BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Masa
Imperialisme Jerman di Afrika Barat Daya
2.1.1
Letak Geografis
Afrika
Barat Daya sebelah barat berbatasan dengan Samudra Atlantik, sebelah timur
Bechuana Land, sebelah timur laut rudhesia, sebelah utara Anggola, dan sebelah
selatan Afrika Selatan dengan luasnya kira-kira 318.216 mil².
Penduduk
bumi putera terdiri dari banyak suku yakni Busman, Damara, Nama, Herero,
Ovambo, okavango, dan orang-orang Caprivi. Diantara suku-suku yang terdapat
diwilayah Afrika Barat Daya, suku Ovambo adalah suku terbesar jumlahnya hampir
seperdua dari jumlah penduduk. Suku yang terdapat di Af rika Barat Daya
termasuk suku yang agak maju, tetapi masih tetap hidup dikompleks perumahan
suku-suku yang dikelilingi dengan ladang-ladang yang ditanami jagung dan kacang-kacangan
dan memelihara ternak. Selain suku tersebut juga terdapat orang-orang kulit
putih ialah orang Jerman, orang-orang Barat Daya atau Zudwester semula berasal
Afrika Selatan dan orang-orang inggris umumnya sebagai pedagang.
2.1.2
Latar Belakang Imperialisme Jerman di
Afrika Barat Daya
Jerman telah
datang ke Afrika khususnya wilayah Afrika Barat Daya dengan maksud untuk
memperoleh tanah jajaha. Dalam sejarah pembentukan imperium bangsa – bangsa
Barat di Afrika, maka para pedagang dan penjelajahlah adalah unsur yang paling
berperan. Dimana pada kenyataanya bahwa awalnya para pedagang ini hanya
bertujuan untuk mencari keuntungan, sebaliknya para penjelajah pada awalnya
hanya mencari dan membuktikan ilmu pengetahuan, tetapi setelah mereka sampai di
daerah tujuan, mereka justru telah
tinggal di wilayah tersebut dan bahkan menancapkan bendera bangsanya
masing-masing, mengklaim bahwa daerah tersebut dalah daerah kekuasaannya yang
seolah-olah telah mereka warisi.
Afrika
sesungguhnya juga mempunyai arti yang
penting bagi bangsa –bangsa Barat karena potensi yang sangat strategis
khususnya bagi prospek industrialisasi Eropa yang sedang mengalami kemajuan
pada abad 19. Salah satu alasan dari Jerman melakukan imperialisasi di daerah
Namibia adalah karena potensi kekayaan alamnya seperti tembaga, besi, cadmium,
germanium, vanadium, uranium, intan, timah, perak dan seng. Selain itu juga
tersedia tenaga kerja yang murah. Berpuluh-puluh juta budak sepanjang sejarah
telah diangkut ke Amerika dan Eropa untuk dijadikan tenaga kerja pertambangan,
perkebunan dan industri strategis. Selain itu juga karena faktor jumlah
penduduknya yang sedikit sudah barang tentu dapat diharapkan menjadi tempat
untuk memindahkan penduduk – penduduk Eropa.
2.1.3
Masa Imperialisme Jerman
Afrika
Barat Daya (South West Afrika) sebagai daerah jajahan Jerman berlangsung dari
tahun 1884 – 1919. Pemerintah berkedudukan di Windhoek. Didaerah sekitar ibu
kota tersebut sebelum kedatangan orang-orang kulit putih selalu menjadi daerah
rebutan bagi suku Nama dan Herero. Guna melindungi keselamatan pejabat-pejabat
Jerman dari serangan suku-suku maka pemerintah menganggap perlu menggunakan
tindakan-tindakan militer. Tindakan militer tersebut terutama ditunjukan untuk
menjamin tercapainya cita-cita pemerintahan.
Kerja
paksa, perampasan harta penduduk pribumi yang sering dilakukan oleh
pemerintahan Jerman yang berakibat pada terjadi pemberontakan orang –orang
Herero pada tahun 1901-1906. Pemberontakan tersebut dimulai ketika Gubernur
Leutwein pergi menuju daerah selatan untuk mengatasi orang – orang Hotentot.
Seketika itu orang - orang Herero menyerang dan membunuh pegawai kulit putih.
Untuk menghukum orang-orang Herero pemerintah jerman menugaskan jendral Von
Troth, seorang Prusia yang tidak kenal rasa belas kasihan untuk menghancurkan
kaum pemberontak. Penduduk yang di bunuh di perkirakan mencapai 80.000 orang
atau seperempat atau sepertiga penduduk
bumi putera.
Dengan
terjadinya pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh pemeerintahan Jerman
maka, Maherero kepala suku Herero mengirim surat kepada kepala gubernur yang
berisi sebab-sebab sukunya menyerang orang kulit putih. Orang orang Herero
menyerang orang-orang kulit putih karena banyak orang orang Herero yang dibunuh
oleh orang orang kulit putih terutama pedagang pedagang dengan menggunakan
senapan atau mati karena di peenjarakan. Pedagang kulit putih juga melakukan
perampasan ternak penduduk dengan alasan mengambil alasan mengambil pembayaran
kembali atas uang yang mereka pinjamkan. Akan tetapi mereka bertindak dengan
kekerasan mengambil dua atau tiga ternak penduduk untuk pinjaman sebesar satu
poundsterling. Akibat pemberontakan pemberontakan itu terdapat perubahan
perubahan pada sistem pemerintahan kolonial Jerman, dengan mengurangi kekerasan
dan mulai memperhatikan kepentingan rakyat di
tanah jajahannya.
2.2
Afrika
Barat Daya Dibawah Uni Afrika Selatan
Sejak
tahun 1919 setelah Perang Dunia I, Jerman melepaskan koloni Afrika Barat Daya.
Kemudian oleh LBB atau Liga Bangsa Bangsa menunjuk Uni Afrika Selatan sebagai
mandataris untuk Afrika Barat Daya. Bekas daerah jajahan Jerman ini dijadikan
daerah mandat dengan kategori C, karena tingkat kemajuan penduduknya yang masih
sederhana. Sebagai mandataris, Uni
Afrika Selatan di beri hak penuh untuk mengatur daerah mandat tersebut, yang
dianggap sebagai bagian yang tidak terpisah dari Uni Afrika Selatan dan di
perkenankan untuk menerapkan undang-undang Uni Afrika Selatan di daerah
tersebut dan Afrika Selatan dikehendaki untuk membangunkan ekonomi serta keadaan
sosial di wilayah tersebut. Dengan demikian daerah koloni itu
sudah berada dalam kekuasaan Uni Afrika Selatan.
Pada tahun 1946 sistem mandat yang diberikan oleh LBB
kepada Afrika Selatan atas nama Namibia
diubah menjadi sistem perwalian oleh PBB, akan tetapi Afrika selatan manolak
menanandatangani suatu persetujuan perwalian dengan PBB, dengan dalih bahwa PBB
tidak berhak mengawasi pemerintahan atas Namibia. Dengan demikian negara
tersebut menjadi negara sengketa antara Afrika Selatan dengan PBB.
Penolakan
Afrika Selatan pada tahun 1946 untuk menyerahkan Afrika Barat Daya itu menjadi
daerah perwalian PBB dan pelaksanaan politik Apherteid disana menyebabkan
sidang umum PBB tahun 1966 memutuskan untuk menarik mandat yang diberikan
tersebut. daerah yang kini bernama Namibia lalu berada di bawah Dewan PBB untuk
Namibia, tetap de facto tetap milik Afrika karena Afrika Selatan menolak
putusan PBB tersebut.
Pada
tahun 1966 majelis umum PBB menerima resolusi bahwa wilayah Namibia akan
diambil alih oleh PBB dari Afrika Selatan dan ditempatkan disuatu dewan yang
akan di bentuk. Dewan ini dibentuk deangan nama Dewan Namibia, tetapi Afrika Selatan menolak menyerahkan Namibia
kepadanya. Karena bermaksud mempertahankan dan meningkatkannya. Sehubungan
dengan itu tidak hanya menentang segala usaha PBB untuk mengambil alih
pemerintahan atas wilayah Namibia, tetapi juga menindas gerakan kemerdekaan
yang dilancarkan oleh kaumnasionalis Namibia.
Pada
pertengahan tahun 1968 Afrika Selatan telah menguasai pertahanan, hubungan luar
negeri, kepolisian, pemerintahan rakyat kulit hitam, bea cukai, Imigrasi dan
pengangkutan. Tahun berikutnya mengundang South
Africa Affair Act yang memberikan kekuasaan kepada Afrika Selatan untuk
menguasai pendapatan, perdagangan, industri, pemburuhan, pertambangandan
kesehatan. Dengan demikian maka Afrika Barat Daya atau Namibia menjadi profinsi
kelima dari Afrika Selatan.
Afrika
Selatan dalam menjalankan pemerintahan di Namibia hendak menerapkan polotik
Apartheid sperti yang telah dilakukan Ruth First, politik Apartheid juga
dilaksanakan secara berangsur-angsur di Afrika Barat Daya. Pada tahun 1964
pemerintah melaksanakan usul-usul yang diajukan oleh komisi ( komisi Odendal),
yang dua tahun sebelumnya ditugaskan untuk membatasi aspek-aspek geografis,
ekonomis dan politik Apertheid di Afrika Barat Daya. Komisi antara lain
mengusulkan pembentukan 10 homeland, 8 diantaranya untuk kulit hitam. Homeland-homeland
itu disediakan untuk 39,6% wilayah bagi
kulit hitam dan 44,1% bagi golongan kulit putih dan menurut rencana orang kulit
hitam akan di paksa pindah sekitar 28,6%. Dari fakta ini dapar dilihat
bagaimana kelompok minoritas yaitu penduduk kulit putih mendapatkan bagian yang
lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk kulit hitam.
Pemerintah Afrika Selatan berhasil membentuk tiga
Homeland atau Bantustan lengkap dengan dewan legeslatif dan kabinet yaitu
Ovamboland (1968), Kavangoland (1970) dan caprivi (1978). Kepala suku
Ovamboland sangat aktif mendukung politik pemerintahan dan penindasan terhadap
SWAPO yang mereka lihat sebagai ancaman bagi supremasi lokal. Pada tahun 1973
beberapa ratus anggota SWAPO (organisasi rakyat Afrika Barat Daya) dicambuki di
depan umum atas perintah kepala-kepala suku karena adanya boikot terhadap
pemerintah lokal yang dilakukan oleh SWAPO.
Pada
masa pemilihan yang dikawal ketat pada tahu 1975 oleh polisi dantentara sekitar
55% pemilih memberikan suaranya yang merupakan suatu pukulan bagi politik
SWAPO. Akan tetapi PBB, atas permintaan dewan keamanan pada bulan juni 1971 mahkamah internasional
mengeluarkan suatu keputusan yang menetapkan kehadiran Afrika Selatan di
Namibia tidak sah dan bagi negara untuk menarik pemerintahannya serta
mengakhiri pendudukannya. Namun respon yang diberikan oleh pihak Afrika Selatan
berupa menindak demostran-demonstran yang dilancarkan di Namibia.
Pada
2 Februari 1972 dewan keamanan menugaskan sekjen PBB Kurt Waldheim untuk
menghubungi pihak-pihak yang bersangkutan dan mengusahakan agar rakyat Namibia
dapat melaksanakan haknya atas penentuan diri dan kemerdekaan, akan tetapi
tidak berhasil. Pada tanggal 11 Desember 1973 dewan keamanan memutuskan untuk
menghentikan kontak-kontak serupa dan tidak lama kemudian mengeluarkan resolusi
yang mengakui SWAPO sebagai “ Otentik Rakyat Namibia” dan mengangkat Sean
Macbride sebagai komisaris tinggi untuk Namibia.
2.3
Proses
Perjuangan Bangsa Namibia Dalam Meraih Kemerdekaan
2.3.1
Gerakan Nasional Masyarakat Namibia
a. OPC
(Ovamboland People's Congress)
Pada tahun 1957, beberapa pekerja Namibia di Cape Town
membentuk Ovamboland People's
Congress (OPC). Pemimpin
dan penyelenggara utama kongres adalah Andimba Toivo ya Toivo. Ia bekerja
sebagai penambang emas dan seorang pekerja kereta api sementara di Afrika
Selatan.
OPC berkampanye atas nama para pekerja migran Namibia.
Hal ini memiliki hubungan erat dengan ANC dan juga menerima dukungan dari
komunis dan liberal. Toivo ya Toivo mampu mengirim pesan ditempel PBB
menginformasikan badan internasional tentang kondisi hidup dan kerja dari para
pekerja migran. Rezim Afrika Selatan menanggapi dengan mendeportasi dia kembali
ke Namibia, di mana ia melanjutkan kegiatan politiknya.
b. OPO (Ovamboland People’s Organization)
Pada tahun 1959, Ovamboland People’s Organization (OPO),
pendahulu SWAPO dibentuk di Namibia. Meskipun namanya, itu berjuang untuk
rakyat seluruh Namibia. Akibatnya, itu adalah OPC itu sendiri yang didirikan di
dalam Namibia. Presiden pertama OPO itu Sam Nujoma. OPO ini berkampanye di
kalangan pekerja kontrak dan mendirikan cabang di kota-kota, pabrik, tambang
dan tempat-tempat lain di seluruh Namibia.
Namun, dalam waktu singkat, para pemimpin OPO
menyadari bahwa perdagangan aktivisme serikat tidak cukup untuk membebaskan
Namibians dari penindasan Afrika Selatan. Sebuah perubahan politik secara
keseluruhan, dengan kata lain, kemerdekaan dari Afrika Selatan, dibutuhkan.
Oleh karena itu, mereka bergabung dengan beberapa kelompok yang berpikiran sama
untuk membentuk South West Africa People's
Organization (SWAPO) pada
tanggal 19 April 1960, dengan Nujoma sebagai presiden pertama.
c. SWASB
South West Africa Student Body (SWASB) dimulai oleh mahasiswa Namibia kembali dari
studi mereka di Afrika Selatan.
d. SWAPA
South West Africa Progressive Association (SWAPA) sebagian besar sebuah organisasi budaya yang
menerbitkan surat kabar orang-orang kulit hitam pertama di Namibia, South West
Berita. Selanjutnya, pada tahun 1959, SWAPA melahirkan apa yang dapat disebut
sebagai partai politik pertama di Namibia, South West Africa National Union (SWANU). Partai ini adalah organisasi radikal sangat
menganjurkan kemerdekaan.
Namun, SWANU tidak begitu populer atau luas sebagai
SWAPO. Berbasis di Windhoek, keanggotaannya tidak pernah mencapai lebih dari
beberapa ratus. Ketika SWAPO melancarkan perjuangan bersenjata mereka pada
tahun 1966, SWANU kehilangan banyak anggotanya dan menjadi politis tidak
signifikan, meskipun partai tersebut masih aktif di Namibia.
e. SWAPO
Setelah 1966, perjuangan kemerdekaan Namibia dipimpin
oleh South West Africa People's
Organization (SWAPO). Pada
awal tahun 1970, Majelis Umum PBB menyatakan SWAPO untuk menjadi wakil otentik
dari orang Namibia. Segera, SWAPO dinyatakan sebagai satu-satunya wakil otentik
orang Namibia. Ini menjadi pengamat atau bahkan anggota penuh dalam organisasi
internasional.
Sebagai wadah
kerja sama bangsa Namibia, didirikan oleh kaum nasionalis Namibia pada tahun
1958, guna mengadakan perlawanan terhadap ketidak adilan Afrika Selatan. Pada
bulan Oktober 1966, setelah Mahkamah Internasional menolak permintaan Ethiopia
dan Liberia, agar mengadili politik Apartheid Afrika Selatan di Namibia, SWAPO
memutuskan untuk memulai perjuangan bersenjata, karena jalan damai telah
dianggap sia-sia. Gerilyawan-gerilyawan mulai melancarkan aksi-aksi dari
pangkalan-pangkalan mereka di Zambia, sehingga terjadi bentrokan-bentrokan
bersenjata dengan pasukan-pasukan keamanan Afrika Selatan.
2.3.2
Perjuangan Kemerdekaan Rakyat Namibia
Dibawah SWAPO
Perjuangan rakyat Namibia mendapat dukungan dari
keputusan mahkamah internasional pada 1971 dan resolusi dewan keamanan pada
tahun 1973 sehingga menjadi kuat eksitensinya. Hal itu tampaknya tidak dapat
dipisahkan dari konflik antara PBB dengan Afrika Selatan atas wilayah Namibia.
Pihak SWAPO mendapat pengakuan sebagai wakil rakyat Namibia yang sah, selain
itu juga mendapat dukungan dari presiden Anggola dan izinkan menggunakan
pangkalan-pangkalan diwilayahnya.
Pada
tahun 1975 Konvensi Nasional Namibia dibentuk oleh anggota-anggota SWAPO dan
pemimpin suku-suku yang progresif menjadi fokus perjuangan nasionalis.
Perjuangan Namibia ada dua kubu yakni sayap luar negeri yang menggunakan
perjuangan bersenjata dan sayap dalam negeri yang menggunakan perjuangan politik.
Afrika Selatan
dihadapkan pada tekanan-tekanan dari pihak-pihak PBB dan OAU (Organization Of
African Unity) yang menuntut angkat kaki dari Namibia dan memberikan
kemerdekaannya. Dihadapkan pada seruan Dewan Keamanan PBB pada Desember 1974,
agar menyatakan bersedia mematuhi resolusi-resolusi PBB atas Namibia dan
putusan Mahkamah Internasional 1971 maka,
pada awal tahun 1975 Afrika Selatan menyatakan bersedia memberikan
kemerdekaan kepada Namibia dan mensposori perundingan-perudingan multirasial
antara pejabat-pejabat Namibia dan pemimpin- Batistuan tetapi perundingan tidak
diikuti oleh SWAPO.
Perundingan
dimulai bulan September 1975 di Windhoek dan dikenal sebagai Aliansi Demokrasi
Thunhalle. SWAPO memboikot tetapi Clenes Kapuno (pemimpin suku Herero dan
pemimpin koalisi politik konvensi nasional Namibia pada tahun 1972 yang pernah
berselisih dengan SWAPO). ikut serta
dalam delegasi besar, bersama dengan tujuh delegasi kulit hitam lainnya, satu
delegasi kulit putih dan dua delegasi kulit berwarna yang diketuai oleh Dirk
Mudge. Konferensi menolak menggunakan kekerasan untuk mengubah tertib yang ada
dan memutuskan untuk menentukan hari depan melalui kerjasama. Akan
menghormati dan memperjuangkan keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan
setiap kelompok. ”Mengingat interdependensi kelompok-kelompok penduduk dan
kepentingan-kepentingan seluruh Afrika Barat Daya”, konferensi bermaksud
“menciptakan suatu bentuk pemerintahan yang akan menjamin maksimum hak-hak
suara setiap kelomopok dalam urusannya sendiri maupun nasional dan keadilan
kepada semua”.
Sidang kedua, diadakan pada bulan nopvember 1975
mengangkat empat komisi masing-masing sebelas orang untuk membahas
praktek-praktek diskriminasi rasial. Semua penduduk harus membawa tanda
pengenal berupa seragam, untuk pengendalian imigrasi akan menggantikan
undang-undang pas yang dibenci rakyat kulit hitam dan akan berlaku suatu
rencana pensiun tingkat nasional, gaji minimum dan suatu sistem pendidikan yang
sama untuk semua. Selain itu juga akan didirikannya Universitas Multirasial.
Tugas pokok konstitusi yang di tandatangani pada
sidang keempat pada bulan Mei 1976. Komisi 33 orang membahas kontitusi yang
diajukan oleh Clemens Kapuo pada sidang ketiga menyampaikan laporannya,
konferensi menginginkan kata sepakat sebelum tanggal 31 Agustus 1976, yang
merupakan batas waktu yang diberikan PBB kepada Afrika Selatan untuk
mengumumkan rencana kemerdekaan Namibia. Menjelang berakhirnya batas waktu
itu Konferensi mengumumkan bahwa Namibia akan merdeka 31 Desember 1978 dan akan
segera dibentuk suatu pemerintahan sementara, untuk menyiapkannya pengumuman
itu dimaksudkan untuk menempatkan PBB di depan suatu fait accompli dengan
harapan akan kebutuhan uranium dan bahan-bahan mineral yang strategis lainnya
memaksa Negara-negara barat untuk mengakuinya pula. Akan tetapi perhitungan tersebut
meleset.
Akibat dari berlarut-larutnya perbedaan pendapat antara 157 wakil Turnhalle
kata sepakat atas rancangan konstitusi tidak kunjung datang karena ada dua
kelompok yang saling berselisih yaitu kelompok A H Du Plessiss yang
menggantikan Dirk Mudge sebagai ketuadelegasi kulit putih dan delegasi-delegasi
Ovambo, Kavango dan Kaprivi yang konservatif di satu pihak dan Dirk Mudge
dengan delegasi delegasi Herero, Nama, Rehoboth dan berwarna dilain pihak. Pada pihak
pertama menghendaki suatu penyelesaian jenis Bantustan pemerintah federal tidak
banyak memiliki kekuasaan besar bagi pemerintah sementara.
Rencana penyelesaian Turnhalle dicapi kata-kata sepakat
mengenai garis-garis besar konstitusi, bahwa Namibia akan mempunyai tiga
tingkat pemerintahan yaitu pusat, lokal, dan regional. Dasar kontitusi adalah
kesukuan walaupun negara yang di maksud sebagai negara kesatuan.
Rencana
Turnhalle juga mendapat perlawanan dari SWAPO. Pada tahun 1976 dalam konverensi
internasional di Dakar ketua SWAPO Sam Nujuma menggariskan syarat-syarat SWAPO
untuk berunding yaitu pengakuan Afrika Selatan terhadap hak rakyat Namibiaatas
kemerdekaan, keutuhan wilayah Namibia, kedudukan SWAPO sebagai satu-satunya
wakil sejati rakyat Namibia, penarikan seluruh polisi dan pasukan Afrika
Selatan,pembebasan semua tahanan politik Namibia, repraterasi semua orang-orang
Namibia yang di asingkan. Bahkan SWAPO mengancam akan meningkatkan suatu perang
Gerilya.
Pada periode April 1977 wakil-wakil lima negara barat
yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman Barat dan Kanada mengadakan
pertemuan dengan pemerintah Afrika Selatan. Mereka juga mengunjungi Windhoek
untuk mendengarkan pendapat SWAPO dan organisasi lain baik yang pro maupun yang
kontra dengan Turnhalle. Kelompok itu memperjuangkan dua sasaran pokok yaitu
menyakinkan pemerintah Voster agar melepaskan rencana Turnhalle dan membujuk
agar disetujui dilaksanakannya pemilihan nasional Namibia dibawah pengawasan
PBB sebagai langkah pertama menuju kemerdekaan. Meskipun Afrika Selatan akibat
tekanan-tekanan bangsa barat dan PBB telah memberikan konsesi-konsesi yaitu
membatalkan pembentukan pemerintah sementara 17 orang dari Kompetensi
Turnhalle, namun masih belum basa untuk memecakan sejumlah persoalan yang
diajukan oleh SWAPO.
SWAPO
berpendapat hukum dan tertib tidak dapat dipelihara oleh pasuka-pasukan Afrika
Selatan secara evektif dan bahwa kehadiran mereka akan mencegah kemauan bebas
rakyat Namibia. Karena alasan itulah SWAPO menuntut agar seluruh pasukan Afrika
Selatan ditarik sebelum pemilihan. Selain itu juga menuntut agar PBB tidak
hanya hadir tetapi juga mengawasi pemilihan itu sesuai dengan resolusi-resolusi
dewan keamanan khusnya resolusi Januari 1976.
Usul kompromi negara-negara barat pada tanggal 30 Maret
1978 disampaikan kepada pemerintah Afrika Selatan dan SWAPO, akhirnya
pemerintah Afrika Selatan menerima pada tanggal 25 April 1978 perdana menteri
Voster mengumumkan bahwa pemerintahannya menerimanya. SWAPO juga mendapat
tekanan-tekanan dari negara-negara garis depan untuk menerima kompromi
tersebut. Pada awal April 1978 secara mendesak Sam Nujuma di panggil presiden
Nyerere untuk membicarakannya. Akhirnya SWAPO juga menerima usul tersebut.
Dalam kampanye dewan konstituate Aliansi Deklarasi Turnhalle dan SWAPO akan tampil
menjadi dua partai terpenting. Sesuai rencana yang telah di setujui pada
tanggal 31 Desember 1978 kekuasaan pemerintah akan diserahkan kepada pemerintah
peralihan rakyat, dan Namibia mulai hidup sebagai negara yang merdeka. Sesuai
dengan resolusi dewan keamana PBB No.435 September 1978.
2.3.3
Keadaan Ekonomi, Sosial Budaya Namibia
Namibia
dalam perjalanan menuju Afrika Barat daya (SWA/South West Africa) sejak awal
tahun 1980 an dibebani oleh krisis karena periode musim kering, jatuhnya harga
barang mentah, dan karena ketergantungan kuat dari penguasa kolonial Africa
Selatan. Luas Namibia yaitu 823.168 km2tanpa teluk walfisch sangat
heterogen. Sekitar 1,8 juta penduduk adalah orang Ovambo dengan jumlah setengah
juta merupakan kelompok etnis terkuat. Selanjutnya, Kavango (sekitar 110.000),
Herero (90.000), Damara (89.000), Khu Khun, Caprivan, buschmann,
Rehoboth-Baster, dan Himba sekitar 7% adalah orang kulit putih. Diantaranya
adalah 20.000 keturunan Jerman. Pertambahan
penduduk yang tinggi (3,2%), selain pertumbuhan penduduk (44% penduduk berumur
kurang dari 15 tahun) juga dikarenakan karena arus pengungsi yang datang dari
Angola. Sejak tahun 1978 terlihat arus urbanisasi yang semakin meningkat
(tingkat urbanisasi tahun 1985: 51%), ibu kota Windhuk tunbuh dari 36.000
penduduk tahun 1969 menjadi 105.100 penduduk tahun 1983.
Kekurangan
air di tanah yang kering itu membatasi pembangunan pertanian, industri, dan
pertambangan. Pertambahan pada tahun 1986 sebesar 83% yang dikuasai perusahaan
trans nasional berperan penting dalam ekonomi. Intan, berbagai metal dan uran
diekspor terutama ke Eropa Barat dan Afrika Selatan. Produk pertania di
berbagai padang rumput (semak belukar) yang ekstensif yang mengancam secara
ekologi, penting untuk ekspor (80%-90% dari nilai produksi secara keseluruhan)
terutama untuk kesempatan kerja. Karena penangkapan ikan yang terlalu
berlebihan di laut yang penuh dengan plankton, penangkapan dan industri
perikanan terjebak dalam krisis. Selain itu, Afrika Selatan membangun industri
pengolahan sejenis yang menyainginya.
Masalah pembangunan terbesar adalah apherteid struktural. Meskipun ada
pencabutan beberapa Undang-Undang apherteid (daerah pemukiman, tempat kerja,
merusak keturunan), terus berlangsung ketimpangan etnis dan regional antara
orang kulit hitam dan kulit putih, terutama dalam bidang pelayanan kesehatan,
pendidikan, dan pekerjaan.
Sistim
pendidikan yang terbagi tiga (kulit putih, kulit berwarna, dan kulit hitam).
Dengan syarat merugikan orang kulit hitam menyebabkan setengah kelompok ini
mengalami buta aksara. Pertanian komersil sebagian besar dilakukakan oleh orang
kulit putih yang sekitar 40% potensi tenaga kerja melakukan kegiatan ekonomi
subsitensi. Sementara diantara kulit putih hampi tidak ada pengangguran
sedangkan pengangguran antara kulit berwarna dan kulit hitam sangat nyata,
terutama di bagian sebelah utara negara itu. Sementara 1/5 angkatan kerja
bekerja sebagai buruh pengembara di Afrika Selatan.
2.3.4
Perjanjian Perdamaian
Setelah
prakarsa sekjen PBB Ferez De Cuellar mengadakan perjanjian perdamaian antara
Anggola, Afrika Selatan dan SWAPO pada bulan Desember 1988, Afrika Selatan
merelakan daerah koloni tersebut. Inti dari perjanjian itu dianaranya memuat :
1) Pasukan
Koba yang terdiri 50.000 prajurit yang di tempatkan di Anggola ditarik kembali.
2) Anggola
akan menghentikan pemberian bantuan kepada gerilyawan SWAPO. Sebagai gantinya
Afrika Selatan akan membantu kaum pemberontak di Anggola, dan rela melepaskan
Namibia.
3) Kawasan
daerah perbatasan antara Anggola dan Namibia harus di kosongkan. Gerilyawan
SWAPO harus mundur ke sebelah utara antara 300 km dari tapal batas, begitu juga
serdadu afrika Selatan kearah selatan antara 300km.
Akan tetapi pada kenyataannya kedua belah pihak saling
menuduh telah melakukan penyusupan melanggar daerah perbatasan yang dianggap
sebagai sebab terjadinya pertempuran kembali. Pada waktu itu semua menunggu
datangnya pasukan PBB. Hal itu terjadi tidak lepas dari kepentigan mereka,
terutama bagi Afrika Selatan yang merasa keberatan untuk melepaskan wilayah
namibia. Selain Namibia memilii kekayaan alam juga mempunyai arti penting bagi
Afrika Selatan sebagai tameng untuk membendung pengaruh komunisme. Berdasarkan
hal tersebut kemungkinan yang memancing terjadinya pertempuran adalah inisiatif
Afrika Selatan.
2.3.5
Pemilihan Umum Pertama Rakyat Namibia
Peruangan
rakyat Namibia secara sah di wakili oleh SWAPO walaupun selalu di hadang oleh
Afrika Selatan yang selau mersa berat untuk melepaskan Namibia. Hal ini sampai
pada periode pemilihan umun yang berada dibawah pengawasan PBB, dimana PBB
mengirimkan tim misi pengawasan dengan jumlah tidak kurang dari 7.000 an orang
personil.
Jumlah panduduk Namibia diantara 1,2 juta atau 1,3 juta
jiwa. Dalam pemilihan umum Namibia yang pertama kali akan memilih anggota majelis
konstuate yang beranggotakan 72 orang yang mengemban tugas menyusun
undang-undang dasar sebagai dasar berdirinya negara Namibia Merdeka. Di Namibia
terdiri dari 10 partai tetapi ada dua partai yang terbesar adalah SWAPO yang di
pimpin oleh Samuel Shafiishuna Nujuma dan aliansi Demokratik Turhalle (DTA)
dipimpin oleh Dirk Mudge.
Pemilihan
umum yang pertama ini di menangkan oleh SWAPO dengan memperoleh 41 kursi dan
dan DTA memperoleh 21 kursi, dan 10 kursi di duduki oleh lima partai. SWAPO
tidak dapat menang mutlak ata tidak bisa mencapai dua pertiga suara yang di
perlukan. Tetapi SWAPO berhak menyusun jajaran pemerintahan dan pimpinan SWAPO
menjadi presiden pertama. Hasil pemilihan umum yang berada di bawah pengawasan
PBB, Afrika Selatan tetap berambisi untuk selaueksis di namibia melalui partai
yang di dukungnya seperti DTA kurag berhasil. Dengan demikian Namibia mencapai
suatu kemerdekaan pada tanggal 21 Maret 1990 yang dipilihsebagai hari
kemerdekaanya.
Menurut Moses Katjuonguo pimpinan front patriotik nasional tanggal 21 maret di pilih karena merupakan
tanggal khusus bagi gerakan Apartheid. Pada tanggal itu 30 tahun yang lalu
terjadi pembantaian 69 orang kulit hitam di Sharperville (AFSEL) yang di
perintah oleh orang kulit putih, tanggalitu juga telah di tetapkan PBB sebagai
hari internasional untuk penghapusan Aphartheid. Upacara kemerdekaan Namibia
dihadiri oleh presiden afrika Selatan F W De Klerk, pejabat PBB dan sejumlah
negara Afrika. Sebagai Presidennya adalah Samuel
Shafiishuna Nojuma.
Kemerdekaan
Namibia dapat dicapai oleh rakyat yang di wakili secara sah oleh gerilyawan
yang bergabung dalam SWAPO yang mendapat pengakuan dari PBB dan akhirnya dapat
memimpin kedaulatan negeri sendiri.
1 komentar:
Namibia peroleh kemerdekaan dari Afrika Selatan
Posting Komentar