(Disusun
guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Amerika)
Dosen
Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.
Disusun oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelas B
PRODI
PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kemenangan kaum
komunis dalam Revolusi Merah Oktober 1917 begitu mencemaskan AS. Sejak itu, AS
merancang satu strategi untuk menghancurkan Rusia. “Tanggal 8 Januari 1918,
Presiden AS Woodrow Wilson mengumumkan Program 14 Pasal. Dalam suatu komentar
rahasia mengenai program ini, Wilson mengakui jika usaha menghancurkan dan
mencerai-beraikan Uni Soviet sudah direncanakan. ” Dan dikemudian hari, kita
sama-sama mengetahui bahwa Soviet benar-benar dihancurkan di tahun 1992.
Truman Doctrine
untuk mengepung penyebaran komunisme dikeluarkan pada 1947. Disusul dengan
Marshall Plan tahun berikutnya guna membangun kembali Eropa dari puing-puing
akibat PD II. Dan tahukah anda jika Indonesia (istilah dulu “Hindia Belanda”)
merupakan satu-satunya wilayah koloni Eropa yang tercakup dalam rencana dasar
Marshall Plan. Akibatnya, bantuan keuangan AS kepada Belanda menyebabkan Den
Haag mampu untuk memperkuat genggamannya atas Indonesia. Belanda melancarkan
embargo ekonomi terhadap pemerintah RI yang berpusat di Jogja kala itu.
Selain itu Washington
juga secara rahasia ikut membantu militer Belanda untuk menjajah kembali
Indonesia. Hal itu bisa terbaca ketika tentara Belanda kembali datang ke Jawa
dan Sumatera pada musim semi 1946, banyak serdadu Belanda mengenakan seragam
marinir AS dan mengendarai jeep Angkatan Darat AS. Bahkan AS diyakini turut
membantu Belanda dalam serangan militer Belanda II atas Yogya pada 18 Desember
1948.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
rincian yang telah dikemukakan sebelumnya, yang menjadi pokok penulisan pada
makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1)
Bagaimana latar
belakang keterlibatan Amerika Serikat dalam pembentukan negara Indonesia?
2)
Bagaimana peranan
Amerika Serikat terhadap pembentukan negara Indonesia ?
1.3
Tujuan
Sejalan dengan
rumusan masalah diatas, tujuan dari makalah ini diantaranya adalah :
1) Untuk
mengetahui dan memahami latar belakang
keterlibatan Amerika Serikat dalam pembentukan negara Indonesia.
2) Untuk
mengetahui dan memahami peranan Amerika
Serikat terhadap pembentukan negara Indonesia.
BAB 2.
PEMBAHASAN
2.1
Latar
Belakang Keterlibatan Amerika
Serikat Terhadap
Pembentukan Negara Indonesia
Perhatian AS
terhadap Indonesia sangat besar sejak sebelum Perang Dunia II disebabkan
letaknya yang sangat strategis dan kandungan kekayaan alamnya yang luar biasa.
Untuk itu AS pun membangun basecamp nya dibeberapa titik :
a.
Pada 8 September 1951, AS
mendirikan pangkalan militer di Okinawa-Jepang,
b.
Pangkalan Clark dan Subic di
Philipina berdiri pada 30 Agustus 1951,
c.
ANZUS (Australia, New Zealand,
and AS) berdiri pada 1 September 1951,
d.
Korea Selatan pada 1 Oktober
1953,
e.
Taiwan pada 2 Desember 1954.
Hebatnya, semua
perkembangan global di atas telah dipelajari dengan seksama oleh Presiden RI 1
yang sejak muda sudah menunjukkan kekritisannya. Soekarno tahu jika negerinya
ini menyimpan kekayaan alam yang luar biasa. Sebab itu dia sungguh-sungguh
paham jika suatu hari Indonesia akan mampu untuk tumbuh menjadi sebuah negeri
yang besar dan makmur. Sikap Soekarno inilah yang membuatnya menentang segala
bentuk Neo Kolonialisme dan Imperialisme (Nekolim) di mana AS menjadi
panglimanya.
Dalam pandangan
Soekarno, Soviet lebih bisa dipercaya ketimbang AS karena Soviet belum pernah menjadi
negara kolonial di luar negeri, sebaliknya Inggris dan Perancis adalah bekas
negara-negara kolonial yang bersekutu dengan AS. Atas sikap keras kepala
Soekarno yang tidak mau tunduk pada keinginan AS guna membentuk Pan- Pacific
untuk melawan kekuatan komunisme, dan di sisi lain juga berarti menentang
tunduk pada sistem kapitalisme yang merupakan induk dari kolonialisme dan
imperialisme di mana AS menjadi panglimanya, maka tidak ada jalan lain bagi
Amerika untuk menundukkan Soekarno kecuali menyingkirkannya.
Dalam sejarah Republik ini, nasionalisasi perusahaan asing
pernah menjadi kebijakan resmi pemerintah, yang didukung oleh kekuatan politik
progresif. Itu terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soekarno di akhir tahun
1957. Kebijakan nasionalisasi ini muncul sebagai akibat dari ‘buntunya’
perjuangan mengembalikan Irian Barat dari tangan Belanda ke pangkuan Republik
Indonesia (RI) melalui jalur diplomasi, pasca perjanjian konferensi meja
bundar (KMB) 1949. Pemerintahan Bung Karno memutuskan untuk
menghadapi Belanda dengan cara frontal, yakni membatalkan
perjanjian KMB secara sepihak.
Maka, di tahun 1956, kabinet Ali Sastroamidjojo II
membatalkan perjanjian KMB dengan Belanda secara unilateral. Organ-organ yang
terkait dengan PNI (Partai Nasional Indonesia) dan lainya, seperti SOBSI
(Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) dan KBM (Kesatuan Buruh
Marhaenis), menjadi pelopor dalam aksi-aksi massa menuntut
pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda dan asing lainnya, sebagai bentuk
resistensi terhadap eksistensi kolonial Belanda yang belum terlikuidasi
sepenuhnya di Republik ini.
Akhirnya, pemerintah Bung Karno pun merespon
keinginan massa rakyat tersebut. Hasil rapat Kabinet Djuanda pada 28
November 1957 menghasilkan beberapa keputusan penting terkait hal
tersebut, antara lain: pemerintah memutuskan untuk mendukung demonstrasi dan
pengambillalihan beberapa perusahaan Belanda. Disinilah terlihat sinergi antara
pemerintahan Indonesia merdeka dibawah pimpinan Bung Karno dan Djuanda dengan
gerakan-gerakan rakyat progresif yang disokong PNI dan PKI guna mengakhiri
kekuasaan ekonomi Belanda.
Hal-hal semacam inilah yang membuat Pemerintah Amerika
Serikat menjadi gerah dan gemes terhadap presiden pertama Indonesia, mereka
tidak suka dan dengan planning tertentu berusaha untuk memindahkan kedudukan
Sukarno dengan orang lain yang tentunya memihak dan mau menjadi penjilat
telapak kaki Negara Paman Sam.
Indonesia sebagai objek utama Marshall Plan desain Amerika,
planing yang muncul sebagai sebuah ketakutan akut Amerika jika Indonesia
berubah menjadi Negara Komunis, Negara yang seirama dengan UniSoviet musuh
besar Amerika kala itu. Jelas perubahan Indonesia menjadi Negara komunis akan
menjadi sandungan besar bagi perjalanan hidup neokolonialisme yang
Amerika pilih.
Namun untuk menundukkan Indonesia, AS jelas kesulitan karena
negeri ini tengah dipimpin oleh seorang yang sukar diatur, cerdas, dan licin.
Dialah Bung Karno. Tiada jalan lain, orang ini harus ditumbangkan, dengan
berbagai cara. Sejarah telah mencatat dengan baik bagaimana CIA ikut terlibat
langsung berbagai pemberontakan terhadap kekuasaan Bung Karno. CIA juga membina
kader-kadernya di bidang pendidikan (yang nantinya melahirkan Mafia Berkeley),
mendekati dan menunggangi partai politik demi kepentingannya (antara lain lewat
PSI), membina sel binaannya di ketentaraan (local army friend) dan
sebagainya. Setelah berkali-kali gagal mendongkel Bung Karno dan bahkan sampai
hendak membunuhnya, akhirnya pada paruh akhir 1965, Bung Karno berhasil disingkirkan.
Setelah peristiwa 1 Oktober 1965, secara defacto,
Jenderal Suharto mengendalikan negeri ini. Pekan ketiga sampai dengan awal
1966, Jenderal Suharto menugaskan para kaki tangannya membantai mungkin
jumlahnya mencapai jutaan orang. Mereka yang dibunuh adalah orang-orang yang
dituduh kader atau simpatisan komunis (PKI), tanpa melewati proses pengadilan
yangfair. Media internasional bungkam terhadap kejahatan kemanusiaan
yang melebihi kejahatan rezim Polpot di Kamboja ini, karena memang AS sangat
diuntungkan.
Jatuhnya Bung Karno dan naiknya Jenderal Suharto dirayakan
dengan penuh suka cita oleh Washington. Bahkan Presiden Nixon menyebutnya
sebagai "Hadiah terbesar dari Asia Tenggara". Satu negeri dengan
wilayah yang sangat strategis, kaya raya dengan sumber daya alam, segenap bahan
tambang, dan sebagainya ini telah berhasil dikuasai dan dalam waktu singkat
akan dijadikan ‘sapi perahan' bagi kejayaan imperialisme Barat.
