(Disusun guna
untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Amerika)
Dosen Pengampu
mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.
Disusun oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B
PRODI
PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amerika
Latin merupakan sebutan untuk kawasan dimana budaya Latin mendominasi budaya
masyarakat di wilayah tersebut. Wilayah dengan luas sekitar 21,069,501 km2 ini
memiliki penduduk lebih kurang 541juta. Amerika Latin terdiri dari 26 negara,
yakni negara-negara di kawasan Amerika Tengah (Meksiko, Guatemala, Honduras, El
Savador, Nicaragua, Costa Rica, Panama), Amerika Selatan (Colombia, Venezuela,
Guyana, Republik Suriname, Trinidad Tobago, Ecuador, Peru, Chili, Bolivia,
Argentina, Uruguay, Paraguay, Brasil), dan negara-negara di Kepulauan Karibia
(Kuba, Jamaica, Haiti, Republik Dominika, Bahamas, Barbado). Dahulu Haiti dan
Republik Dominika disebut pula Hispaniola atau dengan ejaan lain Espanola,
sedang negara-negara yang sekarang berada dalam wilayah Karibia sering disebut
pula West Indies atau India Barat.
Kota-kota
terbesar di kawasan ini meliputi, Mexico City, Sao Paulo,Buenos Aire, Rio de
Jeneiro, Lima, Bogota, Santiago de Chile, Caraca, Guadalajara, dan Monterrey.
Penduduk Amerika Latin menggunakan beragam bahasa, seperti: Spanyol, Portugis,
Quecha, Aymara, Nahuatl, Maya, Guarani. Italia, Inggris, Perancis, Kreol Haiti,
Jerman, Wales, Belanda, Kantonis, Jepang, Vietnam, dan lainnya. Bahasa
Spanyol lebih banyak dipakai, mengingat
wilayah jajahan Spanyol di Amerika Latin jumlahnya paling banyak dibandingkan
negara Eropa lainnya. Portugis hanya memiliki satu wilayah jajahan di kawasan
ini, yakni Brasil. Walaupun hanya satu tetapi luas wilayahnya paling besar
dibandingkan wilayah jajahan lain. Sehingga bahasa Spanyol juga paling banyak
digunakan walaupun tidak hanya dipergunakan untuk sebagian besar wilayah ini,
tetapi merupakan suatu keharusan, karena umumnya bangsa-bangsa Amerika Latin
(terkecuali kalangan tertentu) kurang bergairan untuk belajar bahasa Inggris.
Bahasa Inggris masih digunakan di Guyana, Jamaica, dan Belize (Honduran
Inggris), Bahasa Perancis di Haiti, sedang bahasa Belanda di pergunakan di
Suriname dan Kepulauan Antillen.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
rincian yang telah dikemukakan sebelumnya, yang menjadi pokok penulisan pada
makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagaimana
keadaan ekonomi politik Amerika Selatan ?
2) Bagaimana
keadaan pemerintahan Amerika Selatan ?
3) Bagaimana
revolusi yang terjadi di Amerika Selatan ?
4) Bagaimana
perkembangan pendidikan Amerika Selatan ?
1.3 Tujuan
Sejalan
dengan rumusan masalah diatas, tujuan dari makalah ini diantaranya adalah :
1) Untuk
mengetahui dan memahami keadaan ekonomi politik Amerika Selatan
2) Untuk
mengetahui dan memahami keadaan pemerintahan Amerika Selatan
3) Untuk
mengetahui dan memahami revolusi yang terjadi di Amerika Selatan
4) Untuk
mengetahui dan memahami perkembangan pendidikan Amerika Selatan
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Kondisi
Ekonomi Politik
Pada awal
abad ke-20 di keluarga negara-negara Amerika Latin telah bertambah dengan dua
negara yaitu Kuba dan Panama. Kuba merdeka dari Spanyol pada tahun 1902, dan
Panama memisahkan diri dari Columbia pada tahun 1903. Walaupun telah menjadi
negara merdeka, kedaulatan dari kedua negara tersebut masih terbatas dengan
adanya perjanjian bahwa tentara Amerika Serikat-lah yang
bertanggung jawab menjamin kemerdekaan kedua negara tersebut. Sementara
itu dalam dua dekade berikutnya Republik Dominica, Nicaragua, dan Haiti menjadi
“protectorate’ dari Amerika Serikat.
Pada tahun
1845, beberapa dasawara sebelum memasuki abad ke-20, Texas
yang telah melepaskan diri dari Meksiko dan bergabung dengan
Amerika Serikat . Disamping itu Amerika juga menginginkan
wilayah Meksiko di Pantai Barat. Sudah barang tentu Meksiko tidak
menyukai keinginan tersebut, maka “ Perang Mesiko –
Amerika” tidak dapat dihindari. Amerika Serikat
berhasil memenangkan perang dan memperoleh wilayah California dan
Amerika Serikat Barat Daya. Orang-orang Amerika di Utara
tidak menyukai perang ini, karena merasa perang ini hanya untuk
keuntungan Selatan.
Perlu pula
diketahui sejak tahun 1900 investasi Amerika Serikat di Mesiko dan di
negara-negara Karibia telah melampaui investasi Inggris. Hal itu berarti bahwa
pada awal abad ke-20 Amerika Serikat sudah menancapkan pengaruh politik
dan ekonomi di Amerika Latin dengan kuat. Keadaan
seperti itu menyebabkan tumbuhnya sikap anti terhadap Amerika
Serikat, yang dikenal oleh kalangan masyarakat Amerika Latin
sebagai “Imperialis Yankee”. Hal itu digambarkan
secara tepat oleh seorang penulis Uruguay ( Jose Enrique Rodo) sebagai
“Dering kutukan terhadap
imperialisme Yankee”. Enrique Rodo menyatakan bahwa sikap menentang
pelanggaran militer, ekonomi, dan kultur dari “Colossus of the
North” ( The Colossus of the
North is a name for the United States typically used by those who
view the country as oppressive to its southern neighbors, Wikepedia)
adalah suatu sikap yang menjadi dambaan rakyat Amerika Latin.
Walaupun rakyat dan negara-negara Amerika
Latin sesungguhnya lebih memerlukan terciptanya keadilan dan
kemakmuran masyarakatnya.
Pada masa
tahun 1900-an negara-negara Amerika Latin adalah penghasil
produk-produk primair guna keperluan ekspor. Oleh karena itu suatu kontraksi
perdagangan dunia – karena depresi pada tahun 1890-an – menyebabkan
kerawanan bagi Amerika Latin seperti tampak dengan terguncangnya
ekonomi Argentina dan Kuba. Disamping itu imperialisme Eropa, yang dengan
intensip meng-eksploitasi koloni-koloninya di wilayah tropis di Asia dan
Afrika, menyebabkan terjadinya krisis kopi (1905) dan runtuhnya boom
karet (1914) di Brasilia.
Beberapa
saat setelah itu pecah Perang Dunia I (1914 – 1918) membawa makin susutnya
volume perdagangan dunia . Keadaan itu ternyata tidak
berlangsung lama, karena kerusakan lahan
pertanian di Eropa berakibat terciptanya pasar baru
bagi produk bahan makanan Amerika Latin. Namun cepatnya recovery
lahan-lahan pertanian di Eropa tersebut (termasuk dihasilkannya gula
beet) membawa pengaruh negatip bagi perdagangan produk-produk
pertanian Amerika Latin.
Pada
sepertiga bagian pertama dari abad ke-20 pemerintahan di Amerika Latin
telah menjaga stabilitas ekspor hasil produksinya (roduk-produk primer)
dengan membatasi dan memangkas produksi-nya, disamping mengadakan
berbagai perjanjian perdagangan internasional untuk melindungi
ekonominya. Dengan terjadinya depresi pada tahun 1930-an usaha
tersebut tampak sia-sia, Amerika Latin menderita kerugian lebih
besar daripada yang seharusnya. Bahkan ketika secara umum ekonomi
dunia telah membaik dan tumbuh, pengaturan internasional perdagangan
komoditi-komoditi tidak efektif melindungi Amerika Latin. Berkurangnya demand
akan tembaga dan timah putih menyebabkan rusaknya ekonomi serta menyebabkan
perpecahan sosial di Chile atau Bolivia.
Dengan
berjalannya waktu, maka muncul kesadaran diantara masyarakat Amerika Latin,
bahwa melindungi diri dari gejolak perubahan ekonomi dunia adalah mutlak
diperlukan antara lain dengan melakukan diversifikasi ekonomi termasuk
industrialisasi.
Perlu pula
diketahui bahwa selama Perang Dunia ke-1 industrialisasi di Amerika Latin
menjadi marak, pabrik-pabrik dibangun untuk memproduksi barang-barang
konsumsi yang semula diperoleh dari Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian
besar pabrik-pabrik yang dibangun tersebut adalah tergolong industri
ringan, namun sewaktu terjadi banjir impor pada tahun 1920-an
sebagian besar pabrik-pabrik tersebut mati tenggelam. Pada dekade berikutnya
terlihat adanya gelombang naik dari industri ringan tersebut yaitu ketika
ekspor produk primer Amerika Latin menurun, dimana Amerika Latin terpaksa
mengurangi impor-nya serta menggantikannya dengan memproduksi
produk dalam negeri sebagai substitusi impor.
Industri substitusi
impor terus tumbuh selama Perang Dunia II sampai perang
berakhir. Beberapa negara seperti Brasilia dan Argentina membuat
dinding tarif (tariff barrier) untuk melindungi industri substitusi impor
tersebut serta menyokong penuh industrialisasi. Industri
Argentina tumbuh dengan pesat dibawah program ambisious yang dilancarkan
oleh diktator Juan D Peron, dan Brasilia tumbuh menjadi negara yang maju
industri-nya. Promosi pemerintah tentang pembangunan pabrik-pabrik (industri)
menggambarkan kemenangan kelompok penduduk kota terhadap kaum elite
pendatang lama yang pada umumnya menguasai daerah-daerah pedesaan .
2.2 Perkembangan Pemerintahan
Pemerintahan
kota di Amerika Selatan tumbuh dengan pesat kira-kira pada awal abad
ke-20, kaum imigran di Argentina dan bagian selatan Brasilia
berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas terjadinya
pertumbuhan pemerintahan kota tersebut. Para pekerja kontrak dari Itali,
Spanyol dan Portugis ; setelah beberapa tahun bekerja di ladang-ladang
biji-bijian (gandum) atau di kebun-kebun kopi menghadapi kenyataan tidak
mungkin memiliki tanah kebun bagi dirinya ; kemudian mereka cenderung
untuk tinggal di kota-kota. Perbaikan sanitasi dan terbasminya
penyakit-penyakit seperti penyakit malaria – khususnya di
kota-kota – ikut menyumbang pertumbuhan penduduk karena
berkurangnya angka kematian.
Setelah
Perang Dunia I kegiatan ekonomi dan perdagangan di Amerika Selatan pada
umumnya berkembang, hal itu menyebabkan diperlukannya tenaga-tenaga managerial
dan profesional disamping bertambahnya lapangan kerja bagi sekretaris,
juru tulis, penjaga gudang, pekerja kereta api, pekerja pelabuhan, pekerja perpakiran
dan lain-lain. Namun pada kenyataannya banyak posisi- posisi yang baik dalam
bank-bank, perusahaan asuransi, pusat-puat perdagangan, dan berbagai fasilitas
lainnya masih diisi oleh tenaga-tenaga managerial dan profesional asing, hal
itu telah membangkitkan kemarahan para pekerja lokal. Keadaan seperti itu
diperparah oleh kenyataan bahwa para kapitalis asing tampak hanya mengeruk
sumber daya alam Amerika Latin saja, baik dari kebun-kebun maupun dari
tambang-tambang.
Para
politisi (demagog) kelas menengah di Amerika Latin mengritik elite penguasa
sebagai antek kapitalis Inggris atau Amerika (Yankee). Para politisi
yang sebagian besar kelas menengah terus berusaha mendapatkan
dukungan dari para pekerja yang terancam hilang pekerjaannya
saat ekspor produk-produk Amerika Latin terus
merosot. Keadaan seperti itu menyebabkan faham nasionalisme tumbuh menjadi
faktor penting dalam percaturan politik di Amerika Latin pada abad ke-20.
Sesungguhnya
sejak abad ke-19 konstitusi Amerika Latin telah mengatur adanya
pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan golongan-golongan, namun
partisipasi rakyat belum memadai seperti terlihat
dalam banyak pemilihan umum maupun penetapan pemenang dari
pemilihan-pemilihan tersebut. Phenomena tersebut baru memperoleh
perhatian secara luas pada abad ke-20.
Memasuki
abad ke-20 kelompok-kelompok penduduk kota menghendaki reformasi cara-cara
pemilihan, pelopor dari reformasi tersebut adalah kaum elite tua dari Argentina
dan Chile. Adanya reformasi cara pemilihan telah memungkinkan
partai kelas menengah radikal merebut kedudukan presiden di Argentina (1916)
dan di Chile (1920). Sementara itu perubahan administrasi pemerihtahan
telah berpengaruh terhadap kebebasan rakyat melakukan pemilihan; di Chilie
pemilihan menjadi tidak demokratis lagi dan di Argentina sebagian besar
“presiden terpilih” digulingkan oleh kudeta militer.
Di Uruguay,
Costa Rica, dan Kolumbia pada sebagian besar dari tiga perempat bagian pertama
abad ke-20 pelaksanaan demokrasi politik berjalan cukup baik. Di Brasilia
sepanjang tahun-tahun 1945 – 1965 pemilihan juga telah berjalan dengan
baik. Di Kuba (selama pendudukan Amerika Serikat dari tahun 1940 –
1952) telah dilakukan pemilihan umum, demikian pula di sebagian besar
negara-negara republik Amerika Latin. Namun sejak awal tahun 1970-an
dibanyak negara-negara di Amerika Latin menganut sistem satu partai yang
unik, hal itu antara lain menyebabkan hasil pemilihan disemua tingkatan
telah diketahui terlebih dahulu.
2.3 Gerakan Revolusioner
Pengalaman
pertama yang diperoleh oleh Mesiko pada abad ke-20 adalah adanya revolusi
sosial di berbagai negara Amerika Latin. Pemberontakan pada
tahun 1910 menghadirkan : revolusi pada tahun 1940 ; tambang
dan kilang minyak milik asing dinasionalisir ; dan sebagian besar tanah-tanah
produktip diambil-alih dan dibagikan kepada para petani. Serangan secara
simultan dan berhasil terhadap “kapital asing (tambang minyak dll)” serta
“hacendados domestik (tanah-tanah produktip)” tersebut tidak diduga
sebelumnya.
Seperti
diketahui pada tahun 1878 – 1911 Mesiko dibawah pemerintahan diktator
Porfirio Diaz dengan semboyan “Kestabilan dan Kemajuan” dapat
berkembang dan maju menuju ke negara industri. Pemerintahan dilakukan-nya
secara otoriter (tangan besi) dengan dukungan militer, kebebasan
masyarakat dikekang dengan kejam, dan pemilihan umum yang bebas dihindarinya.
Hal itulah yang rupanya menjadi penyebab utama munculnya gerakan
revolusioner dan pemberontakan rakyat Mexico (1910 – 1920) yang kemudian menjadi
revolusi sosial.
Revolusi
Mexico menyaksikan perpindahan dari kekuasaan diktator otoriter (yang mencoba
membangun pemerintahan yang stabil) ke kekuasaan radikal dan
revolusioner. Ketika revolusi berlangsung tambang-tambang minyak
asing diambil alih dan kebun-kebun dibagikan kepada petani (rakyat miskin) oleh
gerakan revolusioner ; seperti yang dipimpin Emiliano Zapata.
Revolusi
sosial tersebut bukan-lah terjadi secara tiba-tiba dan bukan pula
oleh sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi karena berbagai sebab
yang berakumulasi dan berseluk-beluk sbb :
a.
Perkembangan kapitalisme dan imperialisme yang rakus
khususnya di Amerika Utara disatu fihak, dan berdirinya negara
sosialis sebagai pengetrapan faham Marxisme Leninisme di Rusia
dilain fihak,
b.
Tumbuhnya nasionalisme yang berkolaborasi dengan kaum
kapitalis & imperialis asing dan menimbulkan pemeritahan
diktator- otoriter disatu fihak, dan rakyat banyak yang menuntut keadilan.
Seperti diketahui adanya gerakan
revolusioner yang menyebabkan revolusi sosial tersebut selain di Mesiko juga
terjadi di berbagai negara Amerika Latin lainnya. Untuk memberi gambaran
tentang hal itu berikut ini adalah uraian singkat tentang keadaan yang
terjadi di Kuba, Chili, Bolivia dan Kolombia.
1)
Kuba
Pada tahun
1895 – 1898, Kuba merupakan jajahan Spanyol, namun sebagian besar wilayah
pedesaan dan sejumlah kota dikuasai oleh kekuatan revolusi yang ingin
menggulingkan-nya. Spanyol yang menguasai kota-kota besar berusaha
menundukkan kekuatan revolusi tersebut, namun perlawanan tetap berlanjut.
Perlawanan kaum revolusioner Kuba surut setelah pada tahun 1898 Amerika Serikat
memenangkan “Perang Spanyol – Amerika” dan menduduki Kuba.
Pada tahun 1902 Kuba mendapatkan kemerdekaan, dan
tentara Amerika Serikat meninggalkan Kuba. Namun Amerika Serikat
melalui “Amandemen Platt” masih memiliki wewenang
yang besar dalam urusan-urusan dalam negeri Kuba, dan masih berada
di Teluk Guantanamo dengan istilah menyewa.
Pada tahun
1902 – 1906 Kuba berada dalam masa damai yaitu sewaktu pemeritahan Tomas
Estrada Palma sebagai presiden pertama. Namun antara tahun 1906 – 1909 dengan
menggunakan pasal-pasal dalam “Amandemen Platt” tentara Amerika Serikat
menduduki kembali Kuba. Pada tahun 1934 Amandemen Platt tersebut
dicabut, namun keberadaan Amerika Serikat di Teluk Guantanamo terus diperpanjang
sampai saat ini
2)
Chili
Menjelang
akhir abad ke-19, pemerintah Chili di Santiago menjadi lebih kokoh
kedudukannya karena: (1) Kedaulatan Chili atas
selat Magelhaens diakui Argentina, (2) Wilayah Chili diperluas
kearah utara yang berdampak hilangnya sepertiga akses Bolivia ke Samudra
Pacifik, dan (3) Ditemukannya deposit senyawa nitrat yang berharga.
Eksploitasi
deposit senyawa nitrat tersebut telah membawa Chili ke era kemakmuran. Namun
konflik antara “Presiden” (Jose Manuel Balmaceda) dan “Kongres” telah memicu
“Perang Saudara” (1891). Perang-saudara tersebut juga merupakan pertarungan
antara pihak yang menghendaki pembangunan industri dalam negeri dengan
fihak perbankan Chili yang mengutamakan ekspor sumberdaya
alam (khususnya House of Edwards yang memiliki hubungan erat
dengan kapitalis asing). “Kongres” memenangkan konflik tersebut, dan kemudian
menerapkan sistem “republik parlementer”.
Pada periode
“republik parlementer” tersebut terjadi pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi, namun juga ditandai oleh ketidakstabilan
politik dan merupakan awal timbulnya apa yang disebut sebagai
"masalah sosial" yaitu adanya gerakan revolusioner dari kaum
proletar. Masalah sosial tersebut timbul karena tidak terwujudnya
"pemerataan kemakmuran".
2.4
Perkembanagan Pendidikan
Ketiadaan perselisihan antar aliran religius menjadikan Gereja Katolik
mendapatkan Wibawa besar wilayah kolonial Amerika Latin, Gereja merupakan
Perlambang agama baru, pelindung rakyat Indian, sekaligus nenek moyang
kebudayaan Eropa. Dalam upayanya melindungi orang Indian dari ketamakan para
pejabat dan tuan tanah, Gereja terkadang menghadapi konflik dengan penguasa
sekuler. Namun, secara keseluruhan upaya Gereja dan raja bersifat saling
melengkapi. Gereja menarik pengikut-pengikut baru dan melakukan pekerjaan amal
yang tidak dapat dilakukan lembaga lain. Pada gilirannya Gereja tumbuh semakin
kaya dan berpengaruh, sementara itu usaha keras kaum kolonialis dibidang
perdagangan, pertanian,dan pertambangan pun terbukti membuahkan hasil.
Fungsi pendidikan yang dijalankan Gereja mengantarkan pengenalan bahasa
dan tradisi orang Eropa kepada orang Indian serta mendirikan berbagai macam
institusi pendidikan. Menjelang akhir Abad 16, pendeta-pendeta Katolik dari
Ordo Benedictine, Franciscan, dan Jesuit aktif mendirikan sekolah untuk kaum
pribumi maupun kaum Kolonial. Beberapa pemimpin Pendidikan katolik yang filosofinya
sangat progresif menyerukan hal-hal seperti pendirian sekolah bagi semua orang
tanpa memandang kelas maupun ras, memperkenalkan subjek dan metode Ilmiah,
serta mempererat hubungan antara sekolah dengan kehidupan masyarakat.
Upaya pendidikan yang paling signifikan dilakukan oleh serikat Jesuit
yang tidak mengenal lelah. Menjelang pertengahan abad 18, kaum Jesuit telah
mendirikan 89 kolese dan 32 seminari di Amerika Latin. Sejumlah sekolah dasar
didirikan pula untuk mengajarkan agama, seni, dan kerajinan pada kaum Indian;
namun dampak pedagogis terkuat diciptakan kaum Jesuit dibidang pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi. Colegio yang mengajarkan kurikulum pendidikan
yang berorientasi pada budaya (Liberal arts) tradisional kepada orang Spanyol, Portugis,
dan Elite creole, menjadi teladan bagi banyak pendidikan menengah yang
didirikan di Amerika Latin.
Posisi paling penting pada pendidikan tinggi juga dipegang oleh kaum
Jesuit. University of Mexico (1551), University of San Marcos di Lima
(1551), University Of Santiago (1624), dan banyak lagi Institusi terkemuka
didirikan oleh serikat Jesuit. Universitas – Universitas tersebut berkarakter
sangat skolastik dan banyak dipengaruhi oleh tradisi Bologna, Padua dan
Salamanca. Mata kuliah yang diajarkan adalah mata kuliah persiapan untuk
profesi tradisional yang “terpelajar”, bekerja dibidang kesusastraan Spanyol,
dan sering kali studi terhadap bahasa Indian. Karena system pendidikan di
bawahnya tidak ada,beberapa Universitas menyelenggarakan sendiri pendidikan dasar
dan pendidikan menengah. Seperti halnya di Universitas Negara – Negara induk,
Mahasiswa yang berhasil di Universitas – Universutas tersebut boleh menerima
salah satu gelar berikut : bachelor (setingkat sarjana muda), Licentiate
(gelar akademik yang diberikan Universitas tertentu di eropa,setara dengan satu
tingkat dibawah gelar doctor), master dan doktor. Meskipun terdapat sensor yang
ketat oleh pihak Gereja, selama periode akhir kolonialisasi, tulisan – tulisan
Locke, Deskartes, dan Newton merebak di Universitas-universitas dan mengancam
monopoli filsafat dan sains Aristotelian-Thomistik. Dampak yang segera muncul
dari pengetahuan baru pada kurikulum Universitas ini tidak terlalu menonjol,
namun telah berkembang suatu sikap yang meragukan pemerintah. Sikap ini
terlihat pada peran revolusioner dari sejumlah lulusan universitas.
Selain sekolah tinggi universitas yang melayani kelompok elite, maka para
pendeta setempat pun mendirikan sekolah lain yang diperuntukkan bagi kelas
sosial bawah sekolah yang didirikan bagi golongan mestizo dan mulatto
mengutamakan bermacam keahlian berniaga , tiga R ( membaca, menulis,dan
aritmatika ), dan agama Kristen. Program bagi masyarakat Indian terbatas pada
pelajaran agama, bahasa spanyol, dan keterampilan kerajinan tertentu. Untuk
mayoritas luas kalangan, dasar-dasar pengetahuan beragama dianggap sudah cukup.
Maka kelebihan dan kekurangan pendidikan di Amerika Latin selama periode
kolonial juga merupakan kelebihan dan kekurangan pendidikan di Spanyol
dan Portugal. Pendidikan hanya dititik beratkan pada pendidikan tinggi,dan
beberapa universitas mendapatkan keistimewaan. Menurut tradisi university of
Salamanca, institusi – institusi tersebut bersifat swatantra. Fakultas dan
mahasiswanya mendapat banyak perlindungan dan hak istimewa. Pada kadar
tertentu, pemikiran liberal banyak berkembang dikalangan anggota fakultas,
namun pada akhirnya, kurikulum telah dirancang sedemikian rupa agar sesuai
dengan kehendak segelintir kelas cultural. Pemuda-pemuda dari golongan berharta
akhirnya melanjutkan pendidikan tinggi di institusi-institusi Eropa yang
dianggap bisa memberikan pendidikan terbaik.
Ada dua fakta yang menonjol dalam upaya untuk menganalisa masalah
cultural dan pendidikan di Amerika Latin. Pertama, Negara – Negara Amerika
Latin belum mampu memanfaatkan secara penuh potensi – potensi ekonominya.
Kedua, kemajuan di bidang politik, ekonomi, dan pendidikan tidak terdistribusi
secara merata (lihat tabel 3 untuk peringkat Negara – Negara berdasarkan data
demografis terpilih).
Tujuan utama pendidikan di Amerika Latin sering diarahkan pada pencapaian
kebudayaan (la caltura). Dalam pengertian ini, kebudayaan mengisyaratkan
pembangunan artistik dan intelektual. Orang yang terpelajar(cultured person)
adalah orang yang sopan, memperlihatkan kehalusan budi pekertinya, dan
menunjukkan kemampuan verbal yang tinggi. Bisa dilihat bahwa defenisi in
merujuk cirri-ciri kalangan kelas atas. asal XII Deklarasi tentang Hak dan Kewajiban Manusia (American
Declaration of the Rights and Duties of Man) menjabarkan lebih lanjut hak
setiap rakyat Amerika Latin atas penddikan: Setiap orang berhak memperoleh pendidikan yang harus berlandaskan pada
prinsip-prinsip kemedekaan, moralitas, dan solidaritas kemanusiaan.
Demikian pula setiap orang berhak atas pendidikan yang akan
mempersiapkannya untuk mencapai kehidupan yang layak, meningkatkan taraf hidup,
dan menjadikanya warga negara yang berguna. Hak berpendidikan meliputi hak memperoleh kesempatan yang sama dalam
segala hal, sesuai dengan kemampuan dasar, kecakapan dan keinginan untuk
memanfaatkan sumber daya yang diperlukan Negara atau masyarakat untuk
dikembangkan. Setiap orang
mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan,minimal pendidikan dasar, tanpa
dipungut biaya.
Secara tradisional, universitas di Amerika Latin pada hakekatnya
merupakan gabungan antara sekolah, fakultas, dan menyusul kemudian,lembaga
riset- yang kesemuanya bersifat individual. Administrasi universitas sebagian
besar terpusar pada jabatan rector. Wewenang rector hanya dibatasi oleh dewan universitas
dan mentri pendidikan yang memegang control keuangan dalam hal-hal tertentu.
Universitas-universitas terpandang di Amerika Latin telah melalui dua
rovolusi pada abad ini. Revolusi pertama bermula di Cordoba pada 1918, dan
dampaknya yang tetap melekat sebagian besar bersifat politik dan social,
walaupun dampak yang kedua dan bersifat lebih akademik secara langsung
sepenuhnya diabaikan. Status
universitas di Amerika Latin tergambar dengan baik dengan apa yang disebut
“Pemujaan (cult) pada gelar dokter” prestise gelar “dokter” menggambarkan nilai
simbolis yang ada pada pendidikan tinggi.
Persentase mahasiswa kedokteran dan hukum di Amerika Latin sangat besar
dibandingkan diwilayah-wilayah lain yang secara ekonomi sudah maju. Hanya
segelintir saja mahasiswa Amerika Latin yang mempersiapkan diri mereka untuk
bekerja dibidang teknologi, administrasi bisnis, ataupun ilmu pertanian.
Pendidikan yang ditawarkan dalam ilmu social terapan atau ilmu pengetahuan alam
tidak banyak, sehingga mahasiswa yang menginginkan pendidikan lebih maju dalam
bidang-bidang ini harus mencarinya keluar negeri.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Amerika
Selatan atau Amerika Latin adalah negara-negara yang terletak di selatan
Amerika Serikat yaitu semua negara di wilayah benua Amerika bagian Selatan yang
sebagian terbesar bekas koloni kerajaan-kerajaan Spanyol, Portugis, dan
Perancis, termasuk pula negara-negara Karibia seperti Bahama,
Dominika, Kuba, Haiti, Jamaika,, Nicaragua, Suriname, Trinidad &
Tobago dll. Luas daratan seluruh Amerika Selatan lk 7 juta mil persegi dengan
jumlah penduduk pada akhir abad ke-20 lebih dari 350 juta jiwa.
Negara-negara
Amerika Latin bersama dengan negara-negara Asia dan Afrika
yang memperoleh kemerdekaan-nya setelah Perang Dunia II dinamakan oleh
Bung Karno (Presiden Pertama Republik Indonesia) sebagai New Emerging
Forces. Sampai pada waktu ini the New Emerging Forces masih terus
berjuang untuk membebaskan diri dari ketergantungannya terhadap kekuatan lama
yang telah mapan (the Old Established Forces) khususnya ketergantungan ke
kekuatan kapitalisme & imperialisme dibawah pimpinan Amerika Serikat,
Ekonomi
negara-negara Amerika Latin pada abad ke-20 masih sangat tergantung pada
ekspor produk primer yang berupa hasil pertanian, perternakan dan pertambangan.
Sejumlah negara Amerika Latin telah memiliki industri yang cukup
maju, namun kekuatan industrinya belum cukup untuk melindungi ekonominya
terutama jika terjadi suatu kegoncangan ekonomi dan
perdagangan dunia.
Pada awal
abad ke-20 kota-kota di Amerika Selatan tumbuh dengan pesat. Kaum
imigran dari Portugal, Spanyol, Italia dll terutama di Argentina dan
bagian selatan Brasilia berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas
terjadinya pertumbuhan kota-kota tersebut. Kota-kota tersebut
menjadi pusat lembaga-lembaga keuangan (Bank, Asuransi dll) yang didominasi
kapital asing, dan menjadi simpul untuk menyedot hasil kekayaan
alam (kebun, ternak, dan tambang) Amerika Latin.
Pemerintahan
di Amerika Selatan yang dilakukan secara otoriter
(militer) dan yang didukung kekuatan asing
menjadi penyebab utama munculnya gerakan revolusioner.
Gerakan revolusioner tersebut jika berakumulasi dan berseluk-beluk
dengan :(a) konflik internal di masing-masing negara (b) kapitalisme dan
imperialisme yang rakus khususnya dari Amerika Utara, dan (c)
faham sosialis sebagai pengetrapan faham Marxisme Leninisme seperti
yang terjadi di Rusia, maka akan membawa terjadinya revolusi
sosial seperti yang terjadi di Mesiko, Kuba dll
Tujuan utama pendidikan di Amerika Latin sering diarahkan pada pencapaian
kebudayaan (la caltura). Dalam pengertian ini, kebudayaan mengisyaratkan
pembangunan artistik dan intelektual. Orang yang terpelajar(cultured person)
adalah orang yang sopan, memperlihatkan kehalusan budi pekertinya, dan
menunjukkan kemampuan verbal yang tinggi. Bisa dilihat bahwa defenisi in
merujuk cirri-ciri kalangan kelas atas. asal XII Deklarasi tentang Hak dan Kewajiban Manusia (American
Declaration of the Rights and Duties of Man) menjabarkan lebih lanjut hak
setiap rakyat Amerika Latin atas penddikan: Setiap orang berhak memperoleh pendidikan yang harus berlandaskan pada
prinsip-prinsip kemedekaan, moralitas, dan solidaritas kemanusiaan.
DAFRAT PUSTAKA
1.
http:// ngunandiko-no.worldpress.com/sejarah-amerika-latin.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar