Pages

Maret 30, 2014

PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA


BAB 2. PEMBAHASAN


2.1    Masa Imperialisme Jerman di Afrika Barat Daya
2.1.1        Letak Geografis
Afrika Barat Daya sebelah barat berbatasan dengan Samudra Atlantik, sebelah timur Bechuana Land, sebelah timur laut rudhesia, sebelah utara Anggola, dan sebelah selatan Afrika Selatan dengan luasnya kira-kira 318.216 mil².
Penduduk bumi putera terdiri dari banyak suku yakni Busman, Damara, Nama, Herero, Ovambo, okavango, dan orang-orang Caprivi. Diantara suku-suku yang terdapat diwilayah Afrika Barat Daya, suku Ovambo adalah suku terbesar jumlahnya hampir seperdua dari jumlah penduduk. Suku yang terdapat di Af rika Barat Daya termasuk suku yang agak maju, tetapi masih tetap hidup dikompleks perumahan suku-suku yang dikelilingi dengan ladang-ladang yang ditanami jagung dan kacang-kacangan dan memelihara ternak. Selain suku tersebut juga terdapat orang-orang kulit putih ialah orang Jerman, orang-orang Barat Daya atau Zudwester semula berasal Afrika Selatan dan orang-orang inggris umumnya sebagai pedagang.

2.1.2        Latar Belakang Imperialisme Jerman di Afrika Barat Daya
Jerman telah datang ke Afrika khususnya wilayah Afrika Barat Daya dengan maksud untuk memperoleh tanah jajaha. Dalam sejarah pembentukan imperium bangsa – bangsa Barat di Afrika, maka para pedagang dan penjelajahlah adalah unsur yang paling berperan. Dimana pada kenyataanya bahwa awalnya para pedagang ini hanya bertujuan untuk mencari keuntungan, sebaliknya para penjelajah pada awalnya hanya mencari dan membuktikan ilmu pengetahuan, tetapi setelah mereka sampai di daerah tujuan,  mereka justru telah tinggal di wilayah tersebut dan bahkan menancapkan bendera bangsanya masing-masing, mengklaim bahwa daerah tersebut dalah daerah kekuasaannya yang seolah-olah telah mereka warisi.
Afrika sesungguhnya juga  mempunyai arti yang penting bagi bangsa –bangsa Barat karena potensi yang sangat strategis khususnya bagi prospek industrialisasi Eropa yang sedang mengalami kemajuan pada abad 19. Salah satu alasan dari Jerman melakukan imperialisasi di daerah Namibia adalah karena potensi kekayaan alamnya seperti tembaga, besi, cadmium, germanium, vanadium, uranium, intan, timah, perak dan seng. Selain itu juga tersedia tenaga kerja yang murah. Berpuluh-puluh juta budak sepanjang sejarah telah diangkut ke Amerika dan Eropa untuk dijadikan tenaga kerja pertambangan, perkebunan dan industri strategis. Selain itu juga karena faktor jumlah penduduknya yang sedikit sudah barang tentu dapat diharapkan menjadi tempat untuk memindahkan penduduk – penduduk Eropa.

2.1.3        Masa Imperialisme Jerman
Afrika Barat Daya (South West Afrika) sebagai daerah jajahan Jerman berlangsung dari tahun 1884 – 1919. Pemerintah berkedudukan di Windhoek. Didaerah sekitar ibu kota tersebut sebelum kedatangan orang-orang kulit putih selalu menjadi daerah rebutan bagi suku Nama dan Herero. Guna melindungi keselamatan pejabat-pejabat Jerman dari serangan suku-suku maka pemerintah menganggap perlu menggunakan tindakan-tindakan militer. Tindakan militer tersebut terutama ditunjukan untuk menjamin tercapainya cita-cita pemerintahan.
Kerja paksa, perampasan harta penduduk pribumi yang sering dilakukan oleh pemerintahan Jerman yang berakibat pada terjadi pemberontakan orang –orang Herero pada tahun 1901-1906. Pemberontakan tersebut dimulai ketika Gubernur Leutwein pergi menuju daerah selatan untuk mengatasi orang – orang Hotentot. Seketika itu orang - orang Herero menyerang dan membunuh pegawai kulit putih. Untuk menghukum orang-orang Herero pemerintah jerman menugaskan jendral Von Troth, seorang Prusia yang tidak kenal rasa belas kasihan untuk menghancurkan kaum pemberontak. Penduduk yang di bunuh di perkirakan mencapai 80.000 orang atau seperempat  atau sepertiga penduduk bumi putera.
Dengan terjadinya pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh pemeerintahan Jerman maka, Maherero kepala suku Herero mengirim surat kepada kepala gubernur yang berisi sebab-sebab sukunya menyerang orang kulit putih. Orang orang Herero menyerang orang-orang kulit putih karena banyak orang orang Herero yang dibunuh oleh orang orang kulit putih terutama pedagang pedagang dengan menggunakan senapan atau mati karena di peenjarakan. Pedagang kulit putih juga melakukan perampasan ternak penduduk dengan alasan mengambil alasan mengambil pembayaran kembali atas uang yang mereka pinjamkan. Akan tetapi mereka bertindak dengan kekerasan mengambil dua atau tiga ternak penduduk untuk pinjaman sebesar satu poundsterling. Akibat pemberontakan pemberontakan itu terdapat perubahan perubahan pada sistem pemerintahan kolonial Jerman, dengan mengurangi kekerasan dan mulai memperhatikan kepentingan rakyat di  tanah jajahannya.

2.2    Afrika Barat Daya Dibawah Uni Afrika Selatan
Sejak tahun 1919 setelah Perang Dunia I, Jerman melepaskan koloni Afrika Barat Daya. Kemudian oleh LBB atau Liga Bangsa Bangsa menunjuk Uni Afrika Selatan sebagai mandataris untuk Afrika Barat Daya. Bekas daerah jajahan Jerman ini dijadikan daerah mandat dengan kategori C, karena tingkat kemajuan penduduknya yang masih sederhana.  Sebagai mandataris, Uni Afrika Selatan di beri hak penuh untuk mengatur daerah mandat tersebut, yang dianggap sebagai bagian yang tidak terpisah dari Uni Afrika Selatan dan di perkenankan untuk menerapkan undang-undang Uni Afrika Selatan di daerah tersebut dan Afrika Selatan dikehendaki untuk membangunkan ekonomi serta keadaan sosial di wilayah tersebut. Dengan demikian daerah koloni itu sudah berada dalam kekuasaan Uni Afrika Selatan.
            Pada tahun 1946 sistem mandat yang diberikan oleh LBB kepada Afrika Selatan  atas nama Namibia diubah menjadi sistem perwalian oleh PBB, akan tetapi Afrika selatan manolak menanandatangani suatu persetujuan perwalian dengan PBB, dengan dalih bahwa PBB tidak berhak mengawasi pemerintahan atas Namibia. Dengan demikian negara tersebut menjadi negara sengketa antara Afrika Selatan dengan PBB.
Penolakan Afrika Selatan pada tahun 1946 untuk menyerahkan Afrika Barat Daya itu menjadi daerah perwalian PBB dan pelaksanaan politik Apherteid disana menyebabkan sidang umum PBB tahun 1966 memutuskan untuk menarik mandat yang diberikan tersebut. daerah yang kini bernama Namibia lalu berada di bawah Dewan PBB untuk Namibia, tetap de facto tetap milik Afrika karena Afrika Selatan menolak putusan PBB tersebut.
Pada tahun 1966 majelis umum PBB menerima resolusi bahwa wilayah Namibia akan diambil alih oleh PBB dari Afrika Selatan dan ditempatkan disuatu dewan yang akan di bentuk. Dewan ini dibentuk deangan nama Dewan Namibia, tetapi Afrika Selatan menolak menyerahkan Namibia kepadanya. Karena bermaksud mempertahankan dan meningkatkannya. Sehubungan dengan itu tidak hanya menentang segala usaha PBB untuk mengambil alih pemerintahan atas wilayah Namibia, tetapi juga menindas gerakan kemerdekaan yang dilancarkan oleh kaumnasionalis Namibia.
Pada pertengahan tahun 1968 Afrika Selatan telah menguasai pertahanan, hubungan luar negeri, kepolisian, pemerintahan rakyat kulit hitam, bea cukai, Imigrasi dan pengangkutan. Tahun berikutnya mengundang South Africa Affair Act yang memberikan kekuasaan kepada Afrika Selatan untuk menguasai pendapatan, perdagangan, industri, pemburuhan, pertambangandan kesehatan. Dengan demikian maka Afrika Barat Daya atau Namibia menjadi profinsi kelima dari Afrika Selatan.
Afrika Selatan dalam menjalankan pemerintahan di Namibia hendak menerapkan polotik Apartheid sperti yang telah dilakukan Ruth First, politik Apartheid juga dilaksanakan secara berangsur-angsur di Afrika Barat Daya. Pada tahun 1964 pemerintah melaksanakan usul-usul yang diajukan oleh komisi ( komisi Odendal), yang dua tahun sebelumnya ditugaskan untuk membatasi aspek-aspek geografis, ekonomis dan politik Apertheid di Afrika Barat Daya. Komisi antara lain mengusulkan pembentukan 10 homeland, 8 diantaranya untuk kulit hitam. Homeland-homeland itu disediakan untuk 39,6%  wilayah bagi kulit hitam dan 44,1% bagi golongan kulit putih dan menurut rencana orang kulit hitam akan di paksa pindah sekitar 28,6%. Dari fakta ini dapar dilihat bagaimana kelompok minoritas yaitu penduduk kulit putih mendapatkan bagian yang lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk kulit hitam.
            Pemerintah Afrika Selatan berhasil membentuk tiga Homeland atau Bantustan lengkap dengan dewan legeslatif dan kabinet yaitu Ovamboland (1968), Kavangoland (1970) dan caprivi (1978). Kepala suku Ovamboland sangat aktif mendukung politik pemerintahan dan penindasan terhadap SWAPO yang mereka lihat sebagai ancaman bagi supremasi lokal. Pada tahun 1973 beberapa ratus anggota SWAPO (organisasi rakyat Afrika Barat Daya) dicambuki di depan umum atas perintah kepala-kepala suku karena adanya boikot terhadap pemerintah lokal yang dilakukan oleh SWAPO.
Pada masa pemilihan yang dikawal ketat pada tahu 1975 oleh polisi dantentara sekitar 55% pemilih memberikan suaranya yang merupakan suatu pukulan bagi politik SWAPO. Akan tetapi PBB, atas permintaan dewan keamanan  pada bulan juni 1971 mahkamah internasional mengeluarkan suatu keputusan yang menetapkan kehadiran Afrika Selatan di Namibia tidak sah dan bagi negara untuk menarik pemerintahannya serta mengakhiri pendudukannya. Namun respon yang diberikan oleh pihak Afrika Selatan berupa menindak demostran-demonstran yang dilancarkan di Namibia.
Pada 2 Februari 1972 dewan keamanan menugaskan sekjen PBB Kurt Waldheim untuk menghubungi pihak-pihak yang bersangkutan dan mengusahakan agar rakyat Namibia dapat melaksanakan haknya atas penentuan diri dan kemerdekaan, akan tetapi tidak berhasil. Pada tanggal 11 Desember 1973 dewan keamanan memutuskan untuk menghentikan kontak-kontak serupa dan tidak lama kemudian mengeluarkan resolusi yang mengakui SWAPO sebagai “ Otentik Rakyat Namibia” dan mengangkat Sean Macbride sebagai komisaris tinggi untuk Namibia.



2.3    Proses Perjuangan Bangsa Namibia Dalam Meraih Kemerdekaan
2.3.1        Gerakan Nasional Masyarakat Namibia
a.     OPC (Ovamboland People's Congress)
Pada tahun 1957, beberapa pekerja Namibia di Cape Town membentuk Ovamboland People's Congress (OPC). Pemimpin dan penyelenggara utama kongres adalah Andimba Toivo ya Toivo. Ia bekerja sebagai penambang emas dan seorang pekerja kereta api sementara di Afrika Selatan.
OPC berkampanye atas nama para pekerja migran Namibia. Hal ini memiliki hubungan erat dengan ANC dan juga menerima dukungan dari komunis dan liberal. Toivo ya Toivo mampu mengirim pesan ditempel PBB menginformasikan badan internasional tentang kondisi hidup dan kerja dari para pekerja migran. Rezim Afrika Selatan menanggapi dengan mendeportasi dia kembali ke Namibia, di mana ia melanjutkan kegiatan politiknya.
b.    OPO (Ovamboland People’s Organization)
Pada tahun 1959, Ovamboland People’s Organization (OPO), pendahulu SWAPO dibentuk di Namibia. Meskipun namanya, itu berjuang untuk rakyat seluruh Namibia. Akibatnya, itu adalah OPC itu sendiri yang didirikan di dalam Namibia. Presiden pertama OPO itu Sam Nujoma. OPO ini berkampanye di kalangan pekerja kontrak dan mendirikan cabang di kota-kota, pabrik, tambang dan tempat-tempat lain di seluruh Namibia.
Namun, dalam waktu singkat, para pemimpin OPO menyadari bahwa perdagangan aktivisme serikat tidak cukup untuk membebaskan Namibians dari penindasan Afrika Selatan. Sebuah perubahan politik secara keseluruhan, dengan kata lain, kemerdekaan dari Afrika Selatan, dibutuhkan. Oleh karena itu, mereka bergabung dengan beberapa kelompok yang berpikiran sama untuk membentuk South West Africa People's Organization (SWAPO) pada tanggal 19 April 1960, dengan Nujoma sebagai presiden pertama.
c.     SWASB
South West Africa Student Body (SWASB) dimulai oleh mahasiswa Namibia kembali dari studi mereka di Afrika Selatan.
d.      SWAPA
South West Africa Progressive Association (SWAPA) sebagian besar sebuah organisasi budaya yang menerbitkan surat kabar orang-orang kulit hitam pertama di Namibia, South West Berita. Selanjutnya, pada tahun 1959, SWAPA melahirkan apa yang dapat disebut sebagai partai politik pertama di Namibia, South West Africa National Union (SWANU). Partai ini adalah organisasi radikal sangat menganjurkan kemerdekaan.
Namun, SWANU tidak begitu populer atau luas sebagai SWAPO. Berbasis di Windhoek, keanggotaannya tidak pernah mencapai lebih dari beberapa ratus. Ketika SWAPO melancarkan perjuangan bersenjata mereka pada tahun 1966, SWANU kehilangan banyak anggotanya dan menjadi politis tidak signifikan, meskipun partai tersebut masih aktif di Namibia.
e.     SWAPO
Setelah 1966, perjuangan kemerdekaan Namibia dipimpin oleh South West Africa People's Organization (SWAPO). Pada awal tahun 1970, Majelis Umum PBB menyatakan SWAPO untuk menjadi wakil otentik dari orang Namibia. Segera, SWAPO dinyatakan sebagai satu-satunya wakil otentik orang Namibia. Ini menjadi pengamat atau bahkan anggota penuh dalam organisasi internasional.
 Sebagai wadah kerja sama bangsa Namibia, didirikan oleh kaum nasionalis Namibia pada tahun 1958, guna mengadakan perlawanan terhadap ketidak adilan Afrika Selatan. Pada bulan Oktober 1966, setelah Mahkamah Internasional menolak permintaan Ethiopia dan Liberia, agar mengadili politik Apartheid Afrika Selatan di Namibia, SWAPO memutuskan untuk memulai perjuangan bersenjata, karena jalan damai telah dianggap sia-sia. Gerilyawan-gerilyawan mulai melancarkan aksi-aksi dari pangkalan-pangkalan mereka di Zambia, sehingga terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata dengan pasukan-pasukan keamanan Afrika Selatan.



2.3.2        Perjuangan Kemerdekaan Rakyat Namibia Dibawah SWAPO
            Perjuangan rakyat Namibia mendapat dukungan dari keputusan mahkamah internasional pada 1971 dan resolusi dewan keamanan pada tahun 1973 sehingga menjadi kuat eksitensinya. Hal itu tampaknya tidak dapat dipisahkan dari konflik antara PBB dengan Afrika Selatan atas wilayah Namibia. Pihak SWAPO mendapat pengakuan sebagai wakil rakyat Namibia yang sah, selain itu juga mendapat dukungan dari presiden Anggola dan izinkan menggunakan pangkalan-pangkalan diwilayahnya. 
Pada tahun 1975 Konvensi Nasional Namibia dibentuk oleh anggota-anggota SWAPO dan pemimpin suku-suku yang progresif menjadi fokus perjuangan nasionalis. Perjuangan Namibia ada dua kubu yakni sayap luar negeri yang menggunakan perjuangan bersenjata dan sayap dalam negeri yang menggunakan perjuangan politik.
                Afrika Selatan dihadapkan pada tekanan-tekanan dari pihak-pihak PBB dan OAU (Organization Of African Unity) yang menuntut angkat kaki dari Namibia dan memberikan kemerdekaannya. Dihadapkan pada seruan Dewan Keamanan PBB pada Desember 1974, agar menyatakan bersedia mematuhi resolusi-resolusi PBB atas Namibia dan putusan Mahkamah Internasional 1971 maka,  pada awal tahun 1975 Afrika Selatan menyatakan bersedia memberikan kemerdekaan kepada Namibia dan mensposori perundingan-perudingan multirasial antara pejabat-pejabat Namibia dan pemimpin- Batistuan tetapi perundingan tidak diikuti oleh SWAPO.
Perundingan dimulai bulan September 1975 di Windhoek dan dikenal sebagai Aliansi Demokrasi Thunhalle. SWAPO memboikot tetapi Clenes Kapuno (pemimpin suku Herero dan pemimpin koalisi politik konvensi nasional Namibia pada tahun 1972 yang pernah berselisih dengan SWAPO).  ikut serta dalam delegasi besar, bersama dengan tujuh delegasi kulit hitam lainnya, satu delegasi kulit putih dan dua delegasi kulit berwarna yang diketuai oleh Dirk Mudge. Konferensi menolak menggunakan kekerasan untuk mengubah tertib yang ada dan memutuskan untuk menentukan hari depan melalui kerjasama. Akan menghormati dan memperjuangkan keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan setiap kelompok. ”Mengingat interdependensi kelompok-kelompok penduduk dan kepentingan-kepentingan seluruh Afrika Barat Daya”, konferensi bermaksud “menciptakan suatu bentuk pemerintahan yang akan menjamin maksimum hak-hak suara setiap kelomopok dalam urusannya sendiri maupun nasional dan keadilan kepada semua”.
            Sidang kedua, diadakan pada bulan nopvember 1975 mengangkat empat komisi masing-masing sebelas orang untuk membahas praktek-praktek diskriminasi rasial. Semua penduduk harus membawa tanda pengenal berupa seragam, untuk pengendalian imigrasi akan menggantikan undang-undang pas yang dibenci rakyat kulit hitam dan akan berlaku suatu rencana pensiun tingkat nasional, gaji minimum dan suatu sistem pendidikan yang sama untuk semua. Selain itu juga akan didirikannya Universitas Multirasial.
Tugas pokok konstitusi yang di tandatangani pada sidang keempat pada bulan Mei 1976. Komisi 33 orang membahas kontitusi yang diajukan oleh Clemens Kapuo pada sidang ketiga menyampaikan laporannya, konferensi menginginkan kata sepakat sebelum tanggal 31 Agustus 1976, yang merupakan batas waktu yang diberikan PBB kepada Afrika Selatan untuk mengumumkan rencana kemerdekaan Namibia. Menjelang berakhirnya batas waktu itu Konferensi mengumumkan bahwa Namibia akan merdeka 31 Desember 1978 dan akan segera dibentuk suatu pemerintahan sementara, untuk menyiapkannya pengumuman itu dimaksudkan untuk menempatkan PBB di depan suatu fait accompli dengan harapan akan kebutuhan uranium dan bahan-bahan mineral yang strategis lainnya memaksa Negara-negara barat untuk mengakuinya pula. Akan tetapi perhitungan tersebut meleset. Akibat dari berlarut-larutnya perbedaan pendapat antara 157 wakil Turnhalle kata sepakat atas rancangan konstitusi tidak kunjung datang karena ada dua kelompok yang saling berselisih yaitu kelompok A H Du Plessiss yang menggantikan Dirk Mudge sebagai ketuadelegasi kulit putih dan delegasi-delegasi Ovambo, Kavango dan Kaprivi yang konservatif di satu pihak dan Dirk Mudge dengan delegasi delegasi Herero, Nama, Rehoboth dan berwarna dilain pihak. Pada pihak pertama menghendaki suatu penyelesaian jenis Bantustan pemerintah federal tidak banyak memiliki kekuasaan besar bagi pemerintah sementara.
            Rencana penyelesaian Turnhalle dicapi kata-kata sepakat mengenai garis-garis besar konstitusi, bahwa Namibia akan mempunyai tiga tingkat pemerintahan yaitu pusat, lokal, dan regional. Dasar kontitusi adalah kesukuan walaupun negara yang di maksud sebagai negara kesatuan.
Rencana Turnhalle juga mendapat perlawanan dari SWAPO. Pada tahun 1976 dalam konverensi internasional di Dakar ketua SWAPO Sam Nujuma menggariskan syarat-syarat SWAPO untuk berunding yaitu pengakuan Afrika Selatan terhadap hak rakyat Namibiaatas kemerdekaan, keutuhan wilayah Namibia, kedudukan SWAPO sebagai satu-satunya wakil sejati rakyat Namibia, penarikan seluruh polisi dan pasukan Afrika Selatan,pembebasan semua tahanan politik Namibia, repraterasi semua orang-orang Namibia yang di asingkan. Bahkan SWAPO mengancam akan meningkatkan suatu perang Gerilya.
            Pada periode April 1977 wakil-wakil lima negara barat yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman Barat dan Kanada mengadakan pertemuan dengan pemerintah Afrika Selatan. Mereka juga mengunjungi Windhoek untuk mendengarkan pendapat SWAPO dan organisasi lain baik yang pro maupun yang kontra dengan Turnhalle. Kelompok itu memperjuangkan dua sasaran pokok yaitu menyakinkan pemerintah Voster agar melepaskan rencana Turnhalle dan membujuk agar disetujui dilaksanakannya pemilihan nasional Namibia dibawah pengawasan PBB sebagai langkah pertama menuju kemerdekaan. Meskipun Afrika Selatan akibat tekanan-tekanan bangsa barat dan PBB telah memberikan konsesi-konsesi yaitu membatalkan pembentukan pemerintah sementara 17 orang dari Kompetensi Turnhalle, namun masih belum basa untuk memecakan sejumlah persoalan yang diajukan oleh SWAPO.
SWAPO berpendapat hukum dan tertib tidak dapat dipelihara oleh pasuka-pasukan Afrika Selatan secara evektif dan bahwa kehadiran mereka akan mencegah kemauan bebas rakyat Namibia. Karena alasan itulah SWAPO menuntut agar seluruh pasukan Afrika Selatan ditarik sebelum pemilihan. Selain itu juga menuntut agar PBB tidak hanya hadir tetapi juga mengawasi pemilihan itu sesuai dengan resolusi-resolusi dewan keamanan khusnya resolusi Januari 1976.
            Usul kompromi negara-negara barat pada tanggal 30 Maret 1978 disampaikan kepada pemerintah Afrika Selatan dan SWAPO, akhirnya pemerintah Afrika Selatan menerima pada tanggal 25 April 1978 perdana menteri Voster mengumumkan bahwa pemerintahannya menerimanya. SWAPO juga mendapat tekanan-tekanan dari negara-negara garis depan untuk menerima kompromi tersebut. Pada awal April 1978 secara mendesak Sam Nujuma di panggil presiden Nyerere untuk membicarakannya. Akhirnya SWAPO juga menerima usul tersebut. Dalam kampanye dewan konstituate Aliansi Deklarasi Turnhalle dan SWAPO akan tampil menjadi dua partai terpenting. Sesuai rencana yang telah di setujui pada tanggal 31 Desember 1978 kekuasaan pemerintah akan diserahkan kepada pemerintah peralihan rakyat, dan Namibia mulai hidup sebagai negara yang merdeka. Sesuai dengan resolusi dewan keamana PBB No.435 September 1978.

2.3.3        Keadaan Ekonomi, Sosial Budaya Namibia
Namibia dalam perjalanan menuju Afrika Barat daya (SWA/South West Africa) sejak awal tahun 1980 an dibebani oleh krisis karena periode musim kering, jatuhnya harga barang mentah, dan karena ketergantungan kuat dari penguasa kolonial Africa Selatan. Luas Namibia yaitu 823.168 km2tanpa teluk walfisch sangat heterogen. Sekitar 1,8 juta penduduk adalah orang Ovambo dengan jumlah setengah juta merupakan kelompok etnis terkuat. Selanjutnya, Kavango (sekitar 110.000), Herero (90.000), Damara (89.000), Khu Khun, Caprivan, buschmann, Rehoboth-Baster, dan Himba sekitar 7% adalah orang kulit putih. Diantaranya adalah 20.000 keturunan Jerman.  Pertambahan penduduk yang tinggi (3,2%), selain pertumbuhan penduduk (44% penduduk berumur kurang dari 15 tahun) juga dikarenakan karena arus pengungsi yang datang dari Angola. Sejak tahun 1978 terlihat arus urbanisasi yang semakin meningkat (tingkat urbanisasi tahun 1985: 51%), ibu kota Windhuk tunbuh dari 36.000 penduduk tahun 1969 menjadi 105.100 penduduk tahun 1983. 
Kekurangan air di tanah yang kering itu membatasi pembangunan pertanian, industri, dan pertambangan. Pertambahan pada tahun 1986 sebesar 83% yang dikuasai perusahaan trans nasional berperan penting dalam ekonomi. Intan, berbagai metal dan uran diekspor terutama ke Eropa Barat dan Afrika Selatan. Produk pertania di berbagai padang rumput (semak belukar) yang ekstensif yang mengancam secara ekologi, penting untuk ekspor (80%-90% dari nilai produksi secara keseluruhan) terutama untuk kesempatan kerja. Karena penangkapan ikan yang terlalu berlebihan di laut yang penuh dengan plankton, penangkapan dan industri perikanan terjebak dalam krisis. Selain itu, Afrika Selatan membangun industri pengolahan sejenis  yang menyainginya. Masalah pembangunan terbesar adalah apherteid struktural. Meskipun ada pencabutan beberapa Undang-Undang apherteid (daerah pemukiman, tempat kerja, merusak keturunan), terus berlangsung ketimpangan etnis dan regional antara orang kulit hitam dan kulit putih, terutama dalam bidang pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan.
Sistim pendidikan yang terbagi tiga (kulit putih, kulit berwarna, dan kulit hitam). Dengan syarat merugikan orang kulit hitam menyebabkan setengah kelompok ini mengalami buta aksara. Pertanian komersil sebagian besar dilakukakan oleh orang kulit putih yang sekitar 40% potensi tenaga kerja melakukan kegiatan ekonomi subsitensi. Sementara diantara kulit putih hampi tidak ada pengangguran sedangkan pengangguran antara kulit berwarna dan kulit hitam sangat nyata, terutama di bagian sebelah utara negara itu. Sementara 1/5 angkatan kerja bekerja sebagai buruh pengembara di Afrika Selatan.

2.3.4        Perjanjian Perdamaian
Setelah prakarsa sekjen PBB Ferez De Cuellar mengadakan perjanjian perdamaian antara Anggola, Afrika Selatan dan SWAPO pada bulan Desember 1988, Afrika Selatan merelakan daerah koloni tersebut. Inti dari perjanjian itu dianaranya memuat :
1)      Pasukan Koba yang terdiri 50.000 prajurit yang di tempatkan di Anggola ditarik kembali.
2)      Anggola akan menghentikan pemberian bantuan kepada gerilyawan SWAPO. Sebagai gantinya Afrika Selatan akan membantu kaum pemberontak di Anggola, dan rela melepaskan Namibia.
3)      Kawasan daerah perbatasan antara Anggola dan Namibia harus di kosongkan. Gerilyawan SWAPO harus mundur ke sebelah utara antara 300 km dari tapal batas, begitu juga serdadu afrika Selatan kearah selatan antara 300km.
            Akan tetapi pada kenyataannya kedua belah pihak saling menuduh telah melakukan penyusupan melanggar daerah perbatasan yang dianggap sebagai sebab terjadinya pertempuran kembali. Pada waktu itu semua menunggu datangnya pasukan PBB. Hal itu terjadi tidak lepas dari kepentigan mereka, terutama bagi Afrika Selatan yang merasa keberatan untuk melepaskan wilayah namibia. Selain Namibia memilii kekayaan alam juga mempunyai arti penting bagi Afrika Selatan sebagai tameng untuk membendung pengaruh komunisme. Berdasarkan hal tersebut kemungkinan yang memancing terjadinya pertempuran adalah inisiatif Afrika Selatan.

2.3.5        Pemilihan Umum Pertama Rakyat Namibia
Peruangan rakyat Namibia secara sah di wakili oleh SWAPO walaupun selalu di hadang oleh Afrika Selatan yang selau mersa berat untuk melepaskan Namibia. Hal ini sampai pada periode pemilihan umun yang berada dibawah pengawasan PBB, dimana PBB mengirimkan tim misi pengawasan dengan jumlah tidak kurang dari 7.000 an orang personil.
            Jumlah panduduk Namibia diantara 1,2 juta atau 1,3 juta jiwa. Dalam pemilihan umum Namibia yang pertama kali akan memilih anggota majelis konstuate yang beranggotakan 72 orang yang mengemban tugas menyusun undang-undang dasar sebagai dasar berdirinya negara Namibia Merdeka. Di Namibia terdiri dari 10 partai tetapi ada dua partai yang terbesar adalah SWAPO yang di pimpin oleh Samuel Shafiishuna Nujuma dan aliansi Demokratik Turhalle (DTA) dipimpin oleh Dirk Mudge.
Pemilihan umum yang pertama ini di menangkan oleh SWAPO dengan memperoleh 41 kursi dan dan DTA memperoleh 21 kursi, dan 10 kursi di duduki oleh lima partai. SWAPO tidak dapat menang mutlak ata tidak bisa mencapai dua pertiga suara yang di perlukan. Tetapi SWAPO berhak menyusun jajaran pemerintahan dan pimpinan SWAPO menjadi presiden pertama. Hasil pemilihan umum yang berada di bawah pengawasan PBB, Afrika Selatan tetap berambisi untuk selaueksis di namibia melalui partai yang di dukungnya seperti DTA kurag berhasil. Dengan demikian Namibia mencapai suatu kemerdekaan pada tanggal 21 Maret 1990 yang dipilihsebagai hari kemerdekaanya.
            Menurut Moses Katjuonguo pimpinan front patriotik nasional tanggal 21 maret di pilih karena merupakan tanggal khusus bagi gerakan Apartheid. Pada tanggal itu 30 tahun yang lalu terjadi pembantaian 69 orang kulit hitam di Sharperville (AFSEL) yang di perintah oleh orang kulit putih, tanggalitu juga telah di tetapkan PBB sebagai hari internasional untuk penghapusan Aphartheid. Upacara kemerdekaan Namibia dihadiri oleh presiden afrika Selatan F W De Klerk, pejabat PBB dan sejumlah negara Afrika. Sebagai Presidennya adalah Samuel Shafiishuna Nojuma.
Kemerdekaan Namibia dapat dicapai oleh rakyat yang di wakili secara sah oleh gerilyawan yang bergabung dalam SWAPO yang mendapat pengakuan dari PBB dan akhirnya dapat memimpin kedaulatan negeri sendiri. 

1 komentar:

BELAJAR BAHASA mengatakan...

Namibia peroleh kemerdekaan dari Afrika Selatan

PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA


BAB 2. PEMBAHASAN


2.1    Masa Imperialisme Jerman di Afrika Barat Daya
2.1.1        Letak Geografis
Afrika Barat Daya sebelah barat berbatasan dengan Samudra Atlantik, sebelah timur Bechuana Land, sebelah timur laut rudhesia, sebelah utara Anggola, dan sebelah selatan Afrika Selatan dengan luasnya kira-kira 318.216 mil².
Penduduk bumi putera terdiri dari banyak suku yakni Busman, Damara, Nama, Herero, Ovambo, okavango, dan orang-orang Caprivi. Diantara suku-suku yang terdapat diwilayah Afrika Barat Daya, suku Ovambo adalah suku terbesar jumlahnya hampir seperdua dari jumlah penduduk. Suku yang terdapat di Af rika Barat Daya termasuk suku yang agak maju, tetapi masih tetap hidup dikompleks perumahan suku-suku yang dikelilingi dengan ladang-ladang yang ditanami jagung dan kacang-kacangan dan memelihara ternak. Selain suku tersebut juga terdapat orang-orang kulit putih ialah orang Jerman, orang-orang Barat Daya atau Zudwester semula berasal Afrika Selatan dan orang-orang inggris umumnya sebagai pedagang.

2.1.2        Latar Belakang Imperialisme Jerman di Afrika Barat Daya
Jerman telah datang ke Afrika khususnya wilayah Afrika Barat Daya dengan maksud untuk memperoleh tanah jajaha. Dalam sejarah pembentukan imperium bangsa – bangsa Barat di Afrika, maka para pedagang dan penjelajahlah adalah unsur yang paling berperan. Dimana pada kenyataanya bahwa awalnya para pedagang ini hanya bertujuan untuk mencari keuntungan, sebaliknya para penjelajah pada awalnya hanya mencari dan membuktikan ilmu pengetahuan, tetapi setelah mereka sampai di daerah tujuan,  mereka justru telah tinggal di wilayah tersebut dan bahkan menancapkan bendera bangsanya masing-masing, mengklaim bahwa daerah tersebut dalah daerah kekuasaannya yang seolah-olah telah mereka warisi.
Afrika sesungguhnya juga  mempunyai arti yang penting bagi bangsa –bangsa Barat karena potensi yang sangat strategis khususnya bagi prospek industrialisasi Eropa yang sedang mengalami kemajuan pada abad 19. Salah satu alasan dari Jerman melakukan imperialisasi di daerah Namibia adalah karena potensi kekayaan alamnya seperti tembaga, besi, cadmium, germanium, vanadium, uranium, intan, timah, perak dan seng. Selain itu juga tersedia tenaga kerja yang murah. Berpuluh-puluh juta budak sepanjang sejarah telah diangkut ke Amerika dan Eropa untuk dijadikan tenaga kerja pertambangan, perkebunan dan industri strategis. Selain itu juga karena faktor jumlah penduduknya yang sedikit sudah barang tentu dapat diharapkan menjadi tempat untuk memindahkan penduduk – penduduk Eropa.

2.1.3        Masa Imperialisme Jerman
Afrika Barat Daya (South West Afrika) sebagai daerah jajahan Jerman berlangsung dari tahun 1884 – 1919. Pemerintah berkedudukan di Windhoek. Didaerah sekitar ibu kota tersebut sebelum kedatangan orang-orang kulit putih selalu menjadi daerah rebutan bagi suku Nama dan Herero. Guna melindungi keselamatan pejabat-pejabat Jerman dari serangan suku-suku maka pemerintah menganggap perlu menggunakan tindakan-tindakan militer. Tindakan militer tersebut terutama ditunjukan untuk menjamin tercapainya cita-cita pemerintahan.
Kerja paksa, perampasan harta penduduk pribumi yang sering dilakukan oleh pemerintahan Jerman yang berakibat pada terjadi pemberontakan orang –orang Herero pada tahun 1901-1906. Pemberontakan tersebut dimulai ketika Gubernur Leutwein pergi menuju daerah selatan untuk mengatasi orang – orang Hotentot. Seketika itu orang - orang Herero menyerang dan membunuh pegawai kulit putih. Untuk menghukum orang-orang Herero pemerintah jerman menugaskan jendral Von Troth, seorang Prusia yang tidak kenal rasa belas kasihan untuk menghancurkan kaum pemberontak. Penduduk yang di bunuh di perkirakan mencapai 80.000 orang atau seperempat  atau sepertiga penduduk bumi putera.
Dengan terjadinya pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh pemeerintahan Jerman maka, Maherero kepala suku Herero mengirim surat kepada kepala gubernur yang berisi sebab-sebab sukunya menyerang orang kulit putih. Orang orang Herero menyerang orang-orang kulit putih karena banyak orang orang Herero yang dibunuh oleh orang orang kulit putih terutama pedagang pedagang dengan menggunakan senapan atau mati karena di peenjarakan. Pedagang kulit putih juga melakukan perampasan ternak penduduk dengan alasan mengambil alasan mengambil pembayaran kembali atas uang yang mereka pinjamkan. Akan tetapi mereka bertindak dengan kekerasan mengambil dua atau tiga ternak penduduk untuk pinjaman sebesar satu poundsterling. Akibat pemberontakan pemberontakan itu terdapat perubahan perubahan pada sistem pemerintahan kolonial Jerman, dengan mengurangi kekerasan dan mulai memperhatikan kepentingan rakyat di  tanah jajahannya.

2.2    Afrika Barat Daya Dibawah Uni Afrika Selatan
Sejak tahun 1919 setelah Perang Dunia I, Jerman melepaskan koloni Afrika Barat Daya. Kemudian oleh LBB atau Liga Bangsa Bangsa menunjuk Uni Afrika Selatan sebagai mandataris untuk Afrika Barat Daya. Bekas daerah jajahan Jerman ini dijadikan daerah mandat dengan kategori C, karena tingkat kemajuan penduduknya yang masih sederhana.  Sebagai mandataris, Uni Afrika Selatan di beri hak penuh untuk mengatur daerah mandat tersebut, yang dianggap sebagai bagian yang tidak terpisah dari Uni Afrika Selatan dan di perkenankan untuk menerapkan undang-undang Uni Afrika Selatan di daerah tersebut dan Afrika Selatan dikehendaki untuk membangunkan ekonomi serta keadaan sosial di wilayah tersebut. Dengan demikian daerah koloni itu sudah berada dalam kekuasaan Uni Afrika Selatan.
            Pada tahun 1946 sistem mandat yang diberikan oleh LBB kepada Afrika Selatan  atas nama Namibia diubah menjadi sistem perwalian oleh PBB, akan tetapi Afrika selatan manolak menanandatangani suatu persetujuan perwalian dengan PBB, dengan dalih bahwa PBB tidak berhak mengawasi pemerintahan atas Namibia. Dengan demikian negara tersebut menjadi negara sengketa antara Afrika Selatan dengan PBB.
Penolakan Afrika Selatan pada tahun 1946 untuk menyerahkan Afrika Barat Daya itu menjadi daerah perwalian PBB dan pelaksanaan politik Apherteid disana menyebabkan sidang umum PBB tahun 1966 memutuskan untuk menarik mandat yang diberikan tersebut. daerah yang kini bernama Namibia lalu berada di bawah Dewan PBB untuk Namibia, tetap de facto tetap milik Afrika karena Afrika Selatan menolak putusan PBB tersebut.
Pada tahun 1966 majelis umum PBB menerima resolusi bahwa wilayah Namibia akan diambil alih oleh PBB dari Afrika Selatan dan ditempatkan disuatu dewan yang akan di bentuk. Dewan ini dibentuk deangan nama Dewan Namibia, tetapi Afrika Selatan menolak menyerahkan Namibia kepadanya. Karena bermaksud mempertahankan dan meningkatkannya. Sehubungan dengan itu tidak hanya menentang segala usaha PBB untuk mengambil alih pemerintahan atas wilayah Namibia, tetapi juga menindas gerakan kemerdekaan yang dilancarkan oleh kaumnasionalis Namibia.
Pada pertengahan tahun 1968 Afrika Selatan telah menguasai pertahanan, hubungan luar negeri, kepolisian, pemerintahan rakyat kulit hitam, bea cukai, Imigrasi dan pengangkutan. Tahun berikutnya mengundang South Africa Affair Act yang memberikan kekuasaan kepada Afrika Selatan untuk menguasai pendapatan, perdagangan, industri, pemburuhan, pertambangandan kesehatan. Dengan demikian maka Afrika Barat Daya atau Namibia menjadi profinsi kelima dari Afrika Selatan.
Afrika Selatan dalam menjalankan pemerintahan di Namibia hendak menerapkan polotik Apartheid sperti yang telah dilakukan Ruth First, politik Apartheid juga dilaksanakan secara berangsur-angsur di Afrika Barat Daya. Pada tahun 1964 pemerintah melaksanakan usul-usul yang diajukan oleh komisi ( komisi Odendal), yang dua tahun sebelumnya ditugaskan untuk membatasi aspek-aspek geografis, ekonomis dan politik Apertheid di Afrika Barat Daya. Komisi antara lain mengusulkan pembentukan 10 homeland, 8 diantaranya untuk kulit hitam. Homeland-homeland itu disediakan untuk 39,6%  wilayah bagi kulit hitam dan 44,1% bagi golongan kulit putih dan menurut rencana orang kulit hitam akan di paksa pindah sekitar 28,6%. Dari fakta ini dapar dilihat bagaimana kelompok minoritas yaitu penduduk kulit putih mendapatkan bagian yang lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk kulit hitam.
            Pemerintah Afrika Selatan berhasil membentuk tiga Homeland atau Bantustan lengkap dengan dewan legeslatif dan kabinet yaitu Ovamboland (1968), Kavangoland (1970) dan caprivi (1978). Kepala suku Ovamboland sangat aktif mendukung politik pemerintahan dan penindasan terhadap SWAPO yang mereka lihat sebagai ancaman bagi supremasi lokal. Pada tahun 1973 beberapa ratus anggota SWAPO (organisasi rakyat Afrika Barat Daya) dicambuki di depan umum atas perintah kepala-kepala suku karena adanya boikot terhadap pemerintah lokal yang dilakukan oleh SWAPO.
Pada masa pemilihan yang dikawal ketat pada tahu 1975 oleh polisi dantentara sekitar 55% pemilih memberikan suaranya yang merupakan suatu pukulan bagi politik SWAPO. Akan tetapi PBB, atas permintaan dewan keamanan  pada bulan juni 1971 mahkamah internasional mengeluarkan suatu keputusan yang menetapkan kehadiran Afrika Selatan di Namibia tidak sah dan bagi negara untuk menarik pemerintahannya serta mengakhiri pendudukannya. Namun respon yang diberikan oleh pihak Afrika Selatan berupa menindak demostran-demonstran yang dilancarkan di Namibia.
Pada 2 Februari 1972 dewan keamanan menugaskan sekjen PBB Kurt Waldheim untuk menghubungi pihak-pihak yang bersangkutan dan mengusahakan agar rakyat Namibia dapat melaksanakan haknya atas penentuan diri dan kemerdekaan, akan tetapi tidak berhasil. Pada tanggal 11 Desember 1973 dewan keamanan memutuskan untuk menghentikan kontak-kontak serupa dan tidak lama kemudian mengeluarkan resolusi yang mengakui SWAPO sebagai “ Otentik Rakyat Namibia” dan mengangkat Sean Macbride sebagai komisaris tinggi untuk Namibia.



2.3    Proses Perjuangan Bangsa Namibia Dalam Meraih Kemerdekaan
2.3.1        Gerakan Nasional Masyarakat Namibia
a.     OPC (Ovamboland People's Congress)
Pada tahun 1957, beberapa pekerja Namibia di Cape Town membentuk Ovamboland People's Congress (OPC). Pemimpin dan penyelenggara utama kongres adalah Andimba Toivo ya Toivo. Ia bekerja sebagai penambang emas dan seorang pekerja kereta api sementara di Afrika Selatan.
OPC berkampanye atas nama para pekerja migran Namibia. Hal ini memiliki hubungan erat dengan ANC dan juga menerima dukungan dari komunis dan liberal. Toivo ya Toivo mampu mengirim pesan ditempel PBB menginformasikan badan internasional tentang kondisi hidup dan kerja dari para pekerja migran. Rezim Afrika Selatan menanggapi dengan mendeportasi dia kembali ke Namibia, di mana ia melanjutkan kegiatan politiknya.
b.    OPO (Ovamboland People’s Organization)
Pada tahun 1959, Ovamboland People’s Organization (OPO), pendahulu SWAPO dibentuk di Namibia. Meskipun namanya, itu berjuang untuk rakyat seluruh Namibia. Akibatnya, itu adalah OPC itu sendiri yang didirikan di dalam Namibia. Presiden pertama OPO itu Sam Nujoma. OPO ini berkampanye di kalangan pekerja kontrak dan mendirikan cabang di kota-kota, pabrik, tambang dan tempat-tempat lain di seluruh Namibia.
Namun, dalam waktu singkat, para pemimpin OPO menyadari bahwa perdagangan aktivisme serikat tidak cukup untuk membebaskan Namibians dari penindasan Afrika Selatan. Sebuah perubahan politik secara keseluruhan, dengan kata lain, kemerdekaan dari Afrika Selatan, dibutuhkan. Oleh karena itu, mereka bergabung dengan beberapa kelompok yang berpikiran sama untuk membentuk South West Africa People's Organization (SWAPO) pada tanggal 19 April 1960, dengan Nujoma sebagai presiden pertama.
c.     SWASB
South West Africa Student Body (SWASB) dimulai oleh mahasiswa Namibia kembali dari studi mereka di Afrika Selatan.
d.      SWAPA
South West Africa Progressive Association (SWAPA) sebagian besar sebuah organisasi budaya yang menerbitkan surat kabar orang-orang kulit hitam pertama di Namibia, South West Berita. Selanjutnya, pada tahun 1959, SWAPA melahirkan apa yang dapat disebut sebagai partai politik pertama di Namibia, South West Africa National Union (SWANU). Partai ini adalah organisasi radikal sangat menganjurkan kemerdekaan.
Namun, SWANU tidak begitu populer atau luas sebagai SWAPO. Berbasis di Windhoek, keanggotaannya tidak pernah mencapai lebih dari beberapa ratus. Ketika SWAPO melancarkan perjuangan bersenjata mereka pada tahun 1966, SWANU kehilangan banyak anggotanya dan menjadi politis tidak signifikan, meskipun partai tersebut masih aktif di Namibia.
e.     SWAPO
Setelah 1966, perjuangan kemerdekaan Namibia dipimpin oleh South West Africa People's Organization (SWAPO). Pada awal tahun 1970, Majelis Umum PBB menyatakan SWAPO untuk menjadi wakil otentik dari orang Namibia. Segera, SWAPO dinyatakan sebagai satu-satunya wakil otentik orang Namibia. Ini menjadi pengamat atau bahkan anggota penuh dalam organisasi internasional.
 Sebagai wadah kerja sama bangsa Namibia, didirikan oleh kaum nasionalis Namibia pada tahun 1958, guna mengadakan perlawanan terhadap ketidak adilan Afrika Selatan. Pada bulan Oktober 1966, setelah Mahkamah Internasional menolak permintaan Ethiopia dan Liberia, agar mengadili politik Apartheid Afrika Selatan di Namibia, SWAPO memutuskan untuk memulai perjuangan bersenjata, karena jalan damai telah dianggap sia-sia. Gerilyawan-gerilyawan mulai melancarkan aksi-aksi dari pangkalan-pangkalan mereka di Zambia, sehingga terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata dengan pasukan-pasukan keamanan Afrika Selatan.



2.3.2        Perjuangan Kemerdekaan Rakyat Namibia Dibawah SWAPO
            Perjuangan rakyat Namibia mendapat dukungan dari keputusan mahkamah internasional pada 1971 dan resolusi dewan keamanan pada tahun 1973 sehingga menjadi kuat eksitensinya. Hal itu tampaknya tidak dapat dipisahkan dari konflik antara PBB dengan Afrika Selatan atas wilayah Namibia. Pihak SWAPO mendapat pengakuan sebagai wakil rakyat Namibia yang sah, selain itu juga mendapat dukungan dari presiden Anggola dan izinkan menggunakan pangkalan-pangkalan diwilayahnya. 
Pada tahun 1975 Konvensi Nasional Namibia dibentuk oleh anggota-anggota SWAPO dan pemimpin suku-suku yang progresif menjadi fokus perjuangan nasionalis. Perjuangan Namibia ada dua kubu yakni sayap luar negeri yang menggunakan perjuangan bersenjata dan sayap dalam negeri yang menggunakan perjuangan politik.
                Afrika Selatan dihadapkan pada tekanan-tekanan dari pihak-pihak PBB dan OAU (Organization Of African Unity) yang menuntut angkat kaki dari Namibia dan memberikan kemerdekaannya. Dihadapkan pada seruan Dewan Keamanan PBB pada Desember 1974, agar menyatakan bersedia mematuhi resolusi-resolusi PBB atas Namibia dan putusan Mahkamah Internasional 1971 maka,  pada awal tahun 1975 Afrika Selatan menyatakan bersedia memberikan kemerdekaan kepada Namibia dan mensposori perundingan-perudingan multirasial antara pejabat-pejabat Namibia dan pemimpin- Batistuan tetapi perundingan tidak diikuti oleh SWAPO.
Perundingan dimulai bulan September 1975 di Windhoek dan dikenal sebagai Aliansi Demokrasi Thunhalle. SWAPO memboikot tetapi Clenes Kapuno (pemimpin suku Herero dan pemimpin koalisi politik konvensi nasional Namibia pada tahun 1972 yang pernah berselisih dengan SWAPO).  ikut serta dalam delegasi besar, bersama dengan tujuh delegasi kulit hitam lainnya, satu delegasi kulit putih dan dua delegasi kulit berwarna yang diketuai oleh Dirk Mudge. Konferensi menolak menggunakan kekerasan untuk mengubah tertib yang ada dan memutuskan untuk menentukan hari depan melalui kerjasama. Akan menghormati dan memperjuangkan keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan setiap kelompok. ”Mengingat interdependensi kelompok-kelompok penduduk dan kepentingan-kepentingan seluruh Afrika Barat Daya”, konferensi bermaksud “menciptakan suatu bentuk pemerintahan yang akan menjamin maksimum hak-hak suara setiap kelomopok dalam urusannya sendiri maupun nasional dan keadilan kepada semua”.
            Sidang kedua, diadakan pada bulan nopvember 1975 mengangkat empat komisi masing-masing sebelas orang untuk membahas praktek-praktek diskriminasi rasial. Semua penduduk harus membawa tanda pengenal berupa seragam, untuk pengendalian imigrasi akan menggantikan undang-undang pas yang dibenci rakyat kulit hitam dan akan berlaku suatu rencana pensiun tingkat nasional, gaji minimum dan suatu sistem pendidikan yang sama untuk semua. Selain itu juga akan didirikannya Universitas Multirasial.
Tugas pokok konstitusi yang di tandatangani pada sidang keempat pada bulan Mei 1976. Komisi 33 orang membahas kontitusi yang diajukan oleh Clemens Kapuo pada sidang ketiga menyampaikan laporannya, konferensi menginginkan kata sepakat sebelum tanggal 31 Agustus 1976, yang merupakan batas waktu yang diberikan PBB kepada Afrika Selatan untuk mengumumkan rencana kemerdekaan Namibia. Menjelang berakhirnya batas waktu itu Konferensi mengumumkan bahwa Namibia akan merdeka 31 Desember 1978 dan akan segera dibentuk suatu pemerintahan sementara, untuk menyiapkannya pengumuman itu dimaksudkan untuk menempatkan PBB di depan suatu fait accompli dengan harapan akan kebutuhan uranium dan bahan-bahan mineral yang strategis lainnya memaksa Negara-negara barat untuk mengakuinya pula. Akan tetapi perhitungan tersebut meleset. Akibat dari berlarut-larutnya perbedaan pendapat antara 157 wakil Turnhalle kata sepakat atas rancangan konstitusi tidak kunjung datang karena ada dua kelompok yang saling berselisih yaitu kelompok A H Du Plessiss yang menggantikan Dirk Mudge sebagai ketuadelegasi kulit putih dan delegasi-delegasi Ovambo, Kavango dan Kaprivi yang konservatif di satu pihak dan Dirk Mudge dengan delegasi delegasi Herero, Nama, Rehoboth dan berwarna dilain pihak. Pada pihak pertama menghendaki suatu penyelesaian jenis Bantustan pemerintah federal tidak banyak memiliki kekuasaan besar bagi pemerintah sementara.
            Rencana penyelesaian Turnhalle dicapi kata-kata sepakat mengenai garis-garis besar konstitusi, bahwa Namibia akan mempunyai tiga tingkat pemerintahan yaitu pusat, lokal, dan regional. Dasar kontitusi adalah kesukuan walaupun negara yang di maksud sebagai negara kesatuan.
Rencana Turnhalle juga mendapat perlawanan dari SWAPO. Pada tahun 1976 dalam konverensi internasional di Dakar ketua SWAPO Sam Nujuma menggariskan syarat-syarat SWAPO untuk berunding yaitu pengakuan Afrika Selatan terhadap hak rakyat Namibiaatas kemerdekaan, keutuhan wilayah Namibia, kedudukan SWAPO sebagai satu-satunya wakil sejati rakyat Namibia, penarikan seluruh polisi dan pasukan Afrika Selatan,pembebasan semua tahanan politik Namibia, repraterasi semua orang-orang Namibia yang di asingkan. Bahkan SWAPO mengancam akan meningkatkan suatu perang Gerilya.
            Pada periode April 1977 wakil-wakil lima negara barat yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman Barat dan Kanada mengadakan pertemuan dengan pemerintah Afrika Selatan. Mereka juga mengunjungi Windhoek untuk mendengarkan pendapat SWAPO dan organisasi lain baik yang pro maupun yang kontra dengan Turnhalle. Kelompok itu memperjuangkan dua sasaran pokok yaitu menyakinkan pemerintah Voster agar melepaskan rencana Turnhalle dan membujuk agar disetujui dilaksanakannya pemilihan nasional Namibia dibawah pengawasan PBB sebagai langkah pertama menuju kemerdekaan. Meskipun Afrika Selatan akibat tekanan-tekanan bangsa barat dan PBB telah memberikan konsesi-konsesi yaitu membatalkan pembentukan pemerintah sementara 17 orang dari Kompetensi Turnhalle, namun masih belum basa untuk memecakan sejumlah persoalan yang diajukan oleh SWAPO.
SWAPO berpendapat hukum dan tertib tidak dapat dipelihara oleh pasuka-pasukan Afrika Selatan secara evektif dan bahwa kehadiran mereka akan mencegah kemauan bebas rakyat Namibia. Karena alasan itulah SWAPO menuntut agar seluruh pasukan Afrika Selatan ditarik sebelum pemilihan. Selain itu juga menuntut agar PBB tidak hanya hadir tetapi juga mengawasi pemilihan itu sesuai dengan resolusi-resolusi dewan keamanan khusnya resolusi Januari 1976.
            Usul kompromi negara-negara barat pada tanggal 30 Maret 1978 disampaikan kepada pemerintah Afrika Selatan dan SWAPO, akhirnya pemerintah Afrika Selatan menerima pada tanggal 25 April 1978 perdana menteri Voster mengumumkan bahwa pemerintahannya menerimanya. SWAPO juga mendapat tekanan-tekanan dari negara-negara garis depan untuk menerima kompromi tersebut. Pada awal April 1978 secara mendesak Sam Nujuma di panggil presiden Nyerere untuk membicarakannya. Akhirnya SWAPO juga menerima usul tersebut. Dalam kampanye dewan konstituate Aliansi Deklarasi Turnhalle dan SWAPO akan tampil menjadi dua partai terpenting. Sesuai rencana yang telah di setujui pada tanggal 31 Desember 1978 kekuasaan pemerintah akan diserahkan kepada pemerintah peralihan rakyat, dan Namibia mulai hidup sebagai negara yang merdeka. Sesuai dengan resolusi dewan keamana PBB No.435 September 1978.

2.3.3        Keadaan Ekonomi, Sosial Budaya Namibia
Namibia dalam perjalanan menuju Afrika Barat daya (SWA/South West Africa) sejak awal tahun 1980 an dibebani oleh krisis karena periode musim kering, jatuhnya harga barang mentah, dan karena ketergantungan kuat dari penguasa kolonial Africa Selatan. Luas Namibia yaitu 823.168 km2tanpa teluk walfisch sangat heterogen. Sekitar 1,8 juta penduduk adalah orang Ovambo dengan jumlah setengah juta merupakan kelompok etnis terkuat. Selanjutnya, Kavango (sekitar 110.000), Herero (90.000), Damara (89.000), Khu Khun, Caprivan, buschmann, Rehoboth-Baster, dan Himba sekitar 7% adalah orang kulit putih. Diantaranya adalah 20.000 keturunan Jerman.  Pertambahan penduduk yang tinggi (3,2%), selain pertumbuhan penduduk (44% penduduk berumur kurang dari 15 tahun) juga dikarenakan karena arus pengungsi yang datang dari Angola. Sejak tahun 1978 terlihat arus urbanisasi yang semakin meningkat (tingkat urbanisasi tahun 1985: 51%), ibu kota Windhuk tunbuh dari 36.000 penduduk tahun 1969 menjadi 105.100 penduduk tahun 1983. 
Kekurangan air di tanah yang kering itu membatasi pembangunan pertanian, industri, dan pertambangan. Pertambahan pada tahun 1986 sebesar 83% yang dikuasai perusahaan trans nasional berperan penting dalam ekonomi. Intan, berbagai metal dan uran diekspor terutama ke Eropa Barat dan Afrika Selatan. Produk pertania di berbagai padang rumput (semak belukar) yang ekstensif yang mengancam secara ekologi, penting untuk ekspor (80%-90% dari nilai produksi secara keseluruhan) terutama untuk kesempatan kerja. Karena penangkapan ikan yang terlalu berlebihan di laut yang penuh dengan plankton, penangkapan dan industri perikanan terjebak dalam krisis. Selain itu, Afrika Selatan membangun industri pengolahan sejenis  yang menyainginya. Masalah pembangunan terbesar adalah apherteid struktural. Meskipun ada pencabutan beberapa Undang-Undang apherteid (daerah pemukiman, tempat kerja, merusak keturunan), terus berlangsung ketimpangan etnis dan regional antara orang kulit hitam dan kulit putih, terutama dalam bidang pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan.
Sistim pendidikan yang terbagi tiga (kulit putih, kulit berwarna, dan kulit hitam). Dengan syarat merugikan orang kulit hitam menyebabkan setengah kelompok ini mengalami buta aksara. Pertanian komersil sebagian besar dilakukakan oleh orang kulit putih yang sekitar 40% potensi tenaga kerja melakukan kegiatan ekonomi subsitensi. Sementara diantara kulit putih hampi tidak ada pengangguran sedangkan pengangguran antara kulit berwarna dan kulit hitam sangat nyata, terutama di bagian sebelah utara negara itu. Sementara 1/5 angkatan kerja bekerja sebagai buruh pengembara di Afrika Selatan.

2.3.4        Perjanjian Perdamaian
Setelah prakarsa sekjen PBB Ferez De Cuellar mengadakan perjanjian perdamaian antara Anggola, Afrika Selatan dan SWAPO pada bulan Desember 1988, Afrika Selatan merelakan daerah koloni tersebut. Inti dari perjanjian itu dianaranya memuat :
1)      Pasukan Koba yang terdiri 50.000 prajurit yang di tempatkan di Anggola ditarik kembali.
2)      Anggola akan menghentikan pemberian bantuan kepada gerilyawan SWAPO. Sebagai gantinya Afrika Selatan akan membantu kaum pemberontak di Anggola, dan rela melepaskan Namibia.
3)      Kawasan daerah perbatasan antara Anggola dan Namibia harus di kosongkan. Gerilyawan SWAPO harus mundur ke sebelah utara antara 300 km dari tapal batas, begitu juga serdadu afrika Selatan kearah selatan antara 300km.
            Akan tetapi pada kenyataannya kedua belah pihak saling menuduh telah melakukan penyusupan melanggar daerah perbatasan yang dianggap sebagai sebab terjadinya pertempuran kembali. Pada waktu itu semua menunggu datangnya pasukan PBB. Hal itu terjadi tidak lepas dari kepentigan mereka, terutama bagi Afrika Selatan yang merasa keberatan untuk melepaskan wilayah namibia. Selain Namibia memilii kekayaan alam juga mempunyai arti penting bagi Afrika Selatan sebagai tameng untuk membendung pengaruh komunisme. Berdasarkan hal tersebut kemungkinan yang memancing terjadinya pertempuran adalah inisiatif Afrika Selatan.

2.3.5        Pemilihan Umum Pertama Rakyat Namibia
Peruangan rakyat Namibia secara sah di wakili oleh SWAPO walaupun selalu di hadang oleh Afrika Selatan yang selau mersa berat untuk melepaskan Namibia. Hal ini sampai pada periode pemilihan umun yang berada dibawah pengawasan PBB, dimana PBB mengirimkan tim misi pengawasan dengan jumlah tidak kurang dari 7.000 an orang personil.
            Jumlah panduduk Namibia diantara 1,2 juta atau 1,3 juta jiwa. Dalam pemilihan umum Namibia yang pertama kali akan memilih anggota majelis konstuate yang beranggotakan 72 orang yang mengemban tugas menyusun undang-undang dasar sebagai dasar berdirinya negara Namibia Merdeka. Di Namibia terdiri dari 10 partai tetapi ada dua partai yang terbesar adalah SWAPO yang di pimpin oleh Samuel Shafiishuna Nujuma dan aliansi Demokratik Turhalle (DTA) dipimpin oleh Dirk Mudge.
Pemilihan umum yang pertama ini di menangkan oleh SWAPO dengan memperoleh 41 kursi dan dan DTA memperoleh 21 kursi, dan 10 kursi di duduki oleh lima partai. SWAPO tidak dapat menang mutlak ata tidak bisa mencapai dua pertiga suara yang di perlukan. Tetapi SWAPO berhak menyusun jajaran pemerintahan dan pimpinan SWAPO menjadi presiden pertama. Hasil pemilihan umum yang berada di bawah pengawasan PBB, Afrika Selatan tetap berambisi untuk selaueksis di namibia melalui partai yang di dukungnya seperti DTA kurag berhasil. Dengan demikian Namibia mencapai suatu kemerdekaan pada tanggal 21 Maret 1990 yang dipilihsebagai hari kemerdekaanya.
            Menurut Moses Katjuonguo pimpinan front patriotik nasional tanggal 21 maret di pilih karena merupakan tanggal khusus bagi gerakan Apartheid. Pada tanggal itu 30 tahun yang lalu terjadi pembantaian 69 orang kulit hitam di Sharperville (AFSEL) yang di perintah oleh orang kulit putih, tanggalitu juga telah di tetapkan PBB sebagai hari internasional untuk penghapusan Aphartheid. Upacara kemerdekaan Namibia dihadiri oleh presiden afrika Selatan F W De Klerk, pejabat PBB dan sejumlah negara Afrika. Sebagai Presidennya adalah Samuel Shafiishuna Nojuma.
Kemerdekaan Namibia dapat dicapai oleh rakyat yang di wakili secara sah oleh gerilyawan yang bergabung dalam SWAPO yang mendapat pengakuan dari PBB dan akhirnya dapat memimpin kedaulatan negeri sendiri. 

1 komentar:

BELAJAR BAHASA mengatakan...

Namibia peroleh kemerdekaan dari Afrika Selatan