Benar saja, Nopember 1967, Jenderal Suharto menugaskan satu
tim ekonom pro-AS menemui para'bos' Yahudi Internasional di Swiss. Disertasi
Doktoral Brad Sampson, dari Northwestern UniversityAS menelusuri fakta
sejarah Indonesia di awal Orde Baru. Prof. Jeffrey Winters diangkat sebagai
promotornya. Indonesianis asal Australia, John Pilger dalamThe New Rulers
of The World, mengutip Sampson dan menulis:
"Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya
‘hadiah terbesar' (istilah pemerintah AS untuk Indonesia setelah Bung Karno
jatuh dan digantikan oleh Soeharto), maka hasil tangkapannya itu dibagi-bagi.
The Time Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa, Swiss,
yang dalam waktu tiga hari membahas strategi pengambil-alihan Indonesia.
Para pesertanya terdiri dari seluruh kapitalis yang
paling berpengaruh di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua
raksasa korporasi Barat diwakili perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General
Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American
Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation,
US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, Chase Manhattan, dan
sebagainya."
Di seberang meja, duduk orang-orang Soeharto yang oleh
Rockefeller dan pengusaha-pengusaha Yahudi lainnya disebut sebagai
‘ekonom-ekonom Indonesia yang korup'.
"Di Jenewa, Tim Indonesia tersebut terkenal dengan
sebutan ‘The Berkeley Mafia' karena beberapa di antaranya pernah menikmati
beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas
California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan
hal-hal yang diinginkan oleh para majikannya yang hadir. Menyodorkan
butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya. Tim Ekonomi Indonesia
menawarkan: Tenaga buruh yang banyak dan murah, cadangan dan sumber daya alam
yang melimpah, dan pasar yang besar."
Masih dalam kutipan John Pilger, "Pada hari kedua,
ekonomi Indonesia telah dibagi sektor demi sektor." Prof. Jeffrey Winters
menyebutnya, "Ini dilakukan dengan cara yang amat spektakuler."
"Mereka membaginya dalam lima seksi: pertambangan di
satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar satunya,
perbankan dan keuangan di kamar yang lain lagi; yang dilakukan oleh Chase
Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan
yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para
pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja lainnya,
mengatakan, ‘Ini yang kami inginkan, itu yang kami inginkan, ini, ini, dan
ini.' Dan mereka pada dasarnya merancang infrastruktur hukum untuk
berinvestasi. Tentunya produk hukum yang sangat menguntungkan mereka. Saya
tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global
duduk dengan wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan
merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya
sendiri."
Freeport mendapatkan gunung tembaga di Papua Barat (Henry
Kissinger, pengusaha Yahudi AS, duduk dalam Dewan Komisaris). Sebuah konsorsium
Eropa mendapatkan Nikel di Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapatkan bagian
terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan Amerika, Jepang, dan
Perancis mendapatkan hutan-hutan tropis di Kalimantan, Sumatera, dan Papua
Barat.
Dia juga menolak bantuan keuangan dari AS berupa pinnjaman
uang. Sukarno menilai bahwa hubungan antara dunia pertama dengan dunia ketiga
adalah yakni antara Oldefos dan Nevos antara Old establish forces dengan New
Emerging Forces adalah bentuk dari neokapitalisme. Contoh dari neokapitalis
berdasarkan pandangan ini adalah Italia dan Inggris. Pemikiran ini berkembang
hingga tahun 1965.
2.2
Peranan
Amerika Serikat Terhadap
Pembentukan Negara Indonesia
a.
Peranan Amerika
Serikat Dalam Pemberontakan PRRI
Suasana
demokrasi liberal di tahun 1950-an telah menimbulkan kekacauan dan
pergolakan-pergolakan dengan kekerasan. Pemilihan umum yang dilaksanakan tahun
1955 tidak berhasil menghilangkan ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan
sosial. Daerah-daerah di luar Jawa merasa dianaktirikan oleh Pemerintah Pusat,
sehingga di beberapa daerah muncul gerakan-gerakan menuntut otonomi luas. Di
bidang ekonomi dan perdagangan hasil ekspor yang sebagian berasal dari
daerah-daerah luar Jawa, pembagian penggunaan di Pulau Jawa dianggap tidak
adil. Di samping kekecewaan-kekecewaan tersebut, ada suatu masalah yang cukup
serius yang mendorong Letnan Kolonel Ahmad Husein di Sumatera Barat bertekad
menentang pemerintah Pusat, yaitu adanya penilaian bahwa Bung Karno dianggap mulai
dipengaruhi Partai Komunis Indonesia.
Pada
akhir bulan Desember 1956 dan permulaan tahun 1957 terjadi pergolakan menentang
pemerintah Pusat, di Sumatera Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan
Sulawesi. Pergolakan ini dimulai dengan pembentukan “Dewan Banteng” di Sumatera
Barat tanggal 20 Desember 1956 dipimpin Letnan Kolonel Achmad Hussein. Tindakan
pertama dilakukan dengan mengambil alih pimpinan pemerintah Sumatera Barat dari
Gubernur Ruslan Muljohardjo. Dua hari kemudian, tanggal 22 Desember 1956 di
Medan (Sumatera
Utara) terbentuk “Dewan Gajah”, dipimpin Kolonel Maludin Simbolon, yang menyatakan bahwa Sumatera Utara melepaskan diri untuk sementara dari hubungan dengan pemerintah Pusat. Bulan Januari 1957 “Dewan Garuda” mengambil alih pemerintahan dari Gubernur Winarno. Pada tanggal 2 Maret 1957 di Manado diumumkan “Piagam Perjoangan Semester (PERMESTA)” oleh Letnan Kolonel Sumual, menentang pemerintah Pusat.1
Utara) terbentuk “Dewan Gajah”, dipimpin Kolonel Maludin Simbolon, yang menyatakan bahwa Sumatera Utara melepaskan diri untuk sementara dari hubungan dengan pemerintah Pusat. Bulan Januari 1957 “Dewan Garuda” mengambil alih pemerintahan dari Gubernur Winarno. Pada tanggal 2 Maret 1957 di Manado diumumkan “Piagam Perjoangan Semester (PERMESTA)” oleh Letnan Kolonel Sumual, menentang pemerintah Pusat.1
Tahun
1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik
Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein. Gerakan Husein ini
akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang
berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat
presiden.
Permesta
(Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan
PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat
di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor
Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Lima
puluh tahun yang lalu, tepatnya 20 Desember 1957, di sebuah kota kecil di
pesisir barat pantai Sumatera yang bernama Salido, berlangsung suatu sidang
reuni para militer pejuang yang tergabung dalam Resimen IV Divisi Banteng
Sumatera Tengah.2 Reuni tersebut menghasilkan dan membentuk suatu badan
organisasi yang dinamai "Dewan Banteng" dengan tokoh-tokoh militer
seperti Kolonel Achmad Husein, Kolonel Dahlan Jambek, Kolonel M. Simbolon dan
lain-lain sebagai para atasan dan penggeraknya. Namun, pada 15 Februari 1958,
atas prakarsa "Dewan Banteng", organisasi yang dilahirkan dari hasil
reuni militer yang dikepalai oleh Letkol Achmad Husein, Kolonel Dahlan Jambek
dan Kolonel Maludin Simbolon, "diproklamirkan" sebuah pemerintahan
baru yang bernama "Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia" yang
disingkat dengan sebutan PRRI, dengan kota Padang sebagai "ibukota
negara" dan Mr. Syafrudin Prawiranegara sebagai "Presiden PRRI".
Proklamasi PRRI ini, menjadi titik awal perlawanan secara terbuka terhadap
kepemimpinan Presiden Sukarno dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ranah Minang dikuasai oleh oknum-oknum, baik militer maupun sipil, yang tidak
merasa puas dengan kepemimpinan Bung Karno, dan membawa rakyat Minangkabau
untuk memberontak melepaskan diri dari ikatan persatuan NKRI. Sementara itu,
dalam waktu yang sama, di bagian Timur tanah air, juga timbul satu
pemberontakan yang senada, perlawanan terhadap NKRI di bawah pimpinan Letkol
Ventje Sumual, dengan membentuk pemerintah tandingan yang bernama PERMESTA
(Pemerintah Rakyat Semesta).
Alasan-alasan
yang dikemukakan oleh pemimpin-pemimpin gerakan-gerakan tersebut sama, tidak
lain adalah pemerintah Pusat dianggap kurang memperhatikan keadaan daerah
disertai tuntutan menambah anggota kabinet dengan Mohammad Hatta dan Sri Sultan
Hamengkubuwono. Menghadapi tantangan dari daerah-daerah, pemerintah Pusat
memprakarsai Musyawarah Nasional di Jakarta
Menanggapi
ketidaksukaannya pada AS, Bung Karno sering mendapat pertanyaan, apakah
sikapnya anti Amerika? Bung Karno pun lantas menjawab: "Bertahun-tahun
lamanya aku sangat ingin menjadi sahabat Amerika, akan tetapi sia-sia".23
Pernyataan Bung Karno tersebut menyiratkan bahwa sebenarnya ia tidak membenci
Amerika, akan tetapi berbagai perlakuan tidak menyenangkan yang diterimanya
dari AS mulai
dari keterlibatan AS pada PRRI/Permesta yang menunjukkan betapa AS tidak
menghormati dan berusaha mengaduk-aduk kedaulatan Indonesia, sampai pada sikap
tidak bersahabat Presiden Eisenhower pada Bung Karno ketika Bung Karno mengunjungi
Washington pada tahun 1960 membuat
Bung Karno tidak bisa tidak membenci AS.
Memburuknya Hubungan Diplomatik antara Indonesia-Amerika Serikat, dan Berubahnya Orientasi Politik Luar Negeri Indonesia menjadi Condong ke Arah Komunis
Memburuknya Hubungan Diplomatik antara Indonesia-Amerika Serikat, dan Berubahnya Orientasi Politik Luar Negeri Indonesia menjadi Condong ke Arah Komunis
Keterlibatan
AS dalam PRRI/Permesta telah membuat Indonesia berang. Indonesia pun memutuskan
untuk membeberkan keterlibatan AS ini dalam forum internasional. Konferensi
Asia-Afrika II dianggap merupakan momen yang tepat untuk membeberkan
keterlibatan ini. Menteri Luar Negeri Indonesia, Dr. Subandrio pun menyiapkan
pengumuman yang rencananya akan disampaikan dalam konferensi itu, bahwa
Indonesia mempunyai bukti adanya satu plot Amerika-lnggris akan mengadakan
serangan militer terhadap Indonesia. Sayangnya, konferensi itu batal
dilaksanakan. Namun pembatalan konferensi tidak lantas membatalkan niat
Indonesia untuk membeberkan kesalahan AS ini. Dr. Subandrio pun kemudian
memberikan interview kepada wartawan harian terbesar di Kairo, Al-Ahram, mengenai
rencana Amerika-lnggris tersebut.24 Semenjak itu, ketegangan pada hubungan AS-Indonesia
makin terasa mencekam.
Memburuknya
hubungan diplomatik AS-Indonesia kemudian melahirkan perubahan orientasi
politik luar negeri Indonesia, yang tadinya cukup dekat dengan negara Barat
menjadi semakin ke arah kiri. Jakarta tampak lebih akrab dengan Moskow, Beijing
maupun Hanoi, dan tampak garang terhadap AS dan sekutu Baratnya.25 Memang tidak
dapat dipungkiri, antara dekade 50-an hingga pertengahan 60-an, Bung Karno
merupakan sosok yang penuh dengan kontroversi, hal ini dikarenakan karena visi
politik luar negerinya yang kelewat agresif. Keagresifan Bung Karno antara lain
ditandai dengan pembentukan NEFOS (New Emerging Forces) yang beranggotakan
negara-negara Dunia Ketiga, serta gagasan pembentukan “Poros
Jakarta-Beijing-Pyongyang” yang kesemuanya semakin menunjukkan kedekatan Indonesia
dengan komunis.26
Ironisnya,
keterlibatan AS dalam PRRI/Permesta yang sebenarnya bertujuan untuk
menggulingkan Soekarno yang ketika itu dinilai mulai menunjukkan orientasi
politik kiri, justru membuat Presiden Soekarno semakin anti pada AS dan semakin
dekat dengan negara-negara komunis. Penulis menilai, keterlibatan AS dalam
PRRI/Permesta terbukti malah
“mendorong” Indonesia ke tangan komunis, bukan menyelamatkannya.
Munculnya
dukungan dari Amerika Serikat pada TNI dan Meningkatnya Konflik Dalam Negeri akibat Dukungan
tersebut
Kegagalan
PRRI/Permesta dalam menggulingkan Soekarno tidak lantas membuat AS dalam hal ini, CIA putus asa dan
menghentikan usahanya untuk membasmi komunis di Indonesia. Pada 1 Agustus 1958,
AS mulai memberikan bantuan militer senilai dua puluh juta dollar per tahun27
pada Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Sebuah memo
Dukungan
yang diberikan AS pada ABRI khususnya
pada Nasution ini
pada akhirnya akan sangat berpengaruh pada eskalasi konflik dalam negeri,
terutama yang berhubungan dengan berbagai usaha penumpasan PKI dan
antek-anteknya. Soekarno yang pada saat itu semakin menunjukkan orientasi
politik ke kiri juga merupakan tujuan dari berbagai upaya penumpasan PKI ini.
Peristiwa Gestapu/G-30S-PKI kemudian membuktikan betapa sebuah dukungan dari AS
pada Nasution dkk. kemudian sangat berpengaruh dalam upaya penggulingan
Soekarno tersebut.
b.
Keterlibatan
Amerika Dalam Pembebasan Irian Barat
Indikasi
dari adanya keterlibatan dan intervensi Amerika Serikat di Irian Barat itu
sendiri memiliki permasalahan yang cukup signifikan. Hal ini diawali dari
adanya kepentingan serta kebijakan luar negeri Amerika Serikat itu sendiri di
berbagai negara di Asia, temasuk Indonesia. Kemudian dengan adanya kemampuan
dari Amerika Serikat dalam hal militer dan juga perekonomian itu sendiri
memberikan kekuasaan terhadap negara-negara yang dianggapnya dapat diperoleh
kerjasama baik secara bilateral maupun multilateral. Berbagai hubungan Amerika
Serikat-Indonesia yang pada mulanya dilakukan oleh Amerika Serikat berawal dari
adanya insiden antara awak kapal perang Potomac dengan penduduk Kuala Batu di
Aceh. Kemudian berlanjut menjadi adanya indikasi keterlibatan Amerika Serikat
dalam operasi Trikora yang menurut Amerika Serikat itu sendiri adalah upaya
pribadi Soekarno yang merusak tatanan perdamaian dan kesejahteraan dunia yang
kemudian dibentuknya opini dunia oleh Amerika Serikat itu sendiri.
Kesinambungan
kebijakan luar negeri Amerika Serikat dengan masalah-masalah keamanan yang
dilakukannya tersebut memiliki ciri yang bertentangan. Ciri khas politik
Amerika Serikat itu sendiri memiliki kolaborasi yang seimbang antara
memeilihara, melindungi, dan memperluas kepentingan Amerika Serikat itu sendiri
di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tetapi peran politik yang paling penting
dan realistik dalam kancahnya di Irian Barat adalah politik intervensionis. Di
mana pada masa pasca Perang Dunia II, permasalahan Irian Barat itu sendiri
diintervensi oleh Amerika Serikat melalui pemerintahan kepresidenan Harry S.
Truman, Dwight D. Eisenhower, John Fitzgerald Kennedy dan sebagainya yang
terpengaruh oleh kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang terpengaruh dari pemimpin-pemimpinnya
tersebut.
Dalam
suatu pemerintahan liberal maupun kebijakan luar negeri yang dijalankan Amerika
Serikat, terdapat peran kaum neokonservatif yang melakukan rekayasa sosial.
Rekayasa sosial terbentuk dari sebuah gerakan dengan visi tertentu yang
bertujuan untuk mempengaruhi perubahan sosial, tetapi dalam konteks social
engineering (rekayasa sosial) yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat,
adalah dengan melakukan penyebaran demokrasi terhadap negara-negara yang masih
diktator. Dalam hal ini Soekarno dianggap sebagai seorang diktator yang menghalangi
kepentingan Amerika Serikat di Indonesia khususnya Irian Barat pada masa pasca
Perang Dingin tersebut.
Keterlibatan
Amerika Serikat itu sendiri tidak terlepas dari adanya peran Soekarno sebagai
presiden pertama Republik Indonesia yang baru merdeka pada tahun 1945.
Pengaruh-pengaruh Blok Timur di Indonesia mulai dikesampingkan oleh presiden
Amerika Serikat pada saat itu yaitu Harry S. Truman di mana konflik
kependudukan dan geografi Irian Barat itu sendiri berakar dari adanya
kepentingan Amerika Serikat untuk tetap menjadikan Indonesia sebagai bagian
dari negara-negara penganut Blok Barat, tetapi dengan adanya peran Soekarno
yang bersikap tegas dan tidak mudah untuk diatur, Amerika Serikat menggunakan
kesempatan tersebut di mana pada saat itu Indonesia sedang melakukan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan terhadap Belanda untuk membantu Belanda mengklaim
Irian Barat sebagai daerah yang diklaim Belanda dalam jajahannya agara
Indonesia tetap condong ke Blok Barat di bawah pengaruh Belanda.
Bentuk
lain dari Doktrin Truman yang berlaku di Eropa juga diaplikasikan dalam
penolakan bantuan militer terhadap Indonesia dalam melakukan perlawanan
terhadap Belanda. Hal ini dikarenakan sikap Soekarno yang juga mendukung
komunisme dalam masa Perang Dingin sehingga adanya indikasi bahwa tidak
percayanya Amerika Serikat terhadap Indonesia untuk terus berada di Blok Barat.
Sedangkan mempertahankan Irian Barat dianggap sebagai suatu sikap atau bentuk
perlawanan terhadap imperialisme yang berkepanjangan antara negara-negara Blok
Barat tersebut. Kembali ke pemikiran-pemikiran neokonservatif yang dimiliki
oleh institusi-institusi Amerika Serikat itu sendiri, perlu diketahui bahwa
demokrasi yang menjadi objek penyebaran pemerintah Amerika Serikat, dipercaya
menjadi jawaban bagi keinginan masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik, dan
demokrasi dipercaya oleh kaum neokonservatif sebagai hak-hak dasar manusia
walaupun kaum neokonservatif sendiri mengabaikan nilai-nilai fungsi sipil yang
kritis. Demokrasi juga disalahpahami sebagai suatu sistem yang menguntungkan
sebuah negara karena dibebaskannya negara tersebut dari kediktatoran. Hal yang
ingin ditekankan adalah kasus Irian Barat dalam pandangan Truman merupakan
suatu bentuk kesempatan ataupun eksperimen untuk mempersatukan serta mengayomi
pihak militer Indonesia untuk melepaskan diri dari pihak Indonesia.
Berlanjut
pada masa pemerintahan Dwight D. Eisenhower di mana adanya keterlibatan seorang
agen CIA bernama Allen Pope yang dianggap memiliki peran penting dalam proses
intervensi pemerintahan AS di Indonesia dan membuka peluang penting dalam
menyibak kabut keterlibatan AS di Irian Barat. Pada tahun 1950 juga bentuk
politik Amerika Serikat terhadap Indonesia memiliki beberapa faktor yang
relevan dengan adanya permasalah baik di internal maupun eksternal Indonesia
dan Amerika Serikat itu sendiri. Seperti tindakan-tindakan sensitive yang
dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat karena adanya gerakan-gerakan yang
menjurus kea rah komunisme Blok Timur, lalu pada waktu itu pemerintah Indonesia
memperoleh dukungan yang luas dari rakyat beserta instrument-instrumen
kenegaraannya yang luas sehingga adanya kecenderungan munculnya pengaruh yang
memecah belah, lalu metode politik Indonesia yang tidak sesuai dengan demokrasi
Amerika Serikat itu sendiri juga menjadi permasalahan lain dalam kebijakan luar
negeri Amerika Serikat di Indonesia sendiri, kemudian adanya ketidaksenangan
pihak Amerika Serikat karena akan adanya gerakan politik yang memperjuangkan
Irian Barat (yang pada saat itu masih dijajah Belanda). Sehingga bantuan luar
negeri yang Amerika Serikat berikan, tersangkut oleh adanya faktor-faktor
tersebut.
Lalu
kemudian cara persuasif yang lebih halus dan tanpa penekanan dilakukan oleh
John F. Kennedy dalam masa pemerintahannya terhadap Soekarno. Adanya
pengeluaran biaya dalam pembelian alat-alat militer dan bantuan secara militer
ditawarkan oleh Kennedy untuk aksi-aksi pembebasan Irian Barat dan berbagai
permasalahan lainnya di Indonesia terhadap Soekarno. Hal ini memberikan jalan
lain setelah terkuaknya kasus dugaan percobaan pembunuhan Soekarno, 3 Juni
1965. Setelah adanya pembebasan Allen Pope itu sendiri yang dimuat di New York
Times, 23 Agustus 1962
“Indonesia
Bebaskan Penerbang Amerika Orang
yang dihukum seumur hidup dikembalikan ke Amerika Serikat secara rahasia Oleh Robert F. Whitney. Pada 22 Agustus – Allen
Lawrence Pope, penerbang Amerika Serikat yang menjalani hukuman seumur hidup
dalam penjara di Indonesia, dibebaskan pada tanggal 2 Juli. Hal ini memberikan
adanya perubahan pandangan pembebasan warga negara Amerika Serikat yang
sebelumnya mendapatkan sanksi hukuman seumur hidup menjadi bebas tanpa syarat
dan dikembalikan ke negaranya. Keterlibatan Amerika Serikat dalam berbagai
perjuangan politik Indonesia pun terkuat melalui penangkapan Allen Pope sebagai
agen CIA yang menyamar tersebut.
Dalam
Operasi Trikora yang disebut juga sebagai upaya yang dilancarkan Indonesia
untuk menggabungkan wilayah Irian Barat. Hal ini terjadi terkait dengan nasionalisme
yang ditekankan pada masa pemerintahan Soekarno sehingga pada tanggal 19
Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di
Alun-alun Utara Yogyakarta. Pembentukan berbagai komando dan penyelenggaraan
operasi-operasi militer juga diberlakukan Soekarno dalam penanggulangan
permasalahan di Irian Barat tersebut.
Kepentingan
awal yang mengakar pada masa Perang Dingin tersebut adalah adanya penyebaran
demokrasi, Dari kasus-kasus yang sudah terjadi, kesuksesan penyebaran demokrasi
memiliki tiga kerakteristik yang bisa dijadikan sebagai pembanding, yaitu:
a) Adanya
inisiatif yang datang dari masyarakat yang bersangkutan.
b) Bentuk
dukungan eksternal hanya bekerja di rezim semi-otoriter yang memerlukan tahap
pemilihan serta adanya kebebasan bagi kelompok masyarakat sipil untuk
berorganisasi.
c) Daya
penerimaan kekuatan pro-demokrasi dari negara luar, sangat bergantung kepada
sejarah spesifik masyarakat dan jenis dari nasionalisme penduduk setempat yang
ada.
Peran Amerika
Serikat dalam penyebaran demokrasi yang terjadi melalui dan melewati konflik
yang terjadi di Irian Barat tersebut berkelanjutan dengan adanya
desakan-desakan Amerika Serikat terhadap Belanda untuk terus melakukan
perundingan-perundingan dengan pihak Indonesia. Sehingga untuk menghindari
konfrontasi yang lebih lanjut, diadakanlah perjanjian antara pemerintah
Indonesia dengan pemerintah Belanda di New York, yang dikenal dengan nama
Perjanjian New York. Dalam
hal inilah peran aktif dan langsung yang dimiliki oleh Amerika Serikat terhadap
permasalahan Irian Barat terlihat jelas.
Keterlibatan
maupun intervensi Amerika Serikat dalam permasalahan Irian Barat tersebut tidak
terlepas dari adanya peran Soekarno sebagai presiden yang memimpin pada masa
perjuangan Irian Barat tersebut. Kemudian keterlibatan-keterlibatan Amerika
Serikat terlihat jelas melalui adanya peran-peran CIA dan organisasi lainnya
dalam proses intervensi politik Indonesia oleh Amerika Serikat sendiri termasuk
permasalahan Irian Barat, serta berujung kepada permohonan pembebasan Allan
Pope untuk kembali ke Amerika Serikat. Ketakutan Amerika Serikat terlihat di
dalam cara penanganan-penanganan permasalahan Irian Barat yang memerlukan
rekayasa-rekayasa sosial dalam hal militer dan juga ekonomi, walaupun mendapat
perlawanan dari Soekarno itu sendiri. Permasalahan Irian Barat pun dianggap
sebagai suatu kesempatan untuk memecah Indonesia untuk kembali di bawah jajahan
Belanda sebagai bagian dari Blok Barat di masa Perang Dingin tersebut, di mana
kebijakan presiden Amerika Serikat juga berperan di dalamnya pada masa itu
BAB 3. PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Perhatian AS
terhadap Indonesia sangat besar sejak sebelum Perang Dunia II disebabkan
letaknya yang sangat strategis dan kandungan kekayaan alamnya yang luar biasa.
Untuk itu AS pun membangun basecamp nya dibeberapa titik yaitu Pada 8 September 1951, AS mendirikan
pangkalan militer di Okinawa-Jepang, Pangkalan Clark dan Subic di Philipina
berdiri pada 30 Agustus 1951, ANZUS (Australia, New Zealand, and AS) berdiri
pada 1 September 1951, Korea Selatan pada 1 Oktober 1953, dan Taiwan pada 2
Desember 1954.
Selain
memberikan ribuan pucuk senjata api dan mesin, lengkap dengan amunisi dan aneka
granat kepada para pemberontak, CIA juga mendrop sejumlah alat perang berat
seperti meriam artileri, truk-truk pengangkut pasukan, aneka jeep, pesawat
tempur dan pembom, dan sebagainya. Bahkan sejumlah pesawat tempur AU-Filipina
dan AU-Taiwan seperti pesawat F-51D Mustang, pengebom B-26 Invader, AT-11
Kansan, pesawat transport Beechcraft, pesawat amfibi PBY 5 Catalina dipinjamkan
CIA kepada pemberontak. Sebab itulah, pemberontak bisa memiliki angkatan
udaranya sendiri yang dinamakan AUREV (AU Revolusioner). Beberapa pilot pesawat
tempur tersebut bahkan dikendalikan sendiri oleh personil militer AS, Korea
Selatan, Taiwan, dan juga Filipina.
Dalam
operasi mendukung PRRI/PERMESTA, AS menurunkan kekuatan yang tidak main-main.
CIA menjadikan Singapura, Filipina (Pangkalan AS Subic & Clark), Taiwan,
dan Korea Selatan sebagai pos suplai dan pelatihan bagi pemberontak. Dari
Singapura, pejabat Konsulat AS yang berkedudukan di Medan, dengan intensif
berkoordinasi dengan Kol. Simbolon, Sumitro, dan Letkol Ventje Soemoeal.
Sebenarnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang haus dengan
keadilan, beberapa tahun lalu dengan penuh kesadaran mereka menolak penyerangan
Amerika pada Irak, Afganistan, pemberian bantuan pada Rezim Zionis Israel dll,
mereka menilai Amerika dan konco-konconya adalah Negara berpolitik muka dua
dibidang HAM. Amerika hanya melakukan sesuatu selama hal itu bisa memberikan
keuntungan padanya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar