Pages

Oktober 29, 2014

SISTEM FEODALISME DAN PENGARUHNYA BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT



(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Intelektual)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.





Oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelompok Kontra Feodalisme
Kelas B






PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1.    Hakekat Feodalisme
Istilah feodalisme berasal dari bahasa Latin yaitu feodum yang berarti feud, tanah yang dipinjamkan dan fief atau upeti. Dapat disimpulkan istilah feodalisme secara harfiah berarti suatu paham dimana masyarakat diatur berdasarkan system fief, dengan kekuasaan legal dan politis yang menyebar luas di antara orang-orang yang memiliki kekuasaan ekonomi.
System fief itu jika digambarkan seperti struktur hierarki berbentuk piramida dengan raja berada di puncak sedangkan tenant, serf, dan slave berada di dasar. Secara formal, raja adalah lord tertinggi yang menguasai semua fief dan semua lahan pada dasarnya adalah milik raja. Namun berangsur-angsur fief menjadi harta turun temurun dan di sejumlah tempat seseorang bisa mendapatkan fief lebih dari satu lord yang menjadi atasannya.  Ini berarti ikrar pengelola fief nyaris tidak ada artinya dan kekuasaan nyata sang raja menjadi sangat kecil, sehingga kemudian kekuasaan terbesar terkonsentrasi pada level tengah dari struktur pyramid. Ikatan vertical yang berupa pengabdian dan perlindungan digantikan ikatan horizontal berupa kepentingan bersama. Apa yang semula merupakan sekumpulan lord yang berbeda-beda, yang masing-masing bertanggung jawab kepada raja lantas menjadi satu kesatuan kelas atau golongan yang disebut kelas bangsawan.
Foedalisme diartikan sebagai suatu sistem yang ada di Eropa terjadi pada sekitar abad 9 – 12 yang merupakan dasar pemerintahan lokal, pembuatan undang-undang, menyusun dan mengatur angkatan perang, dan berbagai seluk beluk yang berhubungan dengan kekuasaan eksekutif. Dalam doktrin foedal dikatakan bahwa seluruh tanah kerajaan beserta isinya itu berasal dari raja. Raja sebagai pemilik tanah-tanah luas terbentang di wilayah kerajaannya.
Di Indonesia sendiri menurut Wijaya, para ahli bahasa sepakat mengatakan feodalisme adalah sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan. Namun, tidak secara otomatis daerah yang berada di bawah kepemimpinan bangsawan akan bersifat feodalistis.
Masyarakat feodal biasanya ditandai dengan adanya tanah-tanah luas yang dikuasai para bangsawan atau para tuan tanah, dan tanah tersebut dikerjakan oleh buruh bahkan beberapa budak yang mengabdi pada pemilik tanah tersebut. Para budak tersebut biasanya mendapat perlindungan sekaligus bahan kebutuhan hidup dari bangsawan atau tuan tanah itu sebagai balas jasa atas pekerjaan yang dikerjakannya. Jika budak tersebut meninggal, maka penguasaan tanah dikembalikan kepada tuan tanah atau ahli waris budak tersebut yang melanjutkan pekerjaan mendiang. Pemilik tanah atau bangsawan tersebut merupakan raja kecil (baca: lord) yang berkuasa otonom.
Ciri-ciri pokok dari system feodalisme ini diantaranya adalah sebagai berikut :
a)      Adanya system politik-ekonomi pertanian yang bersifat sempit;
b)      Semua tanah pertanian pada hakikatnya adalah milik raja atau kaum bangsawan dan di bawahnya ada hierarki;
c)      Kaum bangsawan yang tertinggi mendapat tanah langsung dari raja, kemudian bangsawan di bawahnya akan mendapat tanah dari bangsawan tertinggi, dan seterusnya sampai bangsawan terendah yang hanya menguasai sebidang tanah saja.
Penguasaan tanah tersebut bersifat pinjaman dan diperoleh pada saat upacara pemberiaan kekuasaan atas tanah. Dalam perkembangan selanjutnya, tidak hanya tanah yang dipinjamkan melainkan juga pangkat dan kedudukan yang lama-kelamaan bersifat turun-temurun.
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa feodalisme adalah sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan besar kepada golongan bangsawan dan sistem sosial yang mengagung-agungkan pangkat dan jabatan, bukan prestasi kerja.

2.    Perkembanagan Feodalisme
a)   Awal kemunculan feodalisme
Feodalisme atau sering juga disebut sebagai system feodal berlangsung di abad pertengahan dari peradaban Barat yang sering disebut dengan The Dark Ages. Keadaan masyarakat Eropa abad itu yang merupakan penduduk agraris melanggengkan system ini berkembang pesat. Di masa ini, kaum bangsawan merupakan kelas aristokrasi militer. Disebut demikian karena didasarkan pada hierarki militer. Para bangsawan yang terdiri atas para ksatria berikrar untuk mendukung raja, sebagai imbalannya mereka mendapat sejumlah besar hak otonom istimewa sebagai para lord yang memiliki fief secara turun temurun.
Besarnya kekuasaan kaum bangsawan dari segi ekonomi ini kemudian merambah ke aspek politik di mana mereka selalu berupaya mengurangi kekuasaan raja sebagi lord tertinggi untuk kepentingan mereka sendiri sehingga timbullah perebutan kekuasaan antara raja dan bangsawan. Di Inggris misalnya, raja dapat dikalahkan bangsawan, sedangkan di Prancis, raja mengalahkan bangsawan hingga menghasilkan absolute monarkhi pada masa Louis XIV.
Dalam perkembangannya, akan muncul jurang pemisah yang jelas antara kaum bangsawan dan pekerja kebanyakan yang terjadi turun temurun sehingga berakibat pada rusaknya hubungan sosial antar masyarakat. Kaum bangsawan tidak boleh melakukan pernikahan dengan rakyat kebanyakan sementara peluang untuk menaikkan derajat mereka sangat kecil. Tidak hanya terjadi banyak ketimpangan social, bahkan kesewenang-wenangan terjadi di mana-mana. Kaum bangsawan memeras rakyat demi kepentingan keluarga mereka sendiri, memungut pajak yang besar demi melanggengkan kekuasaan keluarga dan para pengikut setianya. Para agamawan turut dilibatkan untuk mendukung posisi kaum aristoktrat ini. Upaya penimbunan kekayaan terjadi seiring semakin tertindasnya kehidupan rakyat banyak. Terjadi eksploitasi besar-besaran. Sebagai kelompok yang ditakuti, mereka pun dapat menjual barang-barang kebutuhan dengan harga mahal dan membayar para petani atau buruh dengan tarif yang murah.
Feodalisme semakin tumbuh subur dan berkembang, terutama di Negara-negara yang mengenal system tuan tanah. Sistem ini mengakar kuat dalam peradaban bangsa Barat abad pertengahan hingga terjadi Revolusi Perancis pada tahun 1789. Adapun di Jerman, Jepang dan Rusia, system ini masih terus berlanjut hingga abad 19.
Secara umum dapat dipahami bahwa sistem feodal yang terjadi pada abad pertengahan merupakan suatu sistem di mana masyarakat terbagi dalam dua kelas sosial yaitu kelas penguasa atau tuan tanah dan kelas pekerja yakni para petani, buruh, dan budak belian. Walaupun sering terjadi eksploitasi yang dilakukan tuan tanah pada pekerjanya, tetapi antar keduanya terlihat suatu hubungan yang saling menguntungkan di mana masing-masing pihak memberikan imbalan-imbalan yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan dalam keadaan dimana organisasi dan stabilitas politik sudah tidak terorganisir lagi.

b)   Perkembangan Feodalisme di Indonesia
Feodalisme di Indonesai terlahir dari adanya kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa Hinduisme telah dominan di Nusantara ini sebelum datangnya Islam dan kolonialisme, Karena memang kerajaan Hindulah yang tertua berkuasa di Nusantara ini.Sistem yang melekat dalam kerajaan Hindu adalah sistem feodalisme. Pengelompokan manusia sesuai dengan derajatnya tersebut.Feodalisme yang terjadi pada zaman kerajaan Hindu adalah pembagian kasta,dan menguasai Nusantara sekitar 10 abad  lamanya. Feodalisme juga berkembang pada masa Islam yaitu dalam model adat wakaf.
Pada masa kini, di Indonesia selanjutnya muncul kebudayaan neo-feodalisme. Neo-feodalisme adalah feodalisme modern. Seperti yang kita ketahui feodalisme adalah sebuah faham dimana adanya pengakuan sistem kasta,dalam neo-feodalisme sistem kasta masih dipertahankan namun berubah  bentuk menjadi penguasa dan kaum elite. Di Indonesia neo-feodalisme masih ada dan berkembang dalam sistem pemerintahan dan telah menjadi budaya yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan Negara kita.


3.    Neo Feodalisme
Neo-Feodalisme di Indonesia, secara gamblang dikemukakan oleh pakar politik UGM/mantan Mendiknas, Prof Dr M. Yahya Muhaimin (1992), dikatakan  bahwa Neo Feodalisme tampak didominasi oleh latar belakang nilai-nilai Jawa. Alasannya, bahwa dominasi budaya Jawa baik di dalam kehidupan politik  maupun birokrasi  dikarenakan dari segi demografi orang Jawa memiliki jumlah penduduk yang lebih besar  daripada penduduk-etnik lainnya di Indonesia, terutama di tingkat suprastruktur pemerintahan dan politik. Apalagi pusat pemerintahan berada di pulau Jawa.
Sesungguhnya ada dua model yang dapat digunakan untuk melacak ciri nilai-nilai neo-feodalisme di Indonesia, khususnya Jawa, diantaranya adala :
a)      Model feodalisme-mataram, dan
b)      Model beambeten-staat.
Feodalisme Mataram yang tampil dan disanggah oleh konsep beambeten-staat dari pemerintah kolonial Belanda agaknya tampil sebagai sosok budaya yang paling sistematis dalam masyarakat Jawa. Sosok budaya Jawa yang juga dikenal sebagai sosok budaya adihulung adalah suatu sintesis budaya yang dicapai sesudah melewati dialetika budaya antara sistem-sistem kekuasaan, kepercayaan, kesenian, dan lainnya. Dalam proses dialektika, sistem-sistem tersebut agaknya merupakan konstruksi sistem kekuasaan kerajaan Mataram yang ‘monarkhi-absolut’ itu merupakan unsur dialektika budaya yang kuat sekali pengaruhnya (Umar Kayam 1999).    
Disadari atau tidak, feodalisme masih ada dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia yaitu Neo Feodalisme. Dalam sebuah negara demokrasi dengan tradisi feodal, ditandai dengan terbentuknya faksi-faksi, hal ini terlihat jelas dalam pemerintahan yang didominasi oleh faksi kepentingan elit politik. Elit politik inilah yang memainkan alur kebijakan, membawa kepentingan kelompoknya dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat.

4.    Pengaruh Negatif Feodalisme Hingga Zaman Modern
Dalam sejarah feodalisme, sekelompok orang yang disebut bangsawan yang menguasai suatu wilayah, memiliki hak kuasa atas tanah, hasil produksi dan hak atas setiap individu dalam wilayah tersebut. Hak-hak yang dimiliki pun terkesan tak terbatas, kaum bangsawan dapat mengambil keputusan yang merugikan masyarakat dan tidak dapat diganggu gugat oleh masyarakat tersebut karena kaum feodal memegang kuasa atas apapun yang berada di wilayahnya. Dengan kata lain, dalam sistem feodalisme, kedaulatan rakyat berada di tangan satu orang atau sekelompok orang yang mengambil hak kemerdekaan individual masyarakat dalam suatu komunitas dan ini bertentangan dengan demokrasi.
Sebagaimana sejarah telah menceritakan tentang kehidupan feodalisme dari masa ke masa, maka ada beberapa dampak negative yang perlu diperhatikan akibat dari pelaksanaan system ini dalam masyarakat diantaranya adalah :
a)      Bidang politik
Munculnya kekuasaan yang terpusat hanya pada sekelompok orang tertentu yang memiliki pangkat dan jabatan. Semua urusan pemerintahan dipegang dan dikuasai kelompok ini, rakyat tidak berhak ikut campur dalam keputusan mereka tetapi harus selalu patuh akan perintah dan kebijakan mereka.
Kondisi lain dari masyarakat jawa yang dapat di soroti yaitu mengenai sistem kekuasaan yang berjalan sampai sekarang ini. Tradisi feodal msyarakat jawa dahulu yang di bawa sampai sekarang, tidak hanya berpengaruh pada kondisi agama masyarakat jawa saat ini, akan tetapi juga berpengaruh pada sistem kekuasaan dan pemerintahan. Tak dapat dipungkiri, jika sistem pemerintahan kita masih mengadopsi sistem masyarakat feodal dahulu, yaitu monarki atau kerajaan. Hal ini dapat kita lihat saat ini, mayoritas penguasa saat ini merupakan pihak pihak yang memiliki kondisi strategis yang memungkinkan untuk berkuasa. Yang menjadi pejabat atau penguasa tentunya juga bukan dari golongan orang yang masih muda, akan tetapi, masyarakat Indonesia masih terbayang bayang oleh pemerintahan yang dipimpin oleh seseorang yang memiliki karisma atau wibawa, dan bukan dari kalangan akdemis yang memiliki kapasitas dan pengalaman lebih daripada sekedar wibawa. Akan tetapi, harapan masyarakat Indonesia tersebut sesungguhnya menjadi boomerang sendiri bagi masyarakat kita. Para pemimpin yang dianggap ‘dewasa’ dan mampu menjadi pemimpin kini hanyalah menjadi seorang yang merugikan bawahannya sendiri, akibat dari prinsip yang menganggap bahwa seorang pemimpin merupakan seseorang yang harus dihormati dan kebijakannya merupakan hal yang tidak bisa diganggu gugat, dalam hal ini berarti kepemimpinan yang dianut pada masyarakat kita merupakan kepemimpinan otoriter.
Potret birokrasi di Indonesia tidak pernah terlepas dari pengaruh politik praktis. Memasuki awal kemerdekaan, birokrasi telah menjadi objek dan alat politik. Menurut Fedyani, pemerintahan Sukarno pada era Demokrasi Parlementer tahun 1950-an, sistem kepartaian menggunakan multipartai. Partai politik (parpol) tampil sebagai aktor sentral dalam sistem politik Indonesia. Sehingga birokrasi menjadi objek pertarungan kepentingan dan arena perlombaan pengaruh parpol. Meski demikian, birokrasi Orde Lama masih mewarisi birokrasi jaman kolonial.
b)      Agama
Masyarakat feodal sendiri telah menjadikan kepercayaan animisme dan dinamisme mereka tidak dapat meninggalkan kebiasaan itu begitu saja. Oleh sebab itu masih banyak kita jumpai agama atau kepercayaan serupa, yang lebih kita kenal dengan istilah kejawen (hindhu jawa). Terlebih lagi, masih juga kita jumpai orang orang dengan pola pikir terbelakang, masih saja menyertakan tradisi tradisi kejawen ke dalam praktik agama islam. Selain itu, tradisi feodal pada masyarakat kita tidak hanya berpengaruh pada sendi agama, akan tetapi pada bidang bidang lainnya di struktur masyarakat kita ini, khususnya pada masyarakat jawa. Salah satunya yaitu pola pikir masyarakat kita yang cenderung lamban. Masyarakat kita yang merupakan masyarakat agraris mayoritas tidak terlalu mengedepankan orientasi waktu. Oleh sebab itu, masyarakat kita terkenal malas untuk bekerja keras, dan menjunjung tinggi kedisiplinan, sebaliknya, masyarakat kita lebih suk dengan hal hal yang semu, enjoy artinya dalam menyikapi hidup ini mereka lebih suka bersantai dan tidak memilikirkannya secara serius.      
c)      Bidang kebudayaan
Adanya asas setia dan tunduk dalam diri rakyat kepada penguasa. Hal ini membuat daya saing antar rakyat menjadi terbatasi oleh rasa segan dan takut kepada penguasa atau atasan. Rakyat menjadi pasrah dan tidak suka bekerja keras, karena mereka menganggap dengan menurut kepada atasan, mereka akan mendapatkan apa yang diinginkan. Maka kemudian, mental penjilat menjadi tumbuh subur dalam budaya feodalisme dimana mental dan tekad untuk maju begitu sulit diwujudkan karena hanya berharap pada atasan. Masa kolonialisme Belanda, feodalisme sengaja dibiarkan hidup demi membendung daya kritis, daya kreatif, dan sikap fundamentalisme. Sebab jika daya kritis dibiarkan hidup maka rakyat akan berontak.
Sekarang ini feodalisme tercermin dalam bentuk nilai-nilai yang tumbuh di benak masyarakat yang mana terlalu berorientasi pada atasan, senior, dan kepada orang – orang yang mempunyai pangkat atau kedudukan yang tinggi. Masyarakat tanpa sadar selalu meminta pertimbangan dan restu setiap kali akan melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Hal ini menunjukkan adanya indikator ketergantungan masyarakat kepada penguasa secara berlebihan.
Dari pengaruh feodalisme pada segi budaya yang akhirnya menyebabkan terjadinya Korupsi Kolisi dan Nepotisme, berikut adalah perinciannya :
Masyarakat kita terutama masyarakat jawa, sangatlah memiliki prinsip yang lemah, tak hayal, mereka mudah berubah prinsip, karena hanya mengejar hal hal sesaat, dengan kata lain masyarakat ini lebih menganut prinsip pragmatis atau mengutamakan hal hal yang mereka butuhkan saat ini. Oleh karena itu, jika kita melihat, masyarakat kita lemah dalam hal erkompetisi, mereka lebh senang tergantung dengan orang lain hal itulah yang kemudian mereka tidak memliki daya saing.
Tradisi memberikan upeti pada penguasa juga masih dilegalkan pada saat ini. Misal, ketika kita ingin dimudahkan menjalani sebuah proses dministrasi di salah satu lembaga pemerintah kita harus memberikan uang ‘pelicin’ agar proses tersebut dapat segera terselesaikan. Hal tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal menjamurnya budaya korupsi di Indonesia ini. Lantas masih dapatkah kita berkata bahwa budaya korupsi di negeri ini dapat luntur, jika kebiasaan kebiasaan sepele tersebut belumlah hilang dan bahkan menjadi sebuah hal yang dilegalkan. Di wilayah  kerajaan Mataram (Surakarta dan Yogyakarta) tanah dinyatakan sebagai “keagungan dalem” (milik sunan atau sultan). Kekuasaan raja atas tanah dan atas orang-orang itu ke bawah diwakili oleh keluarganya, kaum bangsawan, bupati-bupati sampai kepada kepala-kepala yang paling bawah yang semuanya adalah alat-alat raja untuk menarik pungutan dari rakyat. Seringkali alat-alat dan kaki tangan raja ini berbuat sewenang-wenang dengan atau tanpa nama raja. Di samping keharusan menyerahkan hasilnya ia juga harus menyerahkan tenaganya untuk keperluan raja tanpa dibayar (Suwarjo 2003). Dengan demikian, dapat dikatakan faktor nilai-nilai neo-feodalisme dalam kehidupan birokrasi di negeri ini telah membawa implikasi terjadinya  Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Dan perlu kita sadari, jika budaya suap menyuap telah kita lakukan sejak munculnya masyarakat feodal dan kerajaan di Indonesia. Dengan menjamurnya budaya budaya suap tersebut, tak dapat dipungkiri bahwa kita semakin terjerumus pada masalah yang lebih serius yaitu kapitalisme, yang semakin lama, semakin memperparah kondisi kehidupan di Indonesia. sehingga dapat kita simpulkan jika tradisi feodal yang selama ini kita pertahankan, telah sedikit banyak menimbulkan pengaruh pengaruh negatif pada masyarakat kita saat ini.
Tradisi-tradisi feodal yang ada telah menjadi akar terciptanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Ruang kekuasaan dalam pemerintahan seperti birokrasi dapat dikuasai dengan mudah, memuluskan jalan penguasaan terhadap pengambilan wewenang dan kebijakan, memudahkan akses ke sumber-sumber ekonomi seperti proyek-proyek pemerintah dan usaha-usaha eksploitasi sumber daya alam yang dalam seluk-beluknya akan menghasilkan korupsi tak berkesudahan.
Jika nilai-nilai feodal ini semakin mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara, tentunya akan menciptakan kelompok-kelompok yang tidak hanya menguasai pemerintahan, tetapi juga menguasai sumber-sumber ekonomi. Maka akan terciptanya kelas-kelas dalam masyarakat yang berujung pada kesenjangan sosial dan ekonomi karena proses wealth distribution (distribusi kekayaan) yang tidak merata dan kekayaan yang menumpuk hanya pada kelompok-kelompok tertentu.
Kesenjangan sosial dan ekonomi ini tentu akan menciptakan jurang antar kelas ekonomi, menimbulkan kecemburuan sosial, meningkatkan tingkat kriminalitas dan pada tahap yang paling berbahaya, dapat menimbulkan konflik, baik konflik politik yang melibatkan penguasa dan masyarakat di luar golongan penguasa, maupun konflik sosial-ekonomi, antara yang kaya dan miskin.

3 komentar:

Khalali Sosiologi Antropologi mengatakan...

alangkah baiknya jika sumber di cantumkan :)

Unknown mengatakan...

terima kasih masukannya gan

Ceme DominoQQ Poker mengatakan...

alau dulu pedagang atau pengusaha adalah second class. Beda dengan PNS. Makanya hanya etnis China dan keluarga miskin
LukQQ
Situs Ceme Online
Agen DominoQQ Terbaik
Bandar Poker Indonesia

SISTEM FEODALISME DAN PENGARUHNYA BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT



(Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Intelektual)
Dosen Pengampu mata kuliah Dr. Suranto, M.Pd.





Oleh:
Eka Ariska Putri (120210302005)
Kelompok Kontra Feodalisme
Kelas B






PRODI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1.    Hakekat Feodalisme
Istilah feodalisme berasal dari bahasa Latin yaitu feodum yang berarti feud, tanah yang dipinjamkan dan fief atau upeti. Dapat disimpulkan istilah feodalisme secara harfiah berarti suatu paham dimana masyarakat diatur berdasarkan system fief, dengan kekuasaan legal dan politis yang menyebar luas di antara orang-orang yang memiliki kekuasaan ekonomi.
System fief itu jika digambarkan seperti struktur hierarki berbentuk piramida dengan raja berada di puncak sedangkan tenant, serf, dan slave berada di dasar. Secara formal, raja adalah lord tertinggi yang menguasai semua fief dan semua lahan pada dasarnya adalah milik raja. Namun berangsur-angsur fief menjadi harta turun temurun dan di sejumlah tempat seseorang bisa mendapatkan fief lebih dari satu lord yang menjadi atasannya.  Ini berarti ikrar pengelola fief nyaris tidak ada artinya dan kekuasaan nyata sang raja menjadi sangat kecil, sehingga kemudian kekuasaan terbesar terkonsentrasi pada level tengah dari struktur pyramid. Ikatan vertical yang berupa pengabdian dan perlindungan digantikan ikatan horizontal berupa kepentingan bersama. Apa yang semula merupakan sekumpulan lord yang berbeda-beda, yang masing-masing bertanggung jawab kepada raja lantas menjadi satu kesatuan kelas atau golongan yang disebut kelas bangsawan.
Foedalisme diartikan sebagai suatu sistem yang ada di Eropa terjadi pada sekitar abad 9 – 12 yang merupakan dasar pemerintahan lokal, pembuatan undang-undang, menyusun dan mengatur angkatan perang, dan berbagai seluk beluk yang berhubungan dengan kekuasaan eksekutif. Dalam doktrin foedal dikatakan bahwa seluruh tanah kerajaan beserta isinya itu berasal dari raja. Raja sebagai pemilik tanah-tanah luas terbentang di wilayah kerajaannya.
Di Indonesia sendiri menurut Wijaya, para ahli bahasa sepakat mengatakan feodalisme adalah sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan. Namun, tidak secara otomatis daerah yang berada di bawah kepemimpinan bangsawan akan bersifat feodalistis.
Masyarakat feodal biasanya ditandai dengan adanya tanah-tanah luas yang dikuasai para bangsawan atau para tuan tanah, dan tanah tersebut dikerjakan oleh buruh bahkan beberapa budak yang mengabdi pada pemilik tanah tersebut. Para budak tersebut biasanya mendapat perlindungan sekaligus bahan kebutuhan hidup dari bangsawan atau tuan tanah itu sebagai balas jasa atas pekerjaan yang dikerjakannya. Jika budak tersebut meninggal, maka penguasaan tanah dikembalikan kepada tuan tanah atau ahli waris budak tersebut yang melanjutkan pekerjaan mendiang. Pemilik tanah atau bangsawan tersebut merupakan raja kecil (baca: lord) yang berkuasa otonom.
Ciri-ciri pokok dari system feodalisme ini diantaranya adalah sebagai berikut :
a)      Adanya system politik-ekonomi pertanian yang bersifat sempit;
b)      Semua tanah pertanian pada hakikatnya adalah milik raja atau kaum bangsawan dan di bawahnya ada hierarki;
c)      Kaum bangsawan yang tertinggi mendapat tanah langsung dari raja, kemudian bangsawan di bawahnya akan mendapat tanah dari bangsawan tertinggi, dan seterusnya sampai bangsawan terendah yang hanya menguasai sebidang tanah saja.
Penguasaan tanah tersebut bersifat pinjaman dan diperoleh pada saat upacara pemberiaan kekuasaan atas tanah. Dalam perkembangan selanjutnya, tidak hanya tanah yang dipinjamkan melainkan juga pangkat dan kedudukan yang lama-kelamaan bersifat turun-temurun.
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa feodalisme adalah sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan besar kepada golongan bangsawan dan sistem sosial yang mengagung-agungkan pangkat dan jabatan, bukan prestasi kerja.

2.    Perkembanagan Feodalisme
a)   Awal kemunculan feodalisme
Feodalisme atau sering juga disebut sebagai system feodal berlangsung di abad pertengahan dari peradaban Barat yang sering disebut dengan The Dark Ages. Keadaan masyarakat Eropa abad itu yang merupakan penduduk agraris melanggengkan system ini berkembang pesat. Di masa ini, kaum bangsawan merupakan kelas aristokrasi militer. Disebut demikian karena didasarkan pada hierarki militer. Para bangsawan yang terdiri atas para ksatria berikrar untuk mendukung raja, sebagai imbalannya mereka mendapat sejumlah besar hak otonom istimewa sebagai para lord yang memiliki fief secara turun temurun.
Besarnya kekuasaan kaum bangsawan dari segi ekonomi ini kemudian merambah ke aspek politik di mana mereka selalu berupaya mengurangi kekuasaan raja sebagi lord tertinggi untuk kepentingan mereka sendiri sehingga timbullah perebutan kekuasaan antara raja dan bangsawan. Di Inggris misalnya, raja dapat dikalahkan bangsawan, sedangkan di Prancis, raja mengalahkan bangsawan hingga menghasilkan absolute monarkhi pada masa Louis XIV.
Dalam perkembangannya, akan muncul jurang pemisah yang jelas antara kaum bangsawan dan pekerja kebanyakan yang terjadi turun temurun sehingga berakibat pada rusaknya hubungan sosial antar masyarakat. Kaum bangsawan tidak boleh melakukan pernikahan dengan rakyat kebanyakan sementara peluang untuk menaikkan derajat mereka sangat kecil. Tidak hanya terjadi banyak ketimpangan social, bahkan kesewenang-wenangan terjadi di mana-mana. Kaum bangsawan memeras rakyat demi kepentingan keluarga mereka sendiri, memungut pajak yang besar demi melanggengkan kekuasaan keluarga dan para pengikut setianya. Para agamawan turut dilibatkan untuk mendukung posisi kaum aristoktrat ini. Upaya penimbunan kekayaan terjadi seiring semakin tertindasnya kehidupan rakyat banyak. Terjadi eksploitasi besar-besaran. Sebagai kelompok yang ditakuti, mereka pun dapat menjual barang-barang kebutuhan dengan harga mahal dan membayar para petani atau buruh dengan tarif yang murah.
Feodalisme semakin tumbuh subur dan berkembang, terutama di Negara-negara yang mengenal system tuan tanah. Sistem ini mengakar kuat dalam peradaban bangsa Barat abad pertengahan hingga terjadi Revolusi Perancis pada tahun 1789. Adapun di Jerman, Jepang dan Rusia, system ini masih terus berlanjut hingga abad 19.
Secara umum dapat dipahami bahwa sistem feodal yang terjadi pada abad pertengahan merupakan suatu sistem di mana masyarakat terbagi dalam dua kelas sosial yaitu kelas penguasa atau tuan tanah dan kelas pekerja yakni para petani, buruh, dan budak belian. Walaupun sering terjadi eksploitasi yang dilakukan tuan tanah pada pekerjanya, tetapi antar keduanya terlihat suatu hubungan yang saling menguntungkan di mana masing-masing pihak memberikan imbalan-imbalan yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan dalam keadaan dimana organisasi dan stabilitas politik sudah tidak terorganisir lagi.

b)   Perkembangan Feodalisme di Indonesia
Feodalisme di Indonesai terlahir dari adanya kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa Hinduisme telah dominan di Nusantara ini sebelum datangnya Islam dan kolonialisme, Karena memang kerajaan Hindulah yang tertua berkuasa di Nusantara ini.Sistem yang melekat dalam kerajaan Hindu adalah sistem feodalisme. Pengelompokan manusia sesuai dengan derajatnya tersebut.Feodalisme yang terjadi pada zaman kerajaan Hindu adalah pembagian kasta,dan menguasai Nusantara sekitar 10 abad  lamanya. Feodalisme juga berkembang pada masa Islam yaitu dalam model adat wakaf.
Pada masa kini, di Indonesia selanjutnya muncul kebudayaan neo-feodalisme. Neo-feodalisme adalah feodalisme modern. Seperti yang kita ketahui feodalisme adalah sebuah faham dimana adanya pengakuan sistem kasta,dalam neo-feodalisme sistem kasta masih dipertahankan namun berubah  bentuk menjadi penguasa dan kaum elite. Di Indonesia neo-feodalisme masih ada dan berkembang dalam sistem pemerintahan dan telah menjadi budaya yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan Negara kita.


3.    Neo Feodalisme
Neo-Feodalisme di Indonesia, secara gamblang dikemukakan oleh pakar politik UGM/mantan Mendiknas, Prof Dr M. Yahya Muhaimin (1992), dikatakan  bahwa Neo Feodalisme tampak didominasi oleh latar belakang nilai-nilai Jawa. Alasannya, bahwa dominasi budaya Jawa baik di dalam kehidupan politik  maupun birokrasi  dikarenakan dari segi demografi orang Jawa memiliki jumlah penduduk yang lebih besar  daripada penduduk-etnik lainnya di Indonesia, terutama di tingkat suprastruktur pemerintahan dan politik. Apalagi pusat pemerintahan berada di pulau Jawa.
Sesungguhnya ada dua model yang dapat digunakan untuk melacak ciri nilai-nilai neo-feodalisme di Indonesia, khususnya Jawa, diantaranya adala :
a)      Model feodalisme-mataram, dan
b)      Model beambeten-staat.
Feodalisme Mataram yang tampil dan disanggah oleh konsep beambeten-staat dari pemerintah kolonial Belanda agaknya tampil sebagai sosok budaya yang paling sistematis dalam masyarakat Jawa. Sosok budaya Jawa yang juga dikenal sebagai sosok budaya adihulung adalah suatu sintesis budaya yang dicapai sesudah melewati dialetika budaya antara sistem-sistem kekuasaan, kepercayaan, kesenian, dan lainnya. Dalam proses dialektika, sistem-sistem tersebut agaknya merupakan konstruksi sistem kekuasaan kerajaan Mataram yang ‘monarkhi-absolut’ itu merupakan unsur dialektika budaya yang kuat sekali pengaruhnya (Umar Kayam 1999).    
Disadari atau tidak, feodalisme masih ada dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia yaitu Neo Feodalisme. Dalam sebuah negara demokrasi dengan tradisi feodal, ditandai dengan terbentuknya faksi-faksi, hal ini terlihat jelas dalam pemerintahan yang didominasi oleh faksi kepentingan elit politik. Elit politik inilah yang memainkan alur kebijakan, membawa kepentingan kelompoknya dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat.

4.    Pengaruh Negatif Feodalisme Hingga Zaman Modern
Dalam sejarah feodalisme, sekelompok orang yang disebut bangsawan yang menguasai suatu wilayah, memiliki hak kuasa atas tanah, hasil produksi dan hak atas setiap individu dalam wilayah tersebut. Hak-hak yang dimiliki pun terkesan tak terbatas, kaum bangsawan dapat mengambil keputusan yang merugikan masyarakat dan tidak dapat diganggu gugat oleh masyarakat tersebut karena kaum feodal memegang kuasa atas apapun yang berada di wilayahnya. Dengan kata lain, dalam sistem feodalisme, kedaulatan rakyat berada di tangan satu orang atau sekelompok orang yang mengambil hak kemerdekaan individual masyarakat dalam suatu komunitas dan ini bertentangan dengan demokrasi.
Sebagaimana sejarah telah menceritakan tentang kehidupan feodalisme dari masa ke masa, maka ada beberapa dampak negative yang perlu diperhatikan akibat dari pelaksanaan system ini dalam masyarakat diantaranya adalah :
a)      Bidang politik
Munculnya kekuasaan yang terpusat hanya pada sekelompok orang tertentu yang memiliki pangkat dan jabatan. Semua urusan pemerintahan dipegang dan dikuasai kelompok ini, rakyat tidak berhak ikut campur dalam keputusan mereka tetapi harus selalu patuh akan perintah dan kebijakan mereka.
Kondisi lain dari masyarakat jawa yang dapat di soroti yaitu mengenai sistem kekuasaan yang berjalan sampai sekarang ini. Tradisi feodal msyarakat jawa dahulu yang di bawa sampai sekarang, tidak hanya berpengaruh pada kondisi agama masyarakat jawa saat ini, akan tetapi juga berpengaruh pada sistem kekuasaan dan pemerintahan. Tak dapat dipungkiri, jika sistem pemerintahan kita masih mengadopsi sistem masyarakat feodal dahulu, yaitu monarki atau kerajaan. Hal ini dapat kita lihat saat ini, mayoritas penguasa saat ini merupakan pihak pihak yang memiliki kondisi strategis yang memungkinkan untuk berkuasa. Yang menjadi pejabat atau penguasa tentunya juga bukan dari golongan orang yang masih muda, akan tetapi, masyarakat Indonesia masih terbayang bayang oleh pemerintahan yang dipimpin oleh seseorang yang memiliki karisma atau wibawa, dan bukan dari kalangan akdemis yang memiliki kapasitas dan pengalaman lebih daripada sekedar wibawa. Akan tetapi, harapan masyarakat Indonesia tersebut sesungguhnya menjadi boomerang sendiri bagi masyarakat kita. Para pemimpin yang dianggap ‘dewasa’ dan mampu menjadi pemimpin kini hanyalah menjadi seorang yang merugikan bawahannya sendiri, akibat dari prinsip yang menganggap bahwa seorang pemimpin merupakan seseorang yang harus dihormati dan kebijakannya merupakan hal yang tidak bisa diganggu gugat, dalam hal ini berarti kepemimpinan yang dianut pada masyarakat kita merupakan kepemimpinan otoriter.
Potret birokrasi di Indonesia tidak pernah terlepas dari pengaruh politik praktis. Memasuki awal kemerdekaan, birokrasi telah menjadi objek dan alat politik. Menurut Fedyani, pemerintahan Sukarno pada era Demokrasi Parlementer tahun 1950-an, sistem kepartaian menggunakan multipartai. Partai politik (parpol) tampil sebagai aktor sentral dalam sistem politik Indonesia. Sehingga birokrasi menjadi objek pertarungan kepentingan dan arena perlombaan pengaruh parpol. Meski demikian, birokrasi Orde Lama masih mewarisi birokrasi jaman kolonial.
b)      Agama
Masyarakat feodal sendiri telah menjadikan kepercayaan animisme dan dinamisme mereka tidak dapat meninggalkan kebiasaan itu begitu saja. Oleh sebab itu masih banyak kita jumpai agama atau kepercayaan serupa, yang lebih kita kenal dengan istilah kejawen (hindhu jawa). Terlebih lagi, masih juga kita jumpai orang orang dengan pola pikir terbelakang, masih saja menyertakan tradisi tradisi kejawen ke dalam praktik agama islam. Selain itu, tradisi feodal pada masyarakat kita tidak hanya berpengaruh pada sendi agama, akan tetapi pada bidang bidang lainnya di struktur masyarakat kita ini, khususnya pada masyarakat jawa. Salah satunya yaitu pola pikir masyarakat kita yang cenderung lamban. Masyarakat kita yang merupakan masyarakat agraris mayoritas tidak terlalu mengedepankan orientasi waktu. Oleh sebab itu, masyarakat kita terkenal malas untuk bekerja keras, dan menjunjung tinggi kedisiplinan, sebaliknya, masyarakat kita lebih suk dengan hal hal yang semu, enjoy artinya dalam menyikapi hidup ini mereka lebih suka bersantai dan tidak memilikirkannya secara serius.      
c)      Bidang kebudayaan
Adanya asas setia dan tunduk dalam diri rakyat kepada penguasa. Hal ini membuat daya saing antar rakyat menjadi terbatasi oleh rasa segan dan takut kepada penguasa atau atasan. Rakyat menjadi pasrah dan tidak suka bekerja keras, karena mereka menganggap dengan menurut kepada atasan, mereka akan mendapatkan apa yang diinginkan. Maka kemudian, mental penjilat menjadi tumbuh subur dalam budaya feodalisme dimana mental dan tekad untuk maju begitu sulit diwujudkan karena hanya berharap pada atasan. Masa kolonialisme Belanda, feodalisme sengaja dibiarkan hidup demi membendung daya kritis, daya kreatif, dan sikap fundamentalisme. Sebab jika daya kritis dibiarkan hidup maka rakyat akan berontak.
Sekarang ini feodalisme tercermin dalam bentuk nilai-nilai yang tumbuh di benak masyarakat yang mana terlalu berorientasi pada atasan, senior, dan kepada orang – orang yang mempunyai pangkat atau kedudukan yang tinggi. Masyarakat tanpa sadar selalu meminta pertimbangan dan restu setiap kali akan melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Hal ini menunjukkan adanya indikator ketergantungan masyarakat kepada penguasa secara berlebihan.
Dari pengaruh feodalisme pada segi budaya yang akhirnya menyebabkan terjadinya Korupsi Kolisi dan Nepotisme, berikut adalah perinciannya :
Masyarakat kita terutama masyarakat jawa, sangatlah memiliki prinsip yang lemah, tak hayal, mereka mudah berubah prinsip, karena hanya mengejar hal hal sesaat, dengan kata lain masyarakat ini lebih menganut prinsip pragmatis atau mengutamakan hal hal yang mereka butuhkan saat ini. Oleh karena itu, jika kita melihat, masyarakat kita lemah dalam hal erkompetisi, mereka lebh senang tergantung dengan orang lain hal itulah yang kemudian mereka tidak memliki daya saing.
Tradisi memberikan upeti pada penguasa juga masih dilegalkan pada saat ini. Misal, ketika kita ingin dimudahkan menjalani sebuah proses dministrasi di salah satu lembaga pemerintah kita harus memberikan uang ‘pelicin’ agar proses tersebut dapat segera terselesaikan. Hal tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal menjamurnya budaya korupsi di Indonesia ini. Lantas masih dapatkah kita berkata bahwa budaya korupsi di negeri ini dapat luntur, jika kebiasaan kebiasaan sepele tersebut belumlah hilang dan bahkan menjadi sebuah hal yang dilegalkan. Di wilayah  kerajaan Mataram (Surakarta dan Yogyakarta) tanah dinyatakan sebagai “keagungan dalem” (milik sunan atau sultan). Kekuasaan raja atas tanah dan atas orang-orang itu ke bawah diwakili oleh keluarganya, kaum bangsawan, bupati-bupati sampai kepada kepala-kepala yang paling bawah yang semuanya adalah alat-alat raja untuk menarik pungutan dari rakyat. Seringkali alat-alat dan kaki tangan raja ini berbuat sewenang-wenang dengan atau tanpa nama raja. Di samping keharusan menyerahkan hasilnya ia juga harus menyerahkan tenaganya untuk keperluan raja tanpa dibayar (Suwarjo 2003). Dengan demikian, dapat dikatakan faktor nilai-nilai neo-feodalisme dalam kehidupan birokrasi di negeri ini telah membawa implikasi terjadinya  Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Dan perlu kita sadari, jika budaya suap menyuap telah kita lakukan sejak munculnya masyarakat feodal dan kerajaan di Indonesia. Dengan menjamurnya budaya budaya suap tersebut, tak dapat dipungkiri bahwa kita semakin terjerumus pada masalah yang lebih serius yaitu kapitalisme, yang semakin lama, semakin memperparah kondisi kehidupan di Indonesia. sehingga dapat kita simpulkan jika tradisi feodal yang selama ini kita pertahankan, telah sedikit banyak menimbulkan pengaruh pengaruh negatif pada masyarakat kita saat ini.
Tradisi-tradisi feodal yang ada telah menjadi akar terciptanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Ruang kekuasaan dalam pemerintahan seperti birokrasi dapat dikuasai dengan mudah, memuluskan jalan penguasaan terhadap pengambilan wewenang dan kebijakan, memudahkan akses ke sumber-sumber ekonomi seperti proyek-proyek pemerintah dan usaha-usaha eksploitasi sumber daya alam yang dalam seluk-beluknya akan menghasilkan korupsi tak berkesudahan.
Jika nilai-nilai feodal ini semakin mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara, tentunya akan menciptakan kelompok-kelompok yang tidak hanya menguasai pemerintahan, tetapi juga menguasai sumber-sumber ekonomi. Maka akan terciptanya kelas-kelas dalam masyarakat yang berujung pada kesenjangan sosial dan ekonomi karena proses wealth distribution (distribusi kekayaan) yang tidak merata dan kekayaan yang menumpuk hanya pada kelompok-kelompok tertentu.
Kesenjangan sosial dan ekonomi ini tentu akan menciptakan jurang antar kelas ekonomi, menimbulkan kecemburuan sosial, meningkatkan tingkat kriminalitas dan pada tahap yang paling berbahaya, dapat menimbulkan konflik, baik konflik politik yang melibatkan penguasa dan masyarakat di luar golongan penguasa, maupun konflik sosial-ekonomi, antara yang kaya dan miskin.

3 komentar:

Khalali Sosiologi Antropologi mengatakan...

alangkah baiknya jika sumber di cantumkan :)

Unknown mengatakan...

terima kasih masukannya gan

Ceme DominoQQ Poker mengatakan...

alau dulu pedagang atau pengusaha adalah second class. Beda dengan PNS. Makanya hanya etnis China dan keluarga miskin
LukQQ
Situs Ceme Online
Agen DominoQQ Terbaik
Bandar Poker Indonesia