerintahan Amerika Selatan
3)      Untuk mengetahui dan memahami revolusi yang terjadi di Amerika Selatan
4)      Untuk mengetahui dan memahami perkembangan pendidikan Amerika Selatan



BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Ekonomi Politik
Pada awal abad ke-20 di keluarga negara-negara Amerika Latin telah bertambah dengan dua negara yaitu Kuba dan Panama. Kuba merdeka dari Spanyol pada tahun 1902, dan Panama memisahkan diri dari Columbia pada tahun 1903. Walaupun telah menjadi negara merdeka, kedaulatan dari kedua negara tersebut masih terbatas dengan  adanya perjanjian  bahwa tentara Amerika Serikat-lah yang bertanggung jawab menjamin kemerdekaan kedua negara tersebut.  Sementara itu dalam dua dekade berikutnya Republik Dominica, Nicaragua, dan Haiti menjadi “protectorate’ dari Amerika Serikat.
Pada tahun  1845, beberapa dasawara sebelum memasuki abad ke-20,  Texas  yang telah melepaskan diri  dari  Meksiko dan bergabung dengan  Amerika Serikat . Disamping itu  Amerika  juga menginginkan wilayah Meksiko di Pantai Barat. Sudah barang tentu Meksiko tidak menyukai  keinginan   tersebut, maka     “ Perang Mesiko – Amerika”  tidak dapat  dihindari.  Amerika Serikat  berhasil memenangkan perang  dan memperoleh wilayah California dan Amerika Serikat Barat Daya.    Orang-orang Amerika di Utara tidak menyukai perang ini, karena  merasa perang ini hanya untuk keuntungan Selatan.
Perlu pula diketahui sejak tahun 1900 investasi Amerika Serikat  di Mesiko dan di negara-negara Karibia telah melampaui investasi Inggris. Hal itu berarti bahwa pada awal abad ke-20 Amerika Serikat sudah menancapkan pengaruh politik dan ekonomi  di Amerika Latin  dengan  kuat.  Keadaan seperti itu menyebabkan  tumbuhnya sikap anti terhadap  Amerika Serikat,  yang dikenal  oleh kalangan  masyarakat Amerika Latin sebagai “Imperialis Yankee”.     Hal itu digambarkan  secara tepat oleh seorang penulis Uruguay ( Jose Enrique Rodo) sebagai  “Dering kutukan terhadap  imperialisme Yankee”.  Enrique Rodo menyatakan bahwa sikap menentang pelanggaran  militer, ekonomi, dan kultur  dari “Colossus of the North”   ( The Colossus of the North is a name for the United States  typically  used by those who view the country  as oppressive to its southern neighbors, Wikepedia) adalah  suatu sikap yang menjadi dambaan rakyat Amerika Latin.  Walaupun  rakyat    dan  negara-negara Amerika Latin sesungguhnya lebih memerlukan terciptanya  keadilan   dan kemakmuran  masyarakatnya. 
Pada masa tahun 1900-an  negara-negara Amerika Latin adalah  penghasil produk-produk primair guna keperluan ekspor. Oleh karena itu suatu kontraksi perdagangan dunia –  karena depresi pada tahun 1890-an – menyebabkan kerawanan bagi Amerika Latin  seperti  tampak dengan terguncangnya  ekonomi Argentina dan Kuba. Disamping itu imperialisme Eropa, yang dengan intensip meng-eksploitasi koloni-koloninya di wilayah tropis di Asia dan Afrika,  menyebabkan terjadinya krisis kopi (1905) dan runtuhnya boom karet (1914) di Brasilia.
Beberapa saat setelah itu pecah Perang Dunia I (1914 – 1918) membawa makin susutnya volume perdagangan  dunia . Keadaan  itu  ternyata  tidak berlangsung  lama, karena kerusakan  lahan pertanian    di Eropa berakibat terciptanya  pasar baru bagi  produk  bahan makanan Amerika Latin. Namun cepatnya recovery lahan-lahan pertanian  di Eropa tersebut (termasuk dihasilkannya  gula beet) membawa pengaruh  negatip bagi perdagangan  produk-produk pertanian Amerika Latin.
Pada  sepertiga bagian pertama dari abad ke-20 pemerintahan di Amerika Latin telah menjaga stabilitas ekspor hasil produksinya (roduk-produk primer)  dengan membatasi dan memangkas  produksi-nya, disamping  mengadakan berbagai perjanjian perdagangan internasional  untuk melindungi ekonominya. Dengan terjadinya  depresi pada  tahun 1930-an usaha tersebut tampak sia-sia,  Amerika Latin  menderita kerugian lebih besar daripada  yang seharusnya.  Bahkan ketika secara umum ekonomi dunia telah membaik dan tumbuh, pengaturan internasional perdagangan komoditi-komoditi tidak efektif melindungi Amerika Latin. Berkurangnya demand akan tembaga dan timah putih menyebabkan rusaknya ekonomi serta menyebabkan perpecahan sosial di Chile atau Bolivia.
Dengan berjalannya waktu, maka muncul kesadaran diantara masyarakat Amerika Latin, bahwa melindungi diri dari gejolak perubahan ekonomi dunia adalah mutlak diperlukan antara lain  dengan melakukan diversifikasi ekonomi termasuk industrialisasi.
Perlu pula diketahui bahwa selama Perang Dunia ke-1 industrialisasi di Amerika Latin menjadi  marak, pabrik-pabrik dibangun untuk memproduksi barang-barang konsumsi yang semula  diperoleh dari Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian besar pabrik-pabrik yang dibangun tersebut adalah tergolong industri  ringan, namun  sewaktu terjadi banjir impor pada tahun  1920-an sebagian besar pabrik-pabrik tersebut mati tenggelam. Pada dekade berikutnya terlihat adanya gelombang naik  dari industri ringan tersebut yaitu ketika ekspor produk primer Amerika Latin menurun, dimana Amerika Latin terpaksa mengurangi impor-nya serta menggantikannya dengan memproduksi   produk dalam negeri sebagai substitusi impor.
Industri substitusi  impor  terus tumbuh selama Perang Dunia II  sampai  perang berakhir.  Beberapa negara seperti Brasilia dan Argentina  membuat dinding tarif (tariff  barrier) untuk melindungi industri substitusi impor tersebut  serta  menyokong penuh industrialisasi.  Industri Argentina  tumbuh dengan pesat dibawah program ambisious yang dilancarkan oleh diktator Juan D Peron, dan  Brasilia tumbuh menjadi negara yang maju industri-nya. Promosi  pemerintah tentang pembangunan pabrik-pabrik (industri)  menggambarkan kemenangan kelompok penduduk kota terhadap kaum elite pendatang lama yang pada umumnya menguasai  daerah-daerah pedesaan .

2.2 Perkembangan Pemerintahan
Pemerintahan kota di Amerika Selatan  tumbuh dengan pesat kira-kira pada awal abad ke-20,    kaum imigran di Argentina dan bagian selatan Brasilia berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas  terjadinya  pertumbuhan pemerintahan kota tersebut. Para pekerja kontrak dari Itali, Spanyol dan Portugis ; setelah beberapa tahun bekerja di ladang-ladang biji-bijian (gandum) atau di kebun-kebun kopi menghadapi kenyataan tidak mungkin memiliki tanah kebun bagi dirinya ;  kemudian mereka cenderung untuk tinggal di kota-kota. Perbaikan sanitasi dan terbasminya penyakit-penyakit seperti penyakit malaria  –  khususnya di kota-kota  –   ikut menyumbang pertumbuhan penduduk karena berkurangnya angka kematian.
Setelah Perang Dunia I  kegiatan ekonomi dan perdagangan di Amerika Selatan pada umumnya berkembang, hal itu menyebabkan diperlukannya tenaga-tenaga managerial dan profesional disamping bertambahnya  lapangan kerja bagi sekretaris, juru tulis, penjaga gudang, pekerja kereta api, pekerja pelabuhan, pekerja perpakiran dan lain-lain. Namun pada kenyataannya banyak posisi- posisi yang baik dalam bank-bank, perusahaan asuransi, pusat-puat perdagangan, dan berbagai fasilitas lainnya masih diisi oleh tenaga-tenaga managerial dan profesional asing, hal itu telah membangkitkan kemarahan para pekerja lokal.  Keadaan seperti itu diperparah oleh kenyataan bahwa para kapitalis asing tampak hanya mengeruk sumber daya alam Amerika Latin saja, baik dari kebun-kebun  maupun dari tambang-tambang.
Para politisi (demagog) kelas menengah di Amerika Latin mengritik elite penguasa sebagai antek  kapitalis Inggris atau Amerika (Yankee). Para politisi yang  sebagian besar kelas menengah  terus  berusaha mendapatkan dukungan dari para pekerja  yang  terancam hilang  pekerjaannya saat    ekspor produk-produk Amerika Latin  terus  merosot. Keadaan seperti itu menyebabkan faham nasionalisme tumbuh menjadi faktor penting dalam percaturan politik di Amerika Latin pada  abad ke-20.
Sesungguhnya sejak abad ke-19 konstitusi Amerika Latin telah mengatur adanya pemerintahan  yang dipilih oleh rakyat dan golongan-golongan, namun partisipasi rakyat  belum   memadai seperti   terlihat dalam  banyak pemilihan umum maupun penetapan pemenang dari pemilihan-pemilihan  tersebut.  Phenomena tersebut baru memperoleh perhatian secara luas  pada abad ke-20.
Memasuki abad ke-20 kelompok-kelompok penduduk kota menghendaki reformasi cara-cara pemilihan, pelopor dari reformasi tersebut adalah kaum elite tua dari Argentina dan Chile. Adanya  reformasi cara pemilihan  telah memungkinkan partai kelas menengah radikal merebut kedudukan presiden di Argentina (1916) dan di  Chile (1920). Sementara itu perubahan administrasi pemerihtahan telah berpengaruh terhadap kebebasan rakyat melakukan pemilihan; di Chilie pemilihan menjadi tidak demokratis lagi  dan di Argentina sebagian besar “presiden terpilih”  digulingkan oleh kudeta militer.
Di Uruguay, Costa Rica, dan Kolumbia pada sebagian besar dari tiga perempat bagian pertama abad ke-20  pelaksanaan demokrasi politik berjalan cukup baik. Di Brasilia sepanjang tahun-tahun 1945 – 1965 pemilihan  juga telah berjalan dengan baik.  Di Kuba (selama pendudukan Amerika Serikat dari tahun 1940 – 1952)  telah dilakukan pemilihan umum, demikian pula di sebagian besar negara-negara republik Amerika Latin. Namun sejak awal tahun 1970-an  dibanyak negara-negara di Amerika Latin menganut sistem satu partai yang unik, hal itu antara lain menyebabkan  hasil pemilihan disemua tingkatan telah diketahui terlebih dahulu.

2.3 Gerakan Revolusioner
Pengalaman pertama yang diperoleh oleh Mesiko pada abad ke-20 adalah adanya revolusi sosial  di berbagai  negara  Amerika Latin. Pemberontakan pada tahun 1910 menghadirkan :  revolusi  pada tahun 1940  ; tambang dan kilang minyak milik asing dinasionalisir ; dan sebagian besar tanah-tanah produktip diambil-alih dan dibagikan kepada para petani. Serangan secara simultan dan berhasil terhadap “kapital  asing (tambang minyak dll)” serta “hacendados domestik (tanah-tanah produktip)” tersebut   tidak diduga sebelumnya.
Seperti diketahui pada tahun 1878 – 1911  Mesiko dibawah pemerintahan diktator Porfirio Diaz   dengan semboyan “Kestabilan dan Kemajuan” dapat berkembang dan maju menuju ke negara industri. Pemerintahan  dilakukan-nya  secara otoriter (tangan besi)  dengan dukungan militer, kebebasan masyarakat dikekang dengan kejam, dan pemilihan umum yang bebas dihindarinya. Hal  itulah yang rupanya menjadi penyebab utama munculnya gerakan revolusioner dan pemberontakan rakyat Mexico (1910 – 1920) yang kemudian menjadi revolusi sosial.
Revolusi Mexico menyaksikan perpindahan dari kekuasaan diktator otoriter (yang mencoba membangun pemerintahan yang stabil)  ke kekuasaan radikal dan revolusioner. Ketika  revolusi berlangsung  tambang-tambang minyak asing diambil alih dan kebun-kebun dibagikan kepada petani (rakyat miskin) oleh gerakan revolusioner ; seperti yang dipimpin Emiliano Zapata.
Revolusi sosial tersebut  bukan-lah terjadi secara tiba-tiba dan bukan pula  oleh sesuatu  yang berdiri sendiri, tetapi karena  berbagai sebab  yang berakumulasi dan berseluk-beluk  sbb :
a.       Perkembangan kapitalisme dan imperialisme yang rakus  khususnya di Amerika Utara disatu fihak, dan  berdirinya negara sosialis  sebagai pengetrapan faham  Marxisme Leninisme di Rusia dilain fihak,
b.      Tumbuhnya nasionalisme yang berkolaborasi dengan kaum kapitalis & imperialis  asing dan   menimbulkan pemeritahan diktator- otoriter disatu fihak, dan rakyat banyak yang menuntut keadilan.
 Seperti  diketahui adanya  gerakan revolusioner yang menyebabkan revolusi sosial tersebut selain di Mesiko juga terjadi di berbagai negara Amerika Latin lainnya. Untuk memberi gambaran tentang hal itu berikut ini  adalah uraian singkat tentang keadaan yang terjadi  di Kuba, Chili, Bolivia dan Kolombia.
1)        Kuba
Pada tahun 1895 – 1898, Kuba merupakan jajahan Spanyol,  namun sebagian besar wilayah  pedesaan dan sejumlah kota dikuasai oleh kekuatan revolusi yang ingin menggulingkan-nya.   Spanyol yang menguasai kota-kota besar berusaha menundukkan kekuatan revolusi tersebut, namun perlawanan tetap berlanjut. Perlawanan kaum revolusioner Kuba surut setelah pada tahun 1898 Amerika Serikat memenangkan  “Perang Spanyol – Amerika” dan menduduki  Kuba.  Pada tahun 1902  Kuba  mendapatkan kemerdekaan,  dan tentara Amerika Serikat meninggalkan Kuba. Namun   Amerika Serikat melalui   “Amandemen Platt”  masih memiliki  wewenang  yang besar dalam urusan-urusan dalam negeri  Kuba, dan masih berada  di Teluk Guantanamo dengan istilah menyewa.
Pada tahun 1902 – 1906 Kuba berada dalam masa damai yaitu sewaktu pemeritahan Tomas Estrada Palma sebagai presiden pertama. Namun antara tahun 1906 – 1909 dengan menggunakan pasal-pasal dalam “Amandemen Platt” tentara Amerika Serikat  menduduki  kembali Kuba. Pada tahun 1934  Amandemen Platt tersebut dicabut, namun keberadaan Amerika Serikat di Teluk Guantanamo  terus diperpanjang sampai saat ini
2)      Chili
Menjelang akhir abad ke-19, pemerintah Chili di Santiago menjadi lebih kokoh kedudukannya  karena:  (1)    Kedaulatan Chili atas selat Magelhaens diakui Argentina, (2)   Wilayah Chili diperluas kearah utara yang berdampak hilangnya sepertiga akses Bolivia ke Samudra Pacifik, dan (3)  Ditemukannya deposit senyawa nitrat yang berharga.
Eksploitasi deposit senyawa nitrat tersebut telah membawa Chili ke era kemakmuran. Namun konflik antara “Presiden” (Jose Manuel Balmaceda) dan “Kongres” telah memicu “Perang Saudara” (1891). Perang-saudara tersebut juga merupakan pertarungan antara pihak yang menghendaki pembangunan industri dalam negeri dengan  fihak  perbankan Chili  yang mengutamakan ekspor sumberdaya  alam (khususnya House of Edwards yang memiliki hubungan erat dengan kapitalis asing). “Kongres” memenangkan konflik tersebut, dan kemudian menerapkan sistem “republik parlementer”.
Pada periode “republik parlementer” tersebut  terjadi pertumbuhan ekonomi yang cukup   tinggi, namun juga  ditandai oleh ketidakstabilan politik dan merupakan awal  timbulnya  apa  yang disebut sebagai "masalah sosial" yaitu  adanya gerakan revolusioner dari kaum proletar. Masalah sosial tersebut timbul karena tidak terwujudnya "pemerataan  kemakmuran". 

2.4 Perkembanagan Pendidikan
Ketiadaan perselisihan antar aliran religius menjadikan Gereja Katolik mendapatkan Wibawa besar wilayah kolonial Amerika Latin, Gereja merupakan Perlambang agama baru, pelindung rakyat Indian, sekaligus nenek moyang kebudayaan Eropa. Dalam upayanya melindungi orang Indian dari ketamakan para pejabat dan tuan tanah, Gereja terkadang menghadapi konflik dengan penguasa sekuler. Namun, secara keseluruhan upaya Gereja dan raja bersifat saling melengkapi. Gereja menarik pengikut-pengikut baru dan melakukan pekerjaan amal yang tidak dapat dilakukan lembaga lain. Pada gilirannya Gereja tumbuh semakin kaya dan berpengaruh, sementara itu usaha keras kaum kolonialis dibidang perdagangan, pertanian,dan pertambangan pun terbukti membuahkan hasil.
Fungsi pendidikan yang dijalankan Gereja mengantarkan pengenalan bahasa dan tradisi orang Eropa kepada orang Indian serta mendirikan berbagai macam institusi pendidikan. Menjelang akhir Abad 16, pendeta-pendeta Katolik dari Ordo Benedictine, Franciscan, dan Jesuit aktif mendirikan sekolah untuk kaum pribumi maupun kaum Kolonial. Beberapa pemimpin Pendidikan katolik yang filosofinya sangat progresif menyerukan hal-hal seperti pendirian sekolah bagi semua orang tanpa memandang kelas maupun ras, memperkenalkan subjek dan metode Ilmiah, serta mempererat hubungan antara sekolah dengan kehidupan masyarakat.
Upaya pendidikan yang paling signifikan dilakukan oleh serikat Jesuit yang tidak mengenal lelah. Menjelang pertengahan abad 18, kaum Jesuit telah mendirikan 89 kolese dan 32 seminari di Amerika Latin. Sejumlah sekolah dasar didirikan pula untuk mengajarkan agama, seni, dan kerajinan pada kaum Indian; namun  dampak pedagogis terkuat diciptakan kaum Jesuit dibidang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Colegio yang mengajarkan kurikulum pendidikan yang berorientasi pada budaya (Liberal arts) tradisional kepada orang Spanyol, Portugis, dan Elite creole, menjadi teladan bagi banyak pendidikan menengah yang didirikan di Amerika Latin.
Posisi paling penting pada pendidikan tinggi juga dipegang oleh kaum Jesuit. University of Mexico (1551), University of  San Marcos di Lima (1551), University Of Santiago (1624), dan banyak lagi Institusi terkemuka didirikan oleh serikat Jesuit. Universitas – Universitas tersebut berkarakter sangat skolastik dan banyak dipengaruhi oleh tradisi Bologna, Padua dan Salamanca. Mata kuliah yang diajarkan adalah mata kuliah persiapan untuk profesi tradisional yang “terpelajar”, bekerja dibidang kesusastraan Spanyol, dan sering kali studi terhadap bahasa Indian. Karena system pendidikan di bawahnya tidak ada,beberapa Universitas menyelenggarakan sendiri pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Seperti halnya di Universitas Negara – Negara induk, Mahasiswa yang berhasil di Universitas – Universutas tersebut boleh menerima salah satu gelar berikut  : bachelor (setingkat sarjana muda), Licentiate (gelar akademik yang diberikan Universitas tertentu di eropa,setara dengan satu tingkat dibawah gelar doctor), master dan doktor. Meskipun terdapat sensor yang ketat oleh pihak Gereja, selama periode akhir kolonialisasi, tulisan – tulisan Locke, Deskartes, dan Newton merebak di Universitas-universitas dan mengancam monopoli filsafat dan sains Aristotelian-Thomistik. Dampak yang segera muncul dari pengetahuan baru pada kurikulum Universitas ini tidak terlalu menonjol, namun telah berkembang suatu sikap yang meragukan pemerintah. Sikap ini terlihat pada peran revolusioner dari sejumlah lulusan universitas.
Selain sekolah tinggi universitas yang melayani kelompok elite, maka para pendeta setempat pun mendirikan sekolah lain yang diperuntukkan bagi kelas sosial bawah sekolah yang didirikan bagi golongan mestizo dan mulatto mengutamakan bermacam keahlian berniaga , tiga R ( membaca, menulis,dan aritmatika ), dan agama Kristen. Program bagi masyarakat Indian terbatas pada pelajaran agama, bahasa spanyol, dan keterampilan kerajinan tertentu. Untuk mayoritas luas kalangan, dasar-dasar pengetahuan beragama dianggap sudah cukup.
Maka kelebihan dan kekurangan pendidikan di Amerika Latin selama periode kolonial juga  merupakan kelebihan dan kekurangan pendidikan di Spanyol dan Portugal. Pendidikan hanya dititik beratkan pada pendidikan tinggi,dan beberapa universitas mendapatkan keistimewaan. Menurut tradisi university of Salamanca, institusi – institusi tersebut bersifat swatantra. Fakultas dan mahasiswanya mendapat banyak perlindungan dan hak istimewa. Pada kadar tertentu, pemikiran liberal banyak berkembang dikalangan anggota fakultas, namun pada akhirnya, kurikulum telah dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan kehendak segelintir kelas cultural. Pemuda-pemuda dari golongan berharta akhirnya melanjutkan pendidikan tinggi di institusi-institusi Eropa yang dianggap bisa memberikan pendidikan terbaik.
Ada dua fakta yang menonjol dalam upaya untuk menganalisa masalah cultural dan pendidikan di Amerika Latin. Pertama, Negara – Negara Amerika Latin belum mampu memanfaatkan secara penuh potensi – potensi ekonominya. Kedua, kemajuan di bidang politik, ekonomi, dan pendidikan tidak terdistribusi secara merata (lihat tabel 3 untuk peringkat Negara – Negara berdasarkan data demografis terpilih).
Tujuan utama pendidikan di Amerika Latin sering diarahkan pada pencapaian kebudayaan (la caltura). Dalam pengertian ini, kebudayaan mengisyaratkan pembangunan artistik dan intelektual. Orang yang terpelajar(cultured person) adalah orang yang sopan, memperlihatkan kehalusan budi pekertinya, dan menunjukkan kemampuan verbal yang tinggi. Bisa dilihat bahwa defenisi in merujuk cirri-ciri kalangan kelas atas. asal XII Deklarasi tentang Hak dan Kewajiban Manusia (American Declaration of the Rights and Duties of Man) menjabarkan lebih lanjut hak setiap rakyat Amerika Latin atas penddikan: Setiap orang berhak memperoleh pendidikan yang harus berlandaskan pada prinsip-prinsip kemedekaan, moralitas, dan solidaritas kemanusiaan.
Demikian pula setiap orang berhak atas pendidikan yang akan mempersiapkannya untuk mencapai kehidupan yang layak, meningkatkan taraf hidup, dan menjadikanya warga negara yang berguna. Hak berpendidikan meliputi hak memperoleh kesempatan yang sama dalam segala hal, sesuai dengan kemampuan dasar, kecakapan dan keinginan untuk memanfaatkan sumber daya yang diperlukan Negara atau masyarakat untuk dikembangkan. Setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan,minimal pendidikan dasar, tanpa dipungut biaya.
Secara tradisional, universitas di Amerika Latin pada hakekatnya merupakan gabungan antara sekolah, fakultas, dan menyusul kemudian,lembaga riset- yang kesemuanya bersifat individual. Administrasi universitas sebagian besar terpusar pada jabatan rector. Wewenang rector hanya dibatasi oleh dewan universitas dan mentri pendidikan yang memegang control keuangan dalam hal-hal tertentu.
Universitas-universitas terpandang di Amerika Latin telah melalui dua rovolusi pada abad ini. Revolusi pertama bermula di Cordoba pada 1918, dan dampaknya yang tetap melekat sebagian besar bersifat politik dan social, walaupun dampak yang kedua dan bersifat lebih akademik secara langsung sepenuhnya diabaikan. Status universitas di Amerika Latin tergambar dengan baik dengan apa yang disebut “Pemujaan (cult) pada gelar dokter” prestise gelar “dokter” menggambarkan nilai simbolis yang ada pada pendidikan tinggi.
Persentase mahasiswa kedokteran dan hukum di Amerika Latin sangat besar dibandingkan diwilayah-wilayah lain yang secara ekonomi sudah maju. Hanya segelintir saja mahasiswa Amerika Latin yang mempersiapkan diri mereka untuk bekerja dibidang teknologi, administrasi bisnis, ataupun  ilmu pertanian. Pendidikan yang ditawarkan dalam ilmu social terapan atau ilmu pengetahuan alam tidak banyak, sehingga mahasiswa yang menginginkan pendidikan lebih maju dalam bidang-bidang ini harus mencarinya keluar negeri.


BAB 3. PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Amerika Selatan atau Amerika Latin adalah negara-negara yang terletak di selatan  Amerika Serikat yaitu semua negara di wilayah benua Amerika bagian Selatan yang sebagian terbesar bekas  koloni kerajaan-kerajaan Spanyol, Portugis, dan Perancis, termasuk pula   negara-negara  Karibia seperti Bahama, Dominika, Kuba, Haiti, Jamaika,, Nicaragua,  Suriname, Trinidad & Tobago dll. Luas daratan seluruh Amerika Selatan lk 7 juta mil persegi dengan jumlah penduduk pada akhir abad ke-20 lebih dari 350 juta jiwa.
Negara-negara Amerika Latin  bersama dengan negara-negara  Asia dan Afrika yang  memperoleh kemerdekaan-nya setelah Perang Dunia II dinamakan oleh Bung Karno (Presiden Pertama Republik Indonesia) sebagai New Emerging  Forces.  Sampai pada waktu ini the New Emerging  Forces masih terus berjuang untuk membebaskan diri dari ketergantungannya terhadap kekuatan lama yang telah mapan (the Old Established Forces) khususnya ketergantungan ke kekuatan kapitalisme & imperialisme dibawah pimpinan  Amerika Serikat,
Ekonomi negara-negara Amerika Latin pada abad ke-20 masih  sangat tergantung pada ekspor produk primer yang berupa hasil pertanian, perternakan dan pertambangan.  Sejumlah negara Amerika Latin telah memiliki industri yang  cukup maju, namun kekuatan industrinya belum cukup untuk melindungi ekonominya  terutama jika terjadi  suatu  kegoncangan ekonomi dan perdagangan dunia.
Pada awal abad ke-20 kota-kota di Amerika Selatan   tumbuh dengan pesat. Kaum imigran dari Portugal, Spanyol, Italia dll  terutama di Argentina dan bagian selatan Brasilia berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas  terjadinya  pertumbuhan  kota-kota tersebut.  Kota-kota tersebut menjadi pusat lembaga-lembaga keuangan (Bank, Asuransi dll) yang didominasi kapital asing,  dan menjadi simpul untuk menyedot hasil  kekayaan alam (kebun, ternak, dan tambang) Amerika Latin.
Pemerintahan di Amerika Selatan  yang  dilakukan  secara otoriter (militer)  dan yang didukung  kekuatan   asing  menjadi  penyebab utama munculnya  gerakan revolusioner. Gerakan revolusioner tersebut  jika  berakumulasi dan berseluk-beluk dengan :(a) konflik internal di masing-masing negara (b) kapitalisme dan imperialisme yang rakus  khususnya dari Amerika Utara, dan   (c) faham sosialis  sebagai pengetrapan faham  Marxisme Leninisme seperti yang terjadi di Rusia, maka   akan  membawa terjadinya revolusi sosial seperti yang terjadi di Mesiko, Kuba dll
Tujuan utama pendidikan di Amerika Latin sering diarahkan pada pencapaian kebudayaan (la caltura). Dalam pengertian ini, kebudayaan mengisyaratkan pembangunan artistik dan intelektual. Orang yang terpelajar(cultured person) adalah orang yang sopan, memperlihatkan kehalusan budi pekertinya, dan menunjukkan kemampuan verbal yang tinggi. Bisa dilihat bahwa defenisi in merujuk cirri-ciri kalangan kelas atas. asal XII Deklarasi tentang Hak dan Kewajiban Manusia (American Declaration of the Rights and Duties of Man) menjabarkan lebih lanjut hak setiap rakyat Amerika Latin atas penddikan: Setiap orang berhak memperoleh pendidikan yang harus berlandaskan pada prinsip-prinsip kemedekaan, moralitas, dan solidaritas kemanusiaan.



DAFRAT PUSTAKA

1.        http:// ngunandiko-no.worldpress.com/sejarah-amerika-latin.html

Tidak ada komentar:

PERKEMBANGAN AMERIKA LATIN SEBELUM PERANG DUNIA II



(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Amerika)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.







Disusun oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B







PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014 
 
  
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Amerika Latin merupakan sebutan untuk kawasan dimana budaya Latin mendominasi budaya masyarakat di wilayah tersebut. Wilayah dengan luas sekitar 21,069,501 km2 ini memiliki penduduk lebih kurang 541juta. Amerika Latin terdiri dari 26 negara, yakni negara-negara di kawasan Amerika Tengah (Meksiko, Guatemala, Honduras, El Savador, Nicaragua, Costa Rica, Panama), Amerika Selatan (Colombia, Venezuela, Guyana, Republik Suriname, Trinidad Tobago, Ecuador, Peru, Chili, Bolivia, Argentina, Uruguay, Paraguay, Brasil), dan negara-negara di Kepulauan Karibia (Kuba, Jamaica, Haiti, Republik Dominika, Bahamas, Barbado). Dahulu Haiti dan Republik Dominika disebut pula Hispaniola atau dengan ejaan lain Espanola, sedang negara-negara yang sekarang berada dalam wilayah Karibia sering disebut pula West Indies atau India Barat.
Kota-kota terbesar di kawasan ini meliputi, Mexico City, Sao Paulo,Buenos Aire, Rio de Jeneiro, Lima, Bogota, Santiago de Chile, Caraca, Guadalajara, dan Monterrey. Penduduk Amerika Latin menggunakan beragam bahasa, seperti: Spanyol, Portugis, Quecha, Aymara, Nahuatl, Maya, Guarani. Italia, Inggris, Perancis, Kreol Haiti, Jerman, Wales, Belanda, Kantonis, Jepang, Vietnam, dan lainnya. Bahasa Spanyol  lebih banyak dipakai, mengingat wilayah jajahan Spanyol di Amerika Latin jumlahnya paling banyak dibandingkan negara Eropa lainnya. Portugis hanya memiliki satu wilayah jajahan di kawasan ini, yakni Brasil. Walaupun hanya satu tetapi luas wilayahnya paling besar dibandingkan wilayah jajahan lain. Sehingga bahasa Spanyol juga paling banyak digunakan walaupun tidak hanya dipergunakan untuk sebagian besar wilayah ini, tetapi merupakan suatu keharusan, karena umumnya bangsa-bangsa Amerika Latin (terkecuali kalangan tertentu) kurang bergairan untuk belajar bahasa Inggris. Bahasa Inggris masih digunakan di Guyana, Jamaica, dan Belize (Honduran Inggris), Bahasa Perancis di Haiti, sedang bahasa Belanda di pergunakan di Suriname dan Kepulauan Antillen.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan rincian yang telah dikemukakan sebelumnya, yang menjadi pokok penulisan pada makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1)      Bagaimana keadaan ekonomi politik Amerika Selatan ?
2)      Bagaimana keadaan pemerintahan Amerika Selatan ?
3)      Bagaimana revolusi yang terjadi di Amerika Selatan ?
4)      Bagaimana perkembangan pendidikan Amerika Selatan ?
1.3 Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, tujuan dari makalah ini diantaranya adalah :
1)      Untuk mengetahui dan memahami keadaan ekonomi politik Amerika Selatan
2)      Untuk mengetahui dan memahami keadaan pemerintahan Amerika Selatan
3)      Untuk mengetahui dan memahami revolusi yang terjadi di Amerika Selatan
4)      Untuk mengetahui dan memahami perkembangan pendidikan Amerika Selatan



BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Ekonomi Politik
Pada awal abad ke-20 di keluarga negara-negara Amerika Latin telah bertambah dengan dua negara yaitu Kuba dan Panama. Kuba merdeka dari Spanyol pada tahun 1902, dan Panama memisahkan diri dari Columbia pada tahun 1903. Walaupun telah menjadi negara merdeka, kedaulatan dari kedua negara tersebut masih terbatas dengan  adanya perjanjian  bahwa tentara Amerika Serikat-lah yang bertanggung jawab menjamin kemerdekaan kedua negara tersebut.  Sementara itu dalam dua dekade berikutnya Republik Dominica, Nicaragua, dan Haiti menjadi “protectorate’ dari Amerika Serikat.
Pada tahun  1845, beberapa dasawara sebelum memasuki abad ke-20,  Texas  yang telah melepaskan diri  dari  Meksiko dan bergabung dengan  Amerika Serikat . Disamping itu  Amerika  juga menginginkan wilayah Meksiko di Pantai Barat. Sudah barang tentu Meksiko tidak menyukai  keinginan   tersebut, maka     “ Perang Mesiko – Amerika”  tidak dapat  dihindari.  Amerika Serikat  berhasil memenangkan perang  dan memperoleh wilayah California dan Amerika Serikat Barat Daya.    Orang-orang Amerika di Utara tidak menyukai perang ini, karena  merasa perang ini hanya untuk keuntungan Selatan.
Perlu pula diketahui sejak tahun 1900 investasi Amerika Serikat  di Mesiko dan di negara-negara Karibia telah melampaui investasi Inggris. Hal itu berarti bahwa pada awal abad ke-20 Amerika Serikat sudah menancapkan pengaruh politik dan ekonomi  di Amerika Latin  dengan  kuat.  Keadaan seperti itu menyebabkan  tumbuhnya sikap anti terhadap  Amerika Serikat,  yang dikenal  oleh kalangan  masyarakat Amerika Latin sebagai “Imperialis Yankee”.     Hal itu digambarkan  secara tepat oleh seorang penulis Uruguay ( Jose Enrique Rodo) sebagai  “Dering kutukan terhadap  imperialisme Yankee”.  Enrique Rodo menyatakan bahwa sikap menentang pelanggaran  militer, ekonomi, dan kultur  dari “Colossus of the North”   ( The Colossus of the North is a name for the United States  typically  used by those who view the country  as oppressive to its southern neighbors, Wikepedia) adalah  suatu sikap yang menjadi dambaan rakyat Amerika Latin.  Walaupun  rakyat    dan  negara-negara Amerika Latin sesungguhnya lebih memerlukan terciptanya  keadilan   dan kemakmuran  masyarakatnya. 
Pada masa tahun 1900-an  negara-negara Amerika Latin adalah  penghasil produk-produk primair guna keperluan ekspor. Oleh karena itu suatu kontraksi perdagangan dunia –  karena depresi pada tahun 1890-an – menyebabkan kerawanan bagi Amerika Latin  seperti  tampak dengan terguncangnya  ekonomi Argentina dan Kuba. Disamping itu imperialisme Eropa, yang dengan intensip meng-eksploitasi koloni-koloninya di wilayah tropis di Asia dan Afrika,  menyebabkan terjadinya krisis kopi (1905) dan runtuhnya boom karet (1914) di Brasilia.
Beberapa saat setelah itu pecah Perang Dunia I (1914 – 1918) membawa makin susutnya volume perdagangan  dunia . Keadaan  itu  ternyata  tidak berlangsung  lama, karena kerusakan  lahan pertanian    di Eropa berakibat terciptanya  pasar baru bagi  produk  bahan makanan Amerika Latin. Namun cepatnya recovery lahan-lahan pertanian  di Eropa tersebut (termasuk dihasilkannya  gula beet) membawa pengaruh  negatip bagi perdagangan  produk-produk pertanian Amerika Latin.
Pada  sepertiga bagian pertama dari abad ke-20 pemerintahan di Amerika Latin telah menjaga stabilitas ekspor hasil produksinya (roduk-produk primer)  dengan membatasi dan memangkas  produksi-nya, disamping  mengadakan berbagai perjanjian perdagangan internasional  untuk melindungi ekonominya. Dengan terjadinya  depresi pada  tahun 1930-an usaha tersebut tampak sia-sia,  Amerika Latin  menderita kerugian lebih besar daripada  yang seharusnya.  Bahkan ketika secara umum ekonomi dunia telah membaik dan tumbuh, pengaturan internasional perdagangan komoditi-komoditi tidak efektif melindungi Amerika Latin. Berkurangnya demand akan tembaga dan timah putih menyebabkan rusaknya ekonomi serta menyebabkan perpecahan sosial di Chile atau Bolivia.
Dengan berjalannya waktu, maka muncul kesadaran diantara masyarakat Amerika Latin, bahwa melindungi diri dari gejolak perubahan ekonomi dunia adalah mutlak diperlukan antara lain  dengan melakukan diversifikasi ekonomi termasuk industrialisasi.
Perlu pula diketahui bahwa selama Perang Dunia ke-1 industrialisasi di Amerika Latin menjadi  marak, pabrik-pabrik dibangun untuk memproduksi barang-barang konsumsi yang semula  diperoleh dari Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian besar pabrik-pabrik yang dibangun tersebut adalah tergolong industri  ringan, namun  sewaktu terjadi banjir impor pada tahun  1920-an sebagian besar pabrik-pabrik tersebut mati tenggelam. Pada dekade berikutnya terlihat adanya gelombang naik  dari industri ringan tersebut yaitu ketika ekspor produk primer Amerika Latin menurun, dimana Amerika Latin terpaksa mengurangi impor-nya serta menggantikannya dengan memproduksi   produk dalam negeri sebagai substitusi impor.
Industri substitusi  impor  terus tumbuh selama Perang Dunia II  sampai  perang berakhir.  Beberapa negara seperti Brasilia dan Argentina  membuat dinding tarif (tariff  barrier) untuk melindungi industri substitusi impor tersebut  serta  menyokong penuh industrialisasi.  Industri Argentina  tumbuh dengan pesat dibawah program ambisious yang dilancarkan oleh diktator Juan D Peron, dan  Brasilia tumbuh menjadi negara yang maju industri-nya. Promosi  pemerintah tentang pembangunan pabrik-pabrik (industri)  menggambarkan kemenangan kelompok penduduk kota terhadap kaum elite pendatang lama yang pada umumnya menguasai  daerah-daerah pedesaan .

2.2 Perkembangan Pemerintahan
Pemerintahan kota di Amerika Selatan  tumbuh dengan pesat kira-kira pada awal abad ke-20,    kaum imigran di Argentina dan bagian selatan Brasilia berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas  terjadinya  pertumbuhan pemerintahan kota tersebut. Para pekerja kontrak dari Itali, Spanyol dan Portugis ; setelah beberapa tahun bekerja di ladang-ladang biji-bijian (gandum) atau di kebun-kebun kopi menghadapi kenyataan tidak mungkin memiliki tanah kebun bagi dirinya ;  kemudian mereka cenderung untuk tinggal di kota-kota. Perbaikan sanitasi dan terbasminya penyakit-penyakit seperti penyakit malaria  –  khususnya di kota-kota  –   ikut menyumbang pertumbuhan penduduk karena berkurangnya angka kematian.
Setelah Perang Dunia I  kegiatan ekonomi dan perdagangan di Amerika Selatan pada umumnya berkembang, hal itu menyebabkan diperlukannya tenaga-tenaga managerial dan profesional disamping bertambahnya  lapangan kerja bagi sekretaris, juru tulis, penjaga gudang, pekerja kereta api, pekerja pelabuhan, pekerja perpakiran dan lain-lain. Namun pada kenyataannya banyak posisi- posisi yang baik dalam bank-bank, perusahaan asuransi, pusat-puat perdagangan, dan berbagai fasilitas lainnya masih diisi oleh tenaga-tenaga managerial dan profesional asing, hal itu telah membangkitkan kemarahan para pekerja lokal.  Keadaan seperti itu diperparah oleh kenyataan bahwa para kapitalis asing tampak hanya mengeruk sumber daya alam Amerika Latin saja, baik dari kebun-kebun  maupun dari tambang-tambang.
Para politisi (demagog) kelas menengah di Amerika Latin mengritik elite penguasa sebagai antek  kapitalis Inggris atau Amerika (Yankee). Para politisi yang  sebagian besar kelas menengah  terus  berusaha mendapatkan dukungan dari para pekerja  yang  terancam hilang  pekerjaannya saat    ekspor produk-produk Amerika Latin  terus  merosot. Keadaan seperti itu menyebabkan faham nasionalisme tumbuh menjadi faktor penting dalam percaturan politik di Amerika Latin pada  abad ke-20.
Sesungguhnya sejak abad ke-19 konstitusi Amerika Latin telah mengatur adanya pemerintahan  yang dipilih oleh rakyat dan golongan-golongan, namun partisipasi rakyat  belum   memadai seperti   terlihat dalam  banyak pemilihan umum maupun penetapan pemenang dari pemilihan-pemilihan  tersebut.  Phenomena tersebut baru memperoleh perhatian secara luas  pada abad ke-20.
Memasuki abad ke-20 kelompok-kelompok penduduk kota menghendaki reformasi cara-cara pemilihan, pelopor dari reformasi tersebut adalah kaum elite tua dari Argentina dan Chile. Adanya  reformasi cara pemilihan  telah memungkinkan partai kelas menengah radikal merebut kedudukan presiden di Argentina (1916) dan di  Chile (1920). Sementara itu perubahan administrasi pemerihtahan telah berpengaruh terhadap kebebasan rakyat melakukan pemilihan; di Chilie pemilihan menjadi tidak demokratis lagi  dan di Argentina sebagian besar “presiden terpilih”  digulingkan oleh kudeta militer.
Di Uruguay, Costa Rica, dan Kolumbia pada sebagian besar dari tiga perempat bagian pertama abad ke-20  pelaksanaan demokrasi politik berjalan cukup baik. Di Brasilia sepanjang tahun-tahun 1945 – 1965 pemilihan  juga telah berjalan dengan baik.  Di Kuba (selama pendudukan Amerika Serikat dari tahun 1940 – 1952)  telah dilakukan pemilihan umum, demikian pula di sebagian besar negara-negara republik Amerika Latin. Namun sejak awal tahun 1970-an  dibanyak negara-negara di Amerika Latin menganut sistem satu partai yang unik, hal itu antara lain menyebabkan  hasil pemilihan disemua tingkatan telah diketahui terlebih dahulu.

2.3 Gerakan Revolusioner
Pengalaman pertama yang diperoleh oleh Mesiko pada abad ke-20 adalah adanya revolusi sosial  di berbagai  negara  Amerika Latin. Pemberontakan pada tahun 1910 menghadirkan :  revolusi  pada tahun 1940  ; tambang dan kilang minyak milik asing dinasionalisir ; dan sebagian besar tanah-tanah produktip diambil-alih dan dibagikan kepada para petani. Serangan secara simultan dan berhasil terhadap “kapital  asing (tambang minyak dll)” serta “hacendados domestik (tanah-tanah produktip)” tersebut   tidak diduga sebelumnya.
Seperti diketahui pada tahun 1878 – 1911  Mesiko dibawah pemerintahan diktator Porfirio Diaz   dengan semboyan “Kestabilan dan Kemajuan” dapat berkembang dan maju menuju ke negara industri. Pemerintahan  dilakukan-nya  secara otoriter (tangan besi)  dengan dukungan militer, kebebasan masyarakat dikekang dengan kejam, dan pemilihan umum yang bebas dihindarinya. Hal  itulah yang rupanya menjadi penyebab utama munculnya gerakan revolusioner dan pemberontakan rakyat Mexico (1910 – 1920) yang kemudian menjadi revolusi sosial.
Revolusi Mexico menyaksikan perpindahan dari kekuasaan diktator otoriter (yang mencoba membangun pemerintahan yang stabil)  ke kekuasaan radikal dan revolusioner. Ketika  revolusi berlangsung  tambang-tambang minyak asing diambil alih dan kebun-kebun dibagikan kepada petani (rakyat miskin) oleh gerakan revolusioner ; seperti yang dipimpin Emiliano Zapata.
Revolusi sosial tersebut  bukan-lah terjadi secara tiba-tiba dan bukan pula  oleh sesuatu  yang berdiri sendiri, tetapi karena  berbagai sebab  yang berakumulasi dan berseluk-beluk  sbb :
a.       Perkembangan kapitalisme dan imperialisme yang rakus  khususnya di Amerika Utara disatu fihak, dan  berdirinya negara sosialis  sebagai pengetrapan faham  Marxisme Leninisme di Rusia dilain fihak,
b.      Tumbuhnya nasionalisme yang berkolaborasi dengan kaum kapitalis & imperialis  asing dan   menimbulkan pemeritahan diktator- otoriter disatu fihak, dan rakyat banyak yang menuntut keadilan.
 Seperti  diketahui adanya  gerakan revolusioner yang menyebabkan revolusi sosial tersebut selain di Mesiko juga terjadi di berbagai negara Amerika Latin lainnya. Untuk memberi gambaran tentang hal itu berikut ini  adalah uraian singkat tentang keadaan yang terjadi  di Kuba, Chili, Bolivia dan Kolombia.
1)        Kuba
Pada tahun 1895 – 1898, Kuba merupakan jajahan Spanyol,  namun sebagian besar wilayah  pedesaan dan sejumlah kota dikuasai oleh kekuatan revolusi yang ingin menggulingkan-nya.   Spanyol yang menguasai kota-kota besar berusaha menundukkan kekuatan revolusi tersebut, namun perlawanan tetap berlanjut. Perlawanan kaum revolusioner Kuba surut setelah pada tahun 1898 Amerika Serikat memenangkan  “Perang Spanyol – Amerika” dan menduduki  Kuba.  Pada tahun 1902  Kuba  mendapatkan kemerdekaan,  dan tentara Amerika Serikat meninggalkan Kuba. Namun   Amerika Serikat melalui   “Amandemen Platt”  masih memiliki  wewenang  yang besar dalam urusan-urusan dalam negeri  Kuba, dan masih berada  di Teluk Guantanamo dengan istilah menyewa.
Pada tahun 1902 – 1906 Kuba berada dalam masa damai yaitu sewaktu pemeritahan Tomas Estrada Palma sebagai presiden pertama. Namun antara tahun 1906 – 1909 dengan menggunakan pasal-pasal dalam “Amandemen Platt” tentara Amerika Serikat  menduduki  kembali Kuba. Pada tahun 1934  Amandemen Platt tersebut dicabut, namun keberadaan Amerika Serikat di Teluk Guantanamo  terus diperpanjang sampai saat ini
2)      Chili
Menjelang akhir abad ke-19, pemerintah Chili di Santiago menjadi lebih kokoh kedudukannya  karena:  (1)    Kedaulatan Chili atas selat Magelhaens diakui Argentina, (2)   Wilayah Chili diperluas kearah utara yang berdampak hilangnya sepertiga akses Bolivia ke Samudra Pacifik, dan (3)  Ditemukannya deposit senyawa nitrat yang berharga.
Eksploitasi deposit senyawa nitrat tersebut telah membawa Chili ke era kemakmuran. Namun konflik antara “Presiden” (Jose Manuel Balmaceda) dan “Kongres” telah memicu “Perang Saudara” (1891). Perang-saudara tersebut juga merupakan pertarungan antara pihak yang menghendaki pembangunan industri dalam negeri dengan  fihak  perbankan Chili  yang mengutamakan ekspor sumberdaya  alam (khususnya House of Edwards yang memiliki hubungan erat dengan kapitalis asing). “Kongres” memenangkan konflik tersebut, dan kemudian menerapkan sistem “republik parlementer”.
Pada periode “republik parlementer” tersebut  terjadi pertumbuhan ekonomi yang cukup   tinggi, namun juga  ditandai oleh ketidakstabilan politik dan merupakan awal  timbulnya  apa  yang disebut sebagai "masalah sosial" yaitu  adanya gerakan revolusioner dari kaum proletar. Masalah sosial tersebut timbul karena tidak terwujudnya "pemerataan  kemakmuran". 

2.4 Perkembanagan Pendidikan
Ketiadaan perselisihan antar aliran religius menjadikan Gereja Katolik mendapatkan Wibawa besar wilayah kolonial Amerika Latin, Gereja merupakan Perlambang agama baru, pelindung rakyat Indian, sekaligus nenek moyang kebudayaan Eropa. Dalam upayanya melindungi orang Indian dari ketamakan para pejabat dan tuan tanah, Gereja terkadang menghadapi konflik dengan penguasa sekuler. Namun, secara keseluruhan upaya Gereja dan raja bersifat saling melengkapi. Gereja menarik pengikut-pengikut baru dan melakukan pekerjaan amal yang tidak dapat dilakukan lembaga lain. Pada gilirannya Gereja tumbuh semakin kaya dan berpengaruh, sementara itu usaha keras kaum kolonialis dibidang perdagangan, pertanian,dan pertambangan pun terbukti membuahkan hasil.
Fungsi pendidikan yang dijalankan Gereja mengantarkan pengenalan bahasa dan tradisi orang Eropa kepada orang Indian serta mendirikan berbagai macam institusi pendidikan. Menjelang akhir Abad 16, pendeta-pendeta Katolik dari Ordo Benedictine, Franciscan, dan Jesuit aktif mendirikan sekolah untuk kaum pribumi maupun kaum Kolonial. Beberapa pemimpin Pendidikan katolik yang filosofinya sangat progresif menyerukan hal-hal seperti pendirian sekolah bagi semua orang tanpa memandang kelas maupun ras, memperkenalkan subjek dan metode Ilmiah, serta mempererat hubungan antara sekolah dengan kehidupan masyarakat.
Upaya pendidikan yang paling signifikan dilakukan oleh serikat Jesuit yang tidak mengenal lelah. Menjelang pertengahan abad 18, kaum Jesuit telah mendirikan 89 kolese dan 32 seminari di Amerika Latin. Sejumlah sekolah dasar didirikan pula untuk mengajarkan agama, seni, dan kerajinan pada kaum Indian; namun  dampak pedagogis terkuat diciptakan kaum Jesuit dibidang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Colegio yang mengajarkan kurikulum pendidikan yang berorientasi pada budaya (Liberal arts) tradisional kepada orang Spanyol, Portugis, dan Elite creole, menjadi teladan bagi banyak pendidikan menengah yang didirikan di Amerika Latin.
Posisi paling penting pada pendidikan tinggi juga dipegang oleh kaum Jesuit. University of Mexico (1551), University of  San Marcos di Lima (1551), University Of Santiago (1624), dan banyak lagi Institusi terkemuka didirikan oleh serikat Jesuit. Universitas – Universitas tersebut berkarakter sangat skolastik dan banyak dipengaruhi oleh tradisi Bologna, Padua dan Salamanca. Mata kuliah yang diajarkan adalah mata kuliah persiapan untuk profesi tradisional yang “terpelajar”, bekerja dibidang kesusastraan Spanyol, dan sering kali studi terhadap bahasa Indian. Karena system pendidikan di bawahnya tidak ada,beberapa Universitas menyelenggarakan sendiri pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Seperti halnya di Universitas Negara – Negara induk, Mahasiswa yang berhasil di Universitas – Universutas tersebut boleh menerima salah satu gelar berikut  : bachelor (setingkat sarjana muda), Licentiate (gelar akademik yang diberikan Universitas tertentu di eropa,setara dengan satu tingkat dibawah gelar doctor), master dan doktor. Meskipun terdapat sensor yang ketat oleh pihak Gereja, selama periode akhir kolonialisasi, tulisan – tulisan Locke, Deskartes, dan Newton merebak di Universitas-universitas dan mengancam monopoli filsafat dan sains Aristotelian-Thomistik. Dampak yang segera muncul dari pengetahuan baru pada kurikulum Universitas ini tidak terlalu menonjol, namun telah berkembang suatu sikap yang meragukan pemerintah. Sikap ini terlihat pada peran revolusioner dari sejumlah lulusan universitas.
Selain sekolah tinggi universitas yang melayani kelompok elite, maka para pendeta setempat pun mendirikan sekolah lain yang diperuntukkan bagi kelas sosial bawah sekolah yang didirikan bagi golongan mestizo dan mulatto mengutamakan bermacam keahlian berniaga , tiga R ( membaca, menulis,dan aritmatika ), dan agama Kristen. Program bagi masyarakat Indian terbatas pada pelajaran agama, bahasa spanyol, dan keterampilan kerajinan tertentu. Untuk mayoritas luas kalangan, dasar-dasar pengetahuan beragama dianggap sudah cukup.
Maka kelebihan dan kekurangan pendidikan di Amerika Latin selama periode kolonial juga  merupakan kelebihan dan kekurangan pendidikan di Spanyol dan Portugal. Pendidikan hanya dititik beratkan pada pendidikan tinggi,dan beberapa universitas mendapatkan keistimewaan. Menurut tradisi university of Salamanca, institusi – institusi tersebut bersifat swatantra. Fakultas dan mahasiswanya mendapat banyak perlindungan dan hak istimewa. Pada kadar tertentu, pemikiran liberal banyak berkembang dikalangan anggota fakultas, namun pada akhirnya, kurikulum telah dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan kehendak segelintir kelas cultural. Pemuda-pemuda dari golongan berharta akhirnya melanjutkan pendidikan tinggi di institusi-institusi Eropa yang dianggap bisa memberikan pendidikan terbaik.
Ada dua fakta yang menonjol dalam upaya untuk menganalisa masalah cultural dan pendidikan di Amerika Latin. Pertama, Negara – Negara Amerika Latin belum mampu memanfaatkan secara penuh potensi – potensi ekonominya. Kedua, kemajuan di bidang politik, ekonomi, dan pendidikan tidak terdistribusi secara merata (lihat tabel 3 untuk peringkat Negara – Negara berdasarkan data demografis terpilih).
Tujuan utama pendidikan di Amerika Latin sering diarahkan pada pencapaian kebudayaan (la caltura). Dalam pengertian ini, kebudayaan mengisyaratkan pembangunan artistik dan intelektual. Orang yang terpelajar(cultured person) adalah orang yang sopan, memperlihatkan kehalusan budi pekertinya, dan menunjukkan kemampuan verbal yang tinggi. Bisa dilihat bahwa defenisi in merujuk cirri-ciri kalangan kelas atas. asal XII Deklarasi tentang Hak dan Kewajiban Manusia (American Declaration of the Rights and Duties of Man) menjabarkan lebih lanjut hak setiap rakyat Amerika Latin atas penddikan: Setiap orang berhak memperoleh pendidikan yang harus berlandaskan pada prinsip-prinsip kemedekaan, moralitas, dan solidaritas kemanusiaan.
Demikian pula setiap orang berhak atas pendidikan yang akan mempersiapkannya untuk mencapai kehidupan yang layak, meningkatkan taraf hidup, dan menjadikanya warga negara yang berguna. Hak berpendidikan meliputi hak memperoleh kesempatan yang sama dalam segala hal, sesuai dengan kemampuan dasar, kecakapan dan keinginan untuk memanfaatkan sumber daya yang diperlukan Negara atau masyarakat untuk dikembangkan. Setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan,minimal pendidikan dasar, tanpa dipungut biaya.
Secara tradisional, universitas di Amerika Latin pada hakekatnya merupakan gabungan antara sekolah, fakultas, dan menyusul kemudian,lembaga riset- yang kesemuanya bersifat individual. Administrasi universitas sebagian besar terpusar pada jabatan rector. Wewenang rector hanya dibatasi oleh dewan universitas dan mentri pendidikan yang memegang control keuangan dalam hal-hal tertentu.
Universitas-universitas terpandang di Amerika Latin telah melalui dua rovolusi pada abad ini. Revolusi pertama bermula di Cordoba pada 1918, dan dampaknya yang tetap melekat sebagian besar bersifat politik dan social, walaupun dampak yang kedua dan bersifat lebih akademik secara langsung sepenuhnya diabaikan. Status universitas di Amerika Latin tergambar dengan baik dengan apa yang disebut “Pemujaan (cult) pada gelar dokter” prestise gelar “dokter” menggambarkan nilai simbolis yang ada pada pendidikan tinggi.
Persentase mahasiswa kedokteran dan hukum di Amerika Latin sangat besar dibandingkan diwilayah-wilayah lain yang secara ekonomi sudah maju. Hanya segelintir saja mahasiswa Amerika Latin yang mempersiapkan diri mereka untuk bekerja dibidang teknologi, administrasi bisnis, ataupun  ilmu pertanian. Pendidikan yang ditawarkan dalam ilmu social terapan atau ilmu pengetahuan alam tidak banyak, sehingga mahasiswa yang menginginkan pendidikan lebih maju dalam bidang-bidang ini harus mencarinya keluar negeri.


BAB 3. PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Amerika Selatan atau Amerika Latin adalah negara-negara yang terletak di selatan  Amerika Serikat yaitu semua negara di wilayah benua Amerika bagian Selatan yang sebagian terbesar bekas  koloni kerajaan-kerajaan Spanyol, Portugis, dan Perancis, termasuk pula   negara-negara  Karibia seperti Bahama, Dominika, Kuba, Haiti, Jamaika,, Nicaragua,  Suriname, Trinidad & Tobago dll. Luas daratan seluruh Amerika Selatan lk 7 juta mil persegi dengan jumlah penduduk pada akhir abad ke-20 lebih dari 350 juta jiwa.
Negara-negara Amerika Latin  bersama dengan negara-negara  Asia dan Afrika yang  memperoleh kemerdekaan-nya setelah Perang Dunia II dinamakan oleh Bung Karno (Presiden Pertama Republik Indonesia) sebagai New Emerging  Forces.  Sampai pada waktu ini the New Emerging  Forces masih terus berjuang untuk membebaskan diri dari ketergantungannya terhadap kekuatan lama yang telah mapan (the Old Established Forces) khususnya ketergantungan ke kekuatan kapitalisme & imperialisme dibawah pimpinan  Amerika Serikat,
Ekonomi negara-negara Amerika Latin pada abad ke-20 masih  sangat tergantung pada ekspor produk primer yang berupa hasil pertanian, perternakan dan pertambangan.  Sejumlah negara Amerika Latin telah memiliki industri yang  cukup maju, namun kekuatan industrinya belum cukup untuk melindungi ekonominya  terutama jika terjadi  suatu  kegoncangan ekonomi dan perdagangan dunia.
Pada awal abad ke-20 kota-kota di Amerika Selatan   tumbuh dengan pesat. Kaum imigran dari Portugal, Spanyol, Italia dll  terutama di Argentina dan bagian selatan Brasilia berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas  terjadinya  pertumbuhan  kota-kota tersebut.  Kota-kota tersebut menjadi pusat lembaga-lembaga keuangan (Bank, Asuransi dll) yang didominasi kapital asing,  dan menjadi simpul untuk menyedot hasil  kekayaan alam (kebun, ternak, dan tambang) Amerika Latin.
Pemerintahan di Amerika Selatan  yang  dilakukan  secara otoriter (militer)  dan yang didukung  kekuatan   asing  menjadi  penyebab utama munculnya  gerakan revolusioner. Gerakan revolusioner tersebut  jika  berakumulasi dan berseluk-beluk dengan :(a) konflik internal di masing-masing negara (b) kapitalisme dan imperialisme yang rakus  khususnya dari Amerika Utara, dan   (c) faham sosialis  sebagai pengetrapan faham  Marxisme Leninisme seperti yang terjadi di Rusia, maka   akan  membawa terjadinya revolusi sosial seperti yang terjadi di Mesiko, Kuba dll
Tujuan utama pendidikan di Amerika Latin sering diarahkan pada pencapaian kebudayaan (la caltura). Dalam pengertian ini, kebudayaan mengisyaratkan pembangunan artistik dan intelektual. Orang yang terpelajar(cultured person) adalah orang yang sopan, memperlihatkan kehalusan budi pekertinya, dan menunjukkan kemampuan verbal yang tinggi. Bisa dilihat bahwa defenisi in merujuk cirri-ciri kalangan kelas atas. asal XII Deklarasi tentang Hak dan Kewajiban Manusia (American Declaration of the Rights and Duties of Man) menjabarkan lebih lanjut hak setiap rakyat Amerika Latin atas penddikan: Setiap orang berhak memperoleh pendidikan yang harus berlandaskan pada prinsip-prinsip kemedekaan, moralitas, dan solidaritas kemanusiaan.



DAFRAT PUSTAKA

1.        http:// ngunandiko-no.worldpress.com/sejarah-amerika-latin.html

Tidak ada komentar